A plan

62 6 1
                                    

*
*
*
Kini Panya, Ali dan Prilly duduk diruang keluarga, membiarkan Maliq dan Mirza bermain dikamar mereka.

" Sebenarnya kamu ingin membicarakan apa Pan?, kenapa terlihat serius sekali? " Ali bertanya dengan raut bingung.

Panya menghela, mengumpulkan keberaniannya mengungkapkan semuanya " Aku ingin membicarakan tentang Maliq "
" Maliq? " Prilly berucap heran, menatap Panya, meminta penjelasan.

" Sebenarnya Maliq itu anak dari Siska Widura dan Bara Aditya Pratama " Panya mulai bercerita tentang semua yang ia tau.

" Jadi, Ibunya dibunuh?!, karena demi melindungi Maliq yang ingin ditumbalkan, dan ayahnya sampai sekarang masih mengincar nyawanya?! " Ucap Ali tak percaya, setelah Panya menceritakan semuanya.

Prilly menggeleng lemah, genggamannya ditangan suaminya mengendur " Sosok yang selalu diceritakan Maliq adalah ibunya? "

Panya mengangguk sambil tersenyum kecut " Ya, sekarang nyawa Maliq dalam bahaya, jika kita ingin melindunginya, kita harus siap mempertaruhkan nyawa "

" Mahhh.., miyum " Maliq menghampiri Prilly, merengek minta minum.
Prilly menatap Maliq dengan mata berkaca, namun tatapannya sulit diartikan.

" Bang num " Mirza datang membawa segelas air putih dengan gelas mungilnya, sepertinya ia juga habis minum, karena bibir dan pipinya basah.

Maliq mengambil gelasnya, lalu meminum sampai tandas, kemudian menggandeng adiknya, kembali ke kamar.
" Hey, kenapa? " Ali bertanya pada istrinya yang hanya diam saja, bahkan saat Maliq meminta minum.

" Ay!, jika Mirza selalu didekat Maliq, apa dia juga dalam bahaya? " Tuturnya menatap suaminya.
" Kamu ngomong apa?, kenapa bilang gitu? " Ali sedikit kesal dengan penuturan istrinya yang seolah mengatakan mereka harus menjauhkan Mirza dari kakaknya.

Prilly menunduk sendu, jauh dalam hatinya, iapun mengkhawatirkan Maliq, apa jadinya jika anak itu diambil oleh ayahnya yang kejam.

" Kenapa kamu ngomong gitu Pril?, apakah hanya segitu rasa sayang kamu sama Maliq?, apa kamu rela Maliq mati ditangan ayahnya?, asalkan hidup keluarga kalian aman?!, EGOIS! " Ucap Panya penuh penekanan.

Prilly terdiam " Harusnya yang kita pikirkan sekerang, bagaimana caranya kita menyelamatkan Maliq?!, menggagalkan niat Bara untuk membunuhnya, dan mengambil mayat Siska yang dibekukannya " Lanjut Panya menatap Ali dan Prilly bergantian.

Ya, Panya memang sudah mengetahui dimana Bara tinggal dan dimana mayat Siska disimpan, usahanya beberapa tahun ini memang tak sia - sia, mengingat betapa susahnya ia melacak keberadaan Bara selama ini.

Prilly memeluk suaminya sambil menangis " Hikss.., Panya benar ay, kita harus selamatkan Maliq, aku gak mau kehilangannya "
" Sttt..., udah, kamu mending istirahat di kamar yah, aku gak mau kamu stres, kamu bisa sakit nanti " Ali menenangkan istrinya.

" Gak ay!, aku gak bisa istirahat " Tolak Prilly.
" Pan, nanti kita bicarakan lagi rencananya, aku mau bawa dia ke kamar dulu yah, kamu pilih aja salah satu kamar tamu untuk istirahat " Pamitnya.

**
" Hey, udah, sekarang kamu istirahat " Ali menarik selimut untuk menyelimuti istrinya.
Prilly menarik tangannya, ketika ia hendak beranjak " Ay!, kenapa hidup Maliq rumit banget, padahal dia masih sangat kecil dan gak tau apa - apa "

" Ya begitulah kehidupan ay, kadang seseorang gak mengerti apa arti tuhan menitipkan anak, hanya karena kepuasan duniawi, mereka lupa bagaimana tugas sebagai orang tua "

Prilly menggenggam erat kedua tangan suaminya " Tadi aku memang egois, aku memikirkan keselamatan Mirza, padahal yang lagi dalam bahaya adalah Maliq " Sesalnya.

Not My Mom And DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang