PROLOG

205 12 0
                                    

*
*
Seorang pria tampan berusia pertengahan dua puluh satuan. Duduk termenung menatap langit
malam tanpa bintang.

" Seandainya aku benar - benar anak mereka, ku pastikan, hari esok aku akan jauh lebih bahagia.. " Lirihnya membatin.

" Maliq " Pangilan seorang wanita paruh baya yang begitu disayanginya. Terdengar memenuhi kamarnya yang gelap dan sunyi.

Maliq menoleh ke arah ibunya yang menghampirinya ke balkon.
" Kenapa? " Prilly mengangkat kedua alisnya, tanda ia tak mengerti dengan raut wajah anaknya. Seperti terlihat tak bahagia, padahal besok hari pernikahannya.

" Gak papa kok ma " Maliq tersenyum. Berusaha menyakinkan ibunya.

" Gak usah bohong Maliq, Maliq tau kan. Kalau mama gak suka Maliq bohong "

" Kenapa Maliq bukan anak yang terlahir dari rahim mama?. Jika Maliq bisa mengubah takdir, Maliq
ingin terlahir sebagai anak kandung mama dan papa. Sedarah dengan si kembar " Tuturnya memeluk
sang ibu. Penuh kasih.

Prilly tersenyum tipis dalam pelukannya " Jadi Maliq menyesal terlahir dari rahim alm. Bunda Siska? " Maliq menggeleng cepat.

Setelah melepas pelukan " Bukan, bukan begitu ma.., Maliq bangga
memeliki ibu sepertinya " Ia menyangkalnya.
Ia tak bermaksud mengatakan menyesal telah lahir dari rahim sang bunda. Alm. Siska.
Hanya saja. Ia merasa menyesal memiliki darah Bara dalam tubuhnya. Pria yang begitu tega membunuh istrinya sendiri.

" Apa Maliq menyesal memilki ayah seperti alm. Bara? " Maliq mengangguk dengan wajah menampilkan dua ekspresi. Marah sekaligus sedih.

" Dia sudah tega membunuh bunda Siska dan adik Mirza. Dia memisahkan Maliq dari orang – orang yang Maliq sayangi "

Prilly merangkul anaknya, yang sedikit lebih tinggi darinya " Maliq gak boleh begitu, walau bagaimanapun. Dia tetaplah ayah Maliq "

Maliq menatap langit dalam diam " Dia memang jahat, kejam dan tak punya perasaan. Tapi tanpanya, mama pasti tak akan bisa dipertemukan dengan Maliq. Mama pasti tak akan memiliki Maliq "

" Tapi karna dia. Mama kehilangan adik Mirza. Karena dia juga, mama pernah membenci Maliq. Kenapa sekarang mama bisa memaafkannya? " Maliq perlahan menoleh, menunggu jawabannya.

" Karna mama melupakan semua kejadian itu. Bisa berdamai dengan masa lalu, membuat kita akan hidup tenang di masa depan, Maliq "

Banyaknya cobaan dimasa lalu, membuat Prilly mempunyai banyak sekali pelajaran hidup. Ia menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Tanpa suaminya yang membimbing, ia tak akan semudah itu, melewatinya. Keduanya belajar dari semua kesalahan yang dulu pernah mereka lakukan.

Maliq tersenyum. Kagum dengan kebijaksanaan sang ibu.

Sekarang aku tak peduli lagi. Kalau mereka, Not my mom and dad..
Aku hanya perlu mengingat, aku adalah bagian dari hidup mereka..
Itupun sudah sangat membuatku merasa bangga dan bersyukur
Terima kasih tuhan. Atas nikmat yang kau beri ini..

Not My Mom And DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang