Lonely

35 8 1
                                    

**
Dua bulan telah berlalu, semuanya masih sama, tak ada yang berubah, hampa tak berarti.
Prilly duduk termenung diruang keluarga, memikirkan dimana keberadaan anaknya sekarang.

Langkah kaki membuatnya tersadar, dan segera beranjak, karena ia tau siapa yang masuk.
" Ay " Panggilnya sambil sedikit berlari " Ay! " Sekali lagi ia memanggil, namun suaminya mengacuhkannya.

Ya, sampai sekarangpun, Ali masih enggan berbicara padanya, sikapnya tetap datar.
" Ay!, pleass.., jangan bersikap seperti ini sama akuu.. " Prilly menghalangi jalannya, menatap sendu suaminya.

Ali tetap diam, tapi matanya menatap wajah pucat istrinya " Nyonya, ini obatnya " Imah datang membawa segelas air putih berserta obat. Ia menatap heran apa yang dibawa pembantunya, lalu tatapannya kembali ke arah istrinya " Saya gak mau minum obat mah "

" Tapi tadi katanya perut nyonya kram, beberapa hari lalu juga muntah terus kan nyonya " Sahut Imah menatap majikannya, khawatir.
Ali mengambil obat dan segelas air yang ditaruh oleh Imah di atas meja " Minum " Perintahnya.

Prilly mengerucutkan bibir, lalu menggeleng " Gak mau! " Ucapnya sambil membekap mulut, ketika suaminya ingin memasukan obat ke mulutnya.
Ali menghela, menaruh kembali gelas dan obat, menariknya pelan menuju sofa, lalu duduk disana.

" Imah, panggilkan dokter yah " Perintah Ali membuat Prilly tambah manyun.
" Baik tuan " Jawab Imah berlalu.
" Aku gak mau periksa ke dok.... " Ucapan Prilly terhenti, karena telunjuk suaminya menempel dibibirnya.

Setelah istrinya diam, Ali menarik pelan kepalanya, agar bersandar didadanya, Prillypun menurut saja.
" Ay, aku mau bantu nyari Maliq, aku gak bisa diam dirumah aja, karena ini salahku " Lirihnya.
" Gak usah, biar orang - orang suruhan ku saja " Jawab Ali akhirnya, sepertinya ia mulai luluh, karena melihat kondisi istrinya.

**
" Tidak ada masalah apa - apa pak, kesehatan dan kondisi kandungan Ibu Prilly baik - baik saja, itu hanya gejala kehamilan "
Penjelasan dokter, membuat Ali dan Prilly terkejut " A-apa dok?, sa-saya hamil? " Tanya Prilly tak percaya.

Dokter itu mengernyitkan alis " Iyah, Ibu hamil, kandungannya sudah jalan dua minggu "
Prilly tersenyum mendengarnya, ia meraba perut sambil menatap suaminya yang juga sedang menatapnya.
" Makasih ay " Ali berucap lewat tatapan yang dimengerti oleh istrinya, Prilly hanya tersenyum lebar, menanggapinya.

**
" Ay, diam dirumah saja, jangan coba - coba untuk mencari Maliq sendirian " Pesan Ali saat itu, ketika ia hendak berangkat ke kantor.
Prilly hanya tersenyum " Awas kalau keluar rumah tanpa izin dari aku " Lanjutnya lagi mengancam.
" Imah!, Yuni!, Tuti! " Panggilnya.
" Jaga dia, larang kalau ingin keluar selama aku di kantor " Perintah Ali diangguki oleh ketiganya.

" Tapi kan ay... " Prilly mulai ingin mengeluarkan protesnya, melihat sikap protektif suaminya keluar, setelah sejak lama hilang.
" Apa?, gak ada tapi - tapian, yaudah, sekarang aku mau berangkat dulu " Potong Ali tak membiarkan istrinya melanjutkan protes.

**
" Nya, nya, nyonya! " Panggil Imah gelabakan melihat Prilly mencoba keluar rumah tanpa sepengetahuan mereka.
Prilly menghela, memutar bola matanya, malas " Aku keluar sebentar Mah, mau beli susu hamil " Ucapnya mencari alasan.

" Biar saya saja yang belikan nya "
" Eh, tidak!, saya saja!, saya ingin membeli sesuatu juga "
" Tapi kata tuan nyaa... "
" Saya sudah izin padanya, kau tak usah khawatir " Bohongnya segera berlalu keluar.

Imah mengernyitkan alis " Apa benar tuan mengizinkan? " Tanyanya pada diri sendiri.
" Sebaiknya aku telpon tuan, untuk memastikan " Lanjutnya.
Bukannya ia tak percaya pada Prilly, cuman ia hanya khawatir karena kondisi majikannya dalam keadaan hamil, lagipula ia juga ingin melaksanakan apa yang tuannya perintahkan.

Not My Mom And DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang