The atmosphere is different

38 8 1
                                    

***
Dua anak berbeda jenis, berusia delapan tahunan. Keduanya terlihat asyik dengan dunianya masing - masing. Anak laki - laki itu bermain bola, sedangkan anak perempuan bermain boneka. Tanpa peduli dengan sinar mentari yang semakin terik.

" Digo!, Sisi!, sini syang.., minum susunya dulu... " Teriak Prilly menatap kedua anak itu dari teras rumah.
Prilly melahirkan seorang anak kembar delapan tahun lalu. Namun berbeda jenis, laki - laki dan perempuan. Keduanya kerap disapa Digo dan Sisi.

Sisi menolehkan kepala. Ia tersenyum manis ke arah mamanya. Dengan cepat ia beranjak, memeluk boneka Frozen kesayangannya dengan berlari kecil.
Si kecil Digo terlihat menghiraukan teriakan sang mama. Ia malah asyik menendang bola ke gawang, setelahnya berlari mengambil, lalu ditendang lagi. Begitulah seterusnya.

Prilly hanya bisa menggeleng melihat kelakuan anak lelakinya itu " Sisi!, bawakan susu untuk abangmu yah.. " Pintanya. Sisi mengangguk, menampilkan senyum lebarnya.

Sisi berjalan pelan membawa segalas susu
Prakk..
Gelas susu di tangannya jatuh ke tanah tiba - tiba.
Ia sedikit melongo, terkejut dengan kejadian tersebut, begitu cepat terjadi. Pandangannya teralihkan pada bola disamping pecahan gelas.
Ia mendongkak menatap Digo yang berekspresi menyesal, tak jauh darinya berdiri, terlihat wajahnya mengatakan kata Maaf.

Sisi mendengus sebal " Si..., maafkan abang yah, abang gak sengaja " Digo berdiri di hadapannya, menggaruk tekuknya yang pasti tidak gatal.
" Abang ambil susu sendiri aja lah!, Sisi mau main di kamar " Ketus Sisi melipat tangan di dada dan memalingkan wajah.

Digo mendesah. Jika adiknya marah, maka hancurlah sudah waktu sehariannya. Ia tidak akan bisa tenang, sebelum adiknya ini kembali tersenyum.

" Si, kita main ke pantai yuk.. " Ajak Digo berekspresi semangat. Mungkin saja adiknya akan luluh, jika ia bawa bermain ke pantai.
" Tidak!, Sisi ingin belajar " Jelas sekali usahanya gagal. Adiknya ini kalau ngambek, memang susah di rayunya. Huh!

" Bagaimana kalau kita beli es krim.. " Tawarnya sekali lagi. Digo belum menyerah, ia akan terus berusaha.
Sepertinya kali ini akan berhasil. Sisi terlihat berpikir mendengar tawarannya. Jelas!, Digo sangat mengenal adik cantiknya ini. Sisi sangat suka dengan es krim rasa vanila.

" Baiklah.. " Jawab Sisi akhirnya. Digo mengembangkan senyum mautnya. YES!, Berhasil...!!

*
" Abang!!, jangan ganggu Sisi main pianooo... " Pekik Sisi menatap sebal kakanya.
Digo hanya nyengir. Satu kebiasaannya, suka menjaili dan menggoda adiknya. Namun anehnya Sisi malah suka dengan kebiasaan kakanya itu. Dasar si kembar unik!

Melihat suasana ruang keluarga yang begitu ramai. Prilly tersenyum membawa nampan berisi empat gelas dengan berbeda rasa, untuk menaruhnya di atas meja.
Di ruang keluarga. Ali terlihat sedang fokus menatap laptop di pangkuannya. Wajahnya serius sekali, jari - jarinya bergerak menekan tombol - tombol keyboard.

" Ay!, kopinya.. " Prilly menyodorkan segelas kopi untuk suaminya " Makasih ay.. " Ali tersenyum, menatap penuh cinta istrinya.
" Mamaa...., abang nakal..... " Teriak Sisi yang sedang berlarian, dikejar oleh kakanya " Tadi abang nyium Sisi... " Sambungnya.

Prilly menoleh dan menggeleng melihat kedua anaknya. Si kembar memang selalu begitu, menghebohkan apartemen dengan tingkah mereka, membuatnya melupakan sejenak masalah yang belum selesai. Hilangnya Maliq!
Ali tersenyum geli, menatap si kembar yang sedang bersenda gurau, entah apa yang merela bicarakan sekarang, setelah tadi berkejar - kejaran.

" Ay!, gak kerasa udah delapan tahun aja yah... " Prilly membuka obrolan. Bersandar di pundak suaminya, mendesah lelah.
Ali mengelus pipinya, tanpa berkata apa - apa. Ia tau, istrinya belum melanjutkan perkataannya.

" Pasti sekarang Maliq udah kelas enam, dan sebentar lagi ujian. Tapi apakah Maliq sekolah ay?, apa dia sudah menjadi anak yang pintar?, bagaimana kalau Maliq tak punya uang untuk biaya sekolah!, bagaimana kalau... " Terkaan - terkaannya terhenti. Saat telunjuk suaminya menempel di bibirnya.

" Kamu lupa ay!, kalau Maliq kita itu anak yang hebat, sejak lahir Maliq selalu dalam pelindungan tuhan, karena dia baik. Aku yakin, dengan kebaikan dan keluguannya, Maliq bisa melewati itu semua "

Prilly terdiam. Memang benar!, Maliq selalu dalam pelindungan sang kuasa. Kejahatan apapun yang menimpanya, pasti berakhir kandas.

Karena tuhan tau, dia hanyalah anak polos yang tak pernah mengeluhkan sesuatu yang terjadi padanya..

Hidupnya yang rumit, tak pernah dipedulikannya, ia hanya melewati dengan senyuman..

*
Seorang anak laki - laki duduk di depan teras rumah kecilnya. Ditemani buku dan polpen yang dipegangnya.

Belajar adalah rutinitasnya setiap hari. Tak ada kata lelah dalam kamus hidupnya. Jika ia ingin mencapai sesuatu, maka akan terus berusaha tanpa adanya keputus - asaan.

Hidupnya tidaklah mudah. Untuk makan saja, kakanya harus kerja keras mencari uang untuk membeli beras.

Ada kalanya ia harus bolos sekolah,  demi membantu kakanya. Ia anak yang tak akan diam saja, melihat orang sekitarnya kesusahan. Walau sering kali setiap orang enggan menolongnya.

" Kau!, kapan kau akan membayar uang kontrakan?, kalau tidak bisa bayar!, katakan dan cepat keluar dari kontrakan ini, karena masih banyak orang yang berminat mengontrak disini "


Sita menunduk takut " Maafkan saya buk, saya masih mengumpulkan uang untuk membayarnya "
Meli tersenyum sinis " Mau sampai kapan saya menunggu? "

Maliq beranjak " Buk!, jangan marahi kakak Maliq, Minggu depan kami akan membayarnya "
Meli mencibir Maliq, lalu berlalu begitu saja dari hadapan mereka, dengan gaya sombongnya.

Sita menghela " Maliq!, kenapa kamu berjanji padanya?, kita tak akan secepat itu mengumpulkan uang, dia pasti akan menagihnya minggu depan "

" Kakak tak usah khawatir, Maliq akan membantu mencari uang, sementara Maliq izin dulu pada ibu guru, untuk tidak sekolah selama seminggu, tapi Maliq akan tetap belajar malamnya "

Sita menatap nanar adiknya. Sebenarnya ia tak mau Maliq mengorbankan waktu belajar untuk membantu mencari uang, tapi Maliq tak peduli dengan penolakannya, Maliq selalu membantunya tanpa diminta.

Begitu baiknya anak ini padanya. Tak ada seorangpun yang tak menyayanginya, jika mengenal sosoknya. Tuhanpun begitu sangat menyayanginya.

Tuhan bukannya jahat pada Maliq, karena selalu memberikannya cobaan. Malah ia begitu menyayanginya

Kenapa?. Kerena tuhan memberikannya cobaan bukan tanpa alasan, dibalik itu semua pasti ada hikmahnya.

Tuhan ingin. Sejak kecil Maliq mendapat pelajaran hidup, bahwa hidup tidaklah mudah, semuanya harus dibayar dengan rintangan - rintangan yang ia beri.

Tuhan mengajarkan Maliq untuk sabar, tegar dan kuat, menjalani semuanya.

Ia mengajarkan Maliq untuk menolong dengan kepolosannya. Ia mengajarkan banyak hal yang tak diketahui anak lainnya.

Disaat anak lainnya asyik bermain dengan teman - temannya. Maliq harus membantu kakanya mencari uang untuk makan.

Disaat anak lainnya asyik bersenda gurau di kantin. Maliq malah duduk manis di kelas, menyantap roti isinya dan membaca buku pelajaran.

Serumit itulah hidup masa kecilnya, tapi percayalah, tuhan sudah mempersiapkan kebahagiaannya di masa depan nanti.

*
" Manusia hanya bisa inginkan..., tetapi allah yang menentukan segalanya, pasrahkan hidup kita padanya...., hanya allah yang berikan bahagia " Bernyanyi dipingggir jalan dengan gitar bututnya, ditengah terik mentari, sudah hal biasa yang Maliq lakukan sejak kelas tiga SD.

Lelah?, tentu sangat melelahkan berjalan ke sana kemari sambil mengamen. Diusir, dimarahi dan dicaci maki, sudah sering terjadi. Tetapi ia tak pernah mengeluh, hanya bisa tersenyum dengan apa yang terjadi.

" Hhhh.. " Maliq mendesah. Duduk dibangku depan toko baju yang sudah tutup, karena hari mulai beranjak malam.

Ia mengeluarkan uang hasil ngamennya, menghitung dengan serius, lalu diakhiri desahan panjang " Belum cukup " Gumannya lirih.
" Abang...., beliin Sisi es krim duluuu... " Rengek seorang anak perempuan pada kakaknya yang berjalan mendahuluinya

Terlihat sang kakak mendesah " Yaudah, cepetan Si.., nanti mama marah, kalau kita pulang telat "
Maliq menatap gadis kecil itu sambil tersenyum. Lucu dan menggemaskan, katanya dalam hati, menggambarkan sosok si gadis kecil.

Ketika kedua bocah itu melewatinya, si gadis kecil tersenyum manis padanya, sambil melambaikan tangan ramah, sebelum ia ditarik menjauh oleh kakanya yang terlihat buru - buru.
" Gadis kecil yang lucu " Gumam Maliq terkekeh sendiri " Coba Maliq punya adek yang gemesin kaya dia, pasti pipinya udah habis dicubitin " Sambungnya tersenyum geli.

Maliq segera beranjak. Hari mulai gelap, ia harus mengamen lagi. Setelah jam delapan, baru ia akan pulang ke rumah.

*
Prilly berkacak pinggang di depan pintu utama. Menatap galak kedua anaknya yang baru sampai rumah setelah magrib. Suasana malam yang gelap menggambarkan sekali tatapan horornya.
Digo merinding melihatnya, sedangkan Sisi hanya menunduk takut.

" Dari mana saja kalian!, ini udah jam berapa Digo...? " Aura menakutkan keluar, ketika suara itu terdengar.
" Udah jam 19.30 Wita ma... " Jawab Digo polos.
" Ihhh...., Digooo.... " Prilly menjewer telinga anaknya, gemas dengan tingkah bandelnya " Aduh.., aw, aw, sakit ma.., aduh " Ringis Digo.

" Ada apa ini? " Ali keluar dengan wajah bingung. Prilly segera melepaskan telinga anaknya.
" Mama pa.., jewer telinga Digo " Adu Digo dengan tampang tanpa dosa. Dipelototi mamanya ia tak peduli, malah menjulurkan lidah, dasar anak badung!, durhaka baru tau rasa.

" Mama.., kalau mau negur gak usah main tangan, gak baik ma.. " Pesan Ali bijak.
" Jangan terlalu dimanjakan pa.., nanti dia selalu merasa benar " Prilly tak mau kalah.
Ali menghela " Digo!, kalian dari mana saja? " Tatapannya beralih ke arah Digo.

" Tadi selesai les, Digo mampir ke toko buku pa, setelah itu nemenin Sisi beli boneka frozen yang baru, kita sampai keliling mall pa, tapi adek gak jadi beli, huh! "
Sisi mengerucutkan bibirnya, menarap sebal kakanya yang sedang menahan senyum.

" Sudahlah, kau ini!, terus saja menggoda adikmu " Prilly merangkul anak perempuannya. Sisi menjulurkan lidah ke arah kakaknya.
Ali tersenyum geli melihat mereka bertiga " Sudahlah, ayo masuk, kita makan malam bersama, tapi Sisi dan Digo mandi dulu yah "
" Siap bos! " Pekik Digo dengan tangan di atas kening, tanda hormat.

" Abang.... " Sisi berteriak sebal, ketika Digo berlari ke dalam sambil menariknya kencang, hingga ia kewalahan mengimbangi jalannya.
Ali dan Prilly hanya bisa terkekeh melihat kelakuan nakal Digo.
.
.
.
.
Maaf kalo ada typo, soalnya gak ada waktu revisi hiks😫

Not My Mom And DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang