Putri menatap lantai kelasnya. Kotor, tidak! Tapi, sangat kotor. Menghela napasnya, tangannya bergerak mengambil karet rambut yang tersimpan dalam saku bajunya. Tangannya dengan lincah mengikat rambutnya cepat.
Suasana sekolah sudah sepi. Begitupula dengan Putra yang memilih pulang terlebih dahulu. Karena cowok tersebut sudah memiliki janji dengan Ibunya untuk menemani pergi ke dokter.
"Sedih amat dah nasib gue," ujarnya pelan.
Putri mulai menyapu dari belakang kelas sampai ke depan. Tugasnya hanya menyapu. Bukannya yang piket biasanya terdiri dari 5 atau 6 orang kan? Kenapa ia menyapu sendiri?
Alasannya simpel, karena Putri itu suka mengomel jika kelas mereka masih kotor. Hal itulah yang menyebabkan temannya malas piket bersama. Lagipula Putri tidak mengeluh.
Disisi lain, Angga menatap kelasnya yang sudah bersih. Ia mengambil tasnya dan berjalan pelan menuju kelas Putri.
Mungkin cukup waktu seminggu tidak perduli dengan Putri. Tapi, dia masih memantau Putri. Cukup menjaga dari jauh saja sudah membuat hatinya tenang.
Kita pernah menjadi satu dalam sebuah hubungan. Walaupun sekarang kita sudah tidak bisa menjadi satu. Setidaknya, kita pernah ada.
Angga mengetuk kaca jendela pelan. Membuat satu-satunya orang yang berada dalam ruangan tersebut menoleh. Putri melambaikan tangannya seraya tersenyum.
"Sini, temenin Putri!" teriaknya.
Angga menganggukkan kepalanya. Menuruti perintah Putri dengan berdiri di sebelahnya.
Putri menepuk meja disebelahnya, mengode Angga agar duduk disebelahnya. Lalu pandangannya kembali lurus ke depan. Anggapun lagi dan lagi hanya mengikuti perintah Putri.
"Putri kangen duduk kayak gini lagi sama Angga. Sebenarnya Putri mau minta bilang maaf sama Angga,"
"Maaf? Buat apa Put?" tanya Angga dengan kening yang berkerut.
Putri menoleh, menatap mata Angga dalam, dengan senyum manis yang selalu Angga suka.
"Putri sadar kok, kalau selama ini Putri kekanakan. Plin-plan banget, kan?" tanyanya seraya tertawa pelan.
Angga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya, tapi Angga tetap suka. Angga gak pernah benci dengan segala yang Putri lakuin." ujarnya dengan jujur.
"Kalau kecewa?"
Angga terdiam. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Angga merasa tidak ingin mengatakannya. Tapi, kalah ia berbohong akan membuat Putri ikut kecewa padanya.
"Kenapa diam aja? Sering, kan? Eh, ralat. Tapi selalu." ujarnya dengan terkekeh pelan.
Lagi-lagi Angga terdiam.
Putri menggoyang-goyangkan lengan Angga, agar ia mau menjawab Putri.
"Angga, jawab dong!" kesal Putri dengan wajah yang cemberut.
Angga berdiri dihadapan Putri. Senyuman kecil terukir di wajahnya. Tangannya bergerak untu menggenggam jemari Putri dengan lembut.
Kenapa jantung Putri lari maraton? Ini jantungnya lagi balapan kah? Matanya megerjap dengan cepat. Hal ini kembali terjadi setiap Angga menggenggam jemarinya.
"Untuk kecewa, Angga sering kecewa sama Putri. Tapi, semua itu terbayar kok dengan ngeliat senyuman kamu."
Putri menipiskan bibirnya. Lalu menepuk bahu Angga pelan.
"Tau gak?"
"Enggak!" jawab Angga dengan cepat.
Angga rasanya ingin tertawa saat melihat wajah Putri yang kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK [TAMAT]
Teen Fiction"Mungkin udah saatnya bagi kita untuk break. Entah itu break sementara atau break selamanya," ujar Putri seraya menatap manik mata cowok dihadapannya. Ekspresi wajah cowok itu awalnya terkejut setelah mendengar ucapan dari Putri, pacarnya yang telah...