Sepertinya kesan pertamaku padanya agak goyah yaa. Saat pertemuan pertama waktu hujan dan kedua saat makan malam. Dan pertemuan selanjutnya. Dia orang yang menyebalkan, acuh, dan dingin,, emm masih ada lagi suaranya berat kayak genderu.. eh ups.
"Heyy tunggu. Kakimu lebar sekali, pel-, aduh." Aku merasa menabrak dinding yang keras. Hidungku pasti merah.
"Berhati-hatilah. Coba ku lihat hidungmu."
Dia memajukan wajahnya ke wajahku
Deg deg
"Terlalu dekat," ucapku membatin.
"Hidungmu baik baik saja?."
"I-iya.."
"Lain kali hati hati yaa.. ayo aku sudah memesan meja spot favorit."
"Pojokan." Ucap kami bersama. Sedetik kemudian kami tertawa. Ah dasar receh. Hahaha..
Ada pelayan yang sedikit berlari hendak menabrakku, secara reflex tanganku mengait pada lengan Dirga. Seekor lelaki yang sedang berdiri di sampingku. Eh seseorang maksudnya..
Dirga pun reflex memegangiku.
"Kamu tidak papa." Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil."Maaf saya tidak sengajaa." Ucap pelayan itu.
"Iya tidak papa." Begitu ucapku.
"Kalau begitu saya permisi." Pamit pelayan itu dan aku hanya mengangguk.
"Kamu yakin. Kamu tidak papa." Tanya Dirga sekali lagi.
"Iyaa Tuan Dirga."
"Bisa tidak jangan pakek tuan." Dia cemberut. Ternyata dia juga punya sisi yang seperti ini. Aku terkekeh pelan. Menepuk pundaknya.
"Sudah ayo jalan. Aku lapar."
"Baik tuan putri silahkan."
Singkat cerita aku sampai di meja yang dia katakan spot favorit. Memang benar yaa spot favorit pojok adalah sebuah hal indah. Aku membuka jendela yang ada di sana. Angin menerpa rambutku, segar dingin dan sejuk menjadi satu. Malam ini bulan purnama bersinar dengan terang.
"Kamu suka?."
"Sangat." Jawabku dengan masih tetap menatap bulan.
"Seperti namamu. Niki Candra."
Kali ini aku melihat kearahnya dan tersenyum. Dia terdiam entah apa yang sedang dia pikirkan.
"Permisi anda mau pesan apa?.""Nik. Kamu mau pesan apa?."
"Yang enak pokoknya. Kamu yang pilih."
"Oky."
Ponselku bergetar. Ternyata pesan e-mail. Aku membacanya sebentar. Namun aku merasa seperti di awasi, aku pun mendongak.
"Hellow jangan menatapku seperti itu, apa ada yang salah di wajahku.""Alismu tidak simetris."
Aku buru-buru mengaca di ponselku. Lalu terdengar suara tawa yang membuatku mendongak melihatnya.
"Kamu mengerjaiku."Dia masih terus tertawa yang semakin membuatku jengkel. Aku kesal.
"Terus saja tertawa. Aku mau pulang saja." Aku mengambil ponsel dan dompetku bergegas untuk pergi. Tapi Dirga mencekal tanganku.
"Duduklah. Ayoo duduklah dan maaf." Ucapnya lembut padaku.
Aku pun mendengus lalu duduk.
"Jangan cemberut doong. Ayooo makan duluu."Pesanan kami datang, aku pun diam menikmati makanku. Aku merasa Dirga sedang menatapku, aku meliriknya sebentar dan benar dia menatapku.
"Bisa tidak jangan menatapku. Tak enak rasanya saat makan di tatap seperti itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In December
RomansDibulan itu aku bertemu dan dibulan itu pula aku berpisah. 1 tahun cukup membuatku remuk dan terguncang. dihari bahagiaku seketika berubah menjadi hari terburuk. "kamu pergi begitu saja." Meski ku memohon pun percuma, Dia jahat padaku. Dia tak akan...