Parental consent*

12 1 0
                                    

Sebelum masuk aku lirik si Devan dia berdiri kaku di depan lalu ku tutup pintunya dengan kencang.

"Terima kasih."

Dia datang dengan setelan rapi, jaz hitam dan fantovelnya tak lupa.
"Bii bikinin minum yaa ada tamu."

"Iya mbak Niki."

Aku duduk di sofa single. Menatapnya lurus. "Mau apa kemari?."

"Main."

"Ha?? Ini masih pagi tuan Dirga. Anda.."

"Siapa sebenarnya laki-laki tadi?."

"Kekasihku. Eh mantan lebih tepatnya."

"Ouh sudah putus."

"Yaa seperti itu."

Saat aku berdiri tiba-tiba.
"Eh ada nak Dirga. Mau apèl pagi yaa.."

"Eh iya om. Habisnya tadi aja telat dikit, udah ada jangkrik di depan rumah om."

Aku menaikkan alisku. Ha? Jangkrik?.

"Musnah kan saja nak. Suaranya itu loh mengganggu."

"Nah.. kalo mengganggu harus di singkirkan memang." Ucapnya lalu mengerling padaku. Aku di buat bingung karnanya, salah makan ya dia. Aku melihat jam dinding.

"Pa. Dir. Aku siap siap kerja dulu ya."

"Iyaa." Ucap mereka berdua. Uh kompak sekali cocok kalo jadi mantu dan mertua. Eh ups kan anak papa yang perempuan aku doang. Iih amit-amit.

Sekitar 45 menit aku turun lengkap dengan jas wanita dan tas laptop, menaruhnya di sofa ruang tamu. Lalu menarik kursi di meja makan.

"Sayang nanti berangkat sama nak Dirga aja."

"Kenapa? Kan Niki biasanya pakek mobil sendiri."

"Papa kamu lupa ngambil. Kemarin malem petugas deller bawa semua mobil buat di service. Kecuali mobil papa si Ino."

Oh iya perkenal kan orang tuaku, si papa namanya Handoko Wiratama dan mamaku yang cantik jelita mempesona namanya Merissa Kandita. Adikku yang kecil si embul namanya Elvaro Barasadewa.

Aku menatap tajam papa. Dirga duduk di sebelahku menyengir kemenangan. Jangan-jangan.. ah papa bukannya dukung anaknya.

Sesekali mengerling padaku. Ah sial. Aku makan dengan cemberut. Dapat ku lihat papa yang dengan serunya berbicara dengan pria itu..

"Aku selesai."

Aku langsung berdiri dan tak menengok kebelakang. Terdengar suara kursi di geser.

"Nik.. Nikii. Pa Dirga pamit yaa."

Hah? Papa? Apa apaan iniii.. heh?! Sejak kapan. Ah bodo laaah..

"CEPATLAAAAH. BOSKU SUDAH TERIAK-TERIAK INI."

Aku kasar?? Hahah biarkan, berhadapan dengan orang arogan seperti dia harus dengan kasar. Tampaknya dia berlari mengejarku,, aku hanya terkekeh kecil. "Rasakan." Ucapku dalam hati.

"Kenapa? Ada yang salah dengan wajahku."

"Tidak ada. Ayo silahkan masuk."

Begitu pintu mobil di buka aroma kopi bali menguar dan memenuhi rongga hidungku. Aromanya.. Menenangkan.. Nyaman.

Tak butuh waktu lama aku masuk dan ponselku berdering.
"Hallo pak."
"Nikiiii.. Kamu taruh di mana map hijaunya."
"Saya bawa pulang."
"Heyy itu bahan rapat hari ini."
"Saya tempe pak."
"Tahuu.. kamu yaa. Jangan lupa di bawa looh ya."

Aku membuka tas laptopku dan mengeluarkan isinya. Dan menemukannya.
"Aaah pak. Saya lupa. Mon maap."
"Astaga! YA TUHAN... kenapa aku punya sekertaris biadab seperti wanita ini."
"Pecat saja paak." Sahut Dirga yang baru saja selesai memakai safetybelt.

Aku memelototinya dan mendengus di depannya.
"Siapa itu?. Kamu kan baru putus dari si.. siapa itu? Devon?."
"Devan bapak Dewa."
"Lah iya itu lah. Siapa itu?."
"Pak sudah yaa.. nanti aja tanya nyaa. Saya matiin pak. Dada.."
"Das.." Tuuuut

Aku langsung mematikan telfonku. Dasar bos kepo untung anak-anak dan istrinya baik. Aku merasa seperti di tatap lantas aku menengok ke samping dan benar saja.
"Ada apa?."

"Bisa gila aku jika punya sekertaris sepertimu."
"Huh.. mana berani sekertarismu seperti aku. Dengan bos arogan dan dingin sepertimu mana berani."
"Jangan seenaknya menyimpulkan nona."
"Haha. Maaf sengaja." Tawa yang ku buat buat.

Suasana berubah jadi nyenyat.
"Bagaimana jika kita menikah?!." Katanya dengan nada yang berubah jadi serius dan datar.

"Maksudmu."

"Orang tua kita setuju untuk menjodohkan kita."

"Tapi aku tidak."
"Akan tetapi.. sayangnya-," ucapan Dirga terjeda sebentar.
"Sayangnya?!."
"Aku setuju."

Aku diam menatapnya, memahami kata demi kata yang keluar dari mulutnya. Menikah? Dengannya? Tidak mungkin.

Dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu berkata.
"Papa kamu sudah setuju dengan perjodohan itu."

"Jadi mari kita mulai jalani sekarang. Mulai membuka hati untuk menyukai dan memahami." Lanjutnya yang membuatku berdebar.

Aku memang tidak menyukai pernyataannya. Tapi Aku bukan perempuan yang jika ada masalah dengan seseorang di dalam mobil, lalu  keluar dari mobil dan kabur. Kabur tidak ada di dalam kamusku..

Aku hanya diam dan membuang pandanganku keluar jendela. Di balik diamku ada banyak fikiran yang berlewatan di dalam otakku.
"Perjodohan yaa." Gumamku dalam hati.

Terdengar helaan nafas yang di susul ucapan "Fikirkan baik-baik. Jika kamu menolak katakan pada papamu sendiri." Ucapnya. Tak lama terdengar deru mesin pertanda mobil sudah di nyalakan.

Setelah sampai di depan gerbang kantor,mobil berhenti. Aku hendak membuka pintu.
"Nanti kamu pulang jam berapa?."

"Ada apa memangnya?. Jam 4."

"Nanti aku jemput."

"Terima kasih."

Lantas aku turun lalu menutupnya dan melangkah tanpa menengok kebelakang. Menyapa petugas security yang sedang bertugas lalu bergegas masuk kedalam, kemudian menuju ruanganku dengan lift.

Ting

Pintu lift terbuka ku langkahkan kakiku kedalam ruanganku. Saat aku membuka pintu, suara pak Dewa mengagetkanku.
"Siapa?."

"Astaga bapak. Saya kaget, bagaimana kalo saya mati karena serangan jantung?"

"Halah tak akan sampai sebegitunya. Jadi siapa? Lalu kemana si Devan Devan itu?."

"Putus. Dan bapak tidak ada pekerjaan ya, hingga bisa mencampuri masalah percintaan saya."

"Hallah.. Sensian kamu yaa. Tidak usah mengalihkan pembicaraan. Jadi siapa pria yang mengantarmu tadi?."

"Calon suami saya. Sudah puas?."

"Saya tidak percaya."

"Ya sudah."

Pak dewa keluar dari ruanganku sebelum itu dia berkata..
"Kamu lagi kedatangan tamu bulanan yaa." Blush telingaku memanas. "Ahaha.. benar kan."

"Pergilah pak. Aku harus mengerjakan proposal yang anda minta."

"Mana ada pegawai mengusir bosnya." Ucapnya setelah itu dia pergi.  "Mana map hijaunya, Niki!"

****

Saat pulang aku terlupa bahwa aku tak membawa kendaraanku. Aku berniat pulang dengan taksi,, namun  ada mobil MUV yang berhenti tepat di depanku. Jendelanya terbuka dan..

"Ayo masuk. Kita sudah sangat terlambat." Katanya. Tapi aku masih diam dan larut dalam kebingungan.

Tiba-tiba saja dia sudah menarik tanganku membawaku masuk ke dalam mobilnya. Dia pun berlari memutar masuk ke kursi kemudi, kembali menjalankan kendaraannya menuju rumahku.

Begitu sampai di rumah banyak mobil terparkir di depan rumahku.
"Ada apa ini?." Tanyaku padanya. Pada lelaki bernama Dirga. Dia hanya menghendikkan bahunya lalu berjalan masuk.

Aku pun melangkahkan masuk. Dan disana ada kedua orang tua Dirga dan sanak saudaranya. Beserta kedua orang tuaku dan adik gembulku.

"Mah pah ada apa ini?." Tanyaku sembari menggendong adikku yang merengek kepadaku. Di sampingku ada Dirga.

Rain In DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang