Kebersamaan

12 2 0
                                        

"Kenapa manusia lebih suka sunset dari pada sunrise?."

"Karena manusia lebih suka meratapi yang telah berlalu dari pada menyambut yang datang." Ucapnya.

Aku menatap senja di depan sana, deburan ombak terdengar mengiringi setiap hembusan nafas.
"Boleh ku minta sesuatu?." Ungkapnya yang membuatku melihat ke arahnya.

"Apa?."

"Nanti jika mungkin kamu jatuh cinta padaku,, bisa kuminta untuk jangan terlalu mencintaiku." Ucapnya yang membuatku mengernyit.

"Karena jika nanti aku pergi,, rindumu pasti akan terus bertambah tanpa tau caranya berkurang. Rindu tanpa pertemuan itu berat."

Dia menoleh padaku. Mata kami bertemu. Perlahan dia mendekatkan wajahnya. Sampai sesuatu yang kenyal mendarat di keningku. Mataku tertutup merasakan sensasinya.

Dengan latar matahari terbenam dia, Dirga untuk pertama kalinya mencium kening seorang wanita selain ibunya.

"Aku bukan lelaki yang bisa merangkai kata. Aku hanya lelaki yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Awalnya aku mengira cinta memang tak harus bersama, tapi ternyata Tuhan mengabulkan do'aku satu persatau."

"Apa yang kau do'a akan?." Entah apa yang membuatku bertanya tentang itu.

"Melihatmu dari dekat. Memegang tanganmu. Bersamamu menyaksikan matahari terbenam di tempat kesukaanku yaitu pantai. Ada satu lagi yang entah akan terlaksana atau tidak,,."

"Apa?."

"Suatu saat nanti kamu akan tau."

Dia memalingkan wajahnya menatap detik-detik terakhir dari cahaya sunset. Yaa benar kata Dirga karena manusia lebih suka meratapi yang sudah berlalu dari pada menyambut yang datang.

Devan adalah masa lalu. Kini ada Dirga yang menemaniku memandang kedepan. Bisakah aku membuka hati untuknya??. Ya Tuhan, jika memang dia takdirku permudah lah aku untuk mencintainya.

Dia mengantarku pulang tepat pada waktunya pukul 7 malam setelah makan malam.

"Kamu tidak masuk dulu." Tawarku padanya. Dia menggeleng.

"Sampaikan salamku pada papa mama. Juga si kecil." Ucapnya sambil bersandar di badan mobil.

"Ah, baiklah. Aku.. masuk." Ucapku kemudian berbalik. Ia mengucapkanki selamat malam.

"NIKI." Panggilnya yang membuatku berhentii tanpa menoleh.

"Kamu tau. Kamu masih sama seperti 13 tahun lalu."

13 tahun lalu??. Begitu aku berbalik dia sudah masuk kedalam mobil dan tersenyum kepadaku sebelum menjalankan mobilnya.

"Eh tunggu."

****

Tok
Tok
Tok

"Mbak.. "
"Iya bii."
"Ini mbak ada surat."
Dengan rambut yang basah ku membuka pintu. Lalu Bi Ria menyerahkan amplop padaku.

Surat ke 3 dalam dua minggu terakhir yang kudapatkan.
Dear calon istri.

Apa kabar?
Ku yakin kamu baik. Karna aku baik baik saja. Kamu masih sama ya seperti 13 tahun lalu. Yang beda cuma yaaaa... caramu melawanku dan menatapataku. Dulu memdengar suaraku saja kamu sudah lari,, hahhhahah... tapi sekarang bahkan kamu mendebatku bahkan juga menatap mataku yang dulu kamu bilang di belakangku.

"Tatapan mata Tama,, tajem banget sumpah. Aku sampek takut pas papasan sama dia di depan kantor guru tadi."

Aku masih mengingatnya. Kamu ingat,, seorang siswa populer yang dikenal dengan nama Tama. Itu adalah aku.

Sudah dulu yaa,, aku harus menyelesaikan pekerjaanku di Jakarta agar aku bisa segera pulang dan mengurus pertunangan kita. See you..

Nama Tama berkeliaran diotakku mencari serpihan ingatan yang ku lupakan. 13 tahun lalu berarti saat aku kelas 1 Smp kan. Coba ku tanya teman teman smp yang masih berkomunikasi denganku. Namanya Marina.

"Woy mar..."
"Apaan say."
"Lu inget Tama nggak. Siswa populer semasa Smp."
"Uuuyy ya jelas inget doong. Cwok tampan kek dia mah.."
"Yaaang.." suara suaminya.
"Ya yaa maap. Sorry ada gangguan suami gua cemburu."
"Andi itu ya dari dulu kagak berubah issh.. padahal udah nikah udah punya buntut 2 hampir 3."
"Namanya sayang say. Jadi gimana?? Napa lu tiba-tiba nanyak in dia."
"Nggak papa sih cuma nanyak aja. Eh btw nama panjangnya siapa sih."
"Eh bentar-bentar. Kalo gak salah Dirga Saputra Pratama."
"D-Dirga?!."
"Iya.. dia dulu kakak kelas 3. Dia suka tuh nongkrong di atas genteng sekolah terus sering gue liat dia liatin lu terus dari at-,"
"Kenapa nggak bilang sama gue?."
"Gue takut lu makin takut sama dia."
"Aaargh.. yaudah deh makasih infonya. Salam buat andi dan anak-anak. Bye sayang eeemmmuach."

Tuut..

***

27 Desember 2016

Hatiku sudah menetapkan pilihan. Kini tinggal bagaimana hati dan pikiran bisa bekerja sama untuk menghilangkan kata keterpaksaan. Setelah malam itu Dirga pergi keluar kota, yaitu Jakarta, kini terhitung 2 minggu lebih 2 hari mungkin. Dan hariku pun seperti biasa.

Namanya juga bulan Desember.
"Eh hujan." Ujarku sambil tetap berdiri di tempatku.

"Eh.." Kembali ku terkejut saat ku dapati sebuah payung terbuka diatas kepalaku.

"Kenapa malah berdiri saja?."

"Dir-Dirga." Dia tersenyum begitu manis.

"Rindu tidak." Dengan sikap tengilnya yang menaik turunkan alisnya.

"Kau-" ujarku yang sengaja ku jeda lalu "kau menakutkan."

Ku pukul payung hitam polkadot itu hingga terjatuh lalu ku berlari, sesekali mengejeknya.
"Wleeek."

Dia menggeleng dan terkekeh pelan. Kemudian mengejarku.
"Hey calon istri idaman,, jangan tinggalkan kakanda." Teriaknya diantara banyaknya pejalan kaki dengan payung payung mereka yang telah mengembang.

"Kejar aku kalau bisa."

Aku suka hujan. Bulan ini bulan paling membuatku bahagia. Setelah dia pulang rasanya hatiku penuh. Aku terus berlalu dan kembali menjulurkan lidah untuk mengejeknya.

Kami berteduh di halte dekat dengan lokasi kami bertemu. Jika di lihat lagi dia tampan, walau senyumnya itu tetap menjengkalkan. Dan ya seram.. heheh.
"Dari mana?." Tanyanya padaku.

"Dari berenang di supermarket." Cetusku. Dia terkekeh.

"Mana ada."

"Bagaimana kabarmu,Dir?." Tanyaku membuka obrolan.
"Baik. Pekerjaanku juga baik dan lancar."
"Syukurlah."

Percakapan kamu berhenti sampai situ saja. Setelah itu dia mengantarku pulang. Dan sesuai rencana kami mengadakan pertunangan 2 bulan lagi. Sesekali kami bertemu untuk membahas acara itu mulai dari dekor hingga kostumnya.

***
10 Januari 2017

Aku bangun begitu pagi karna akan ada fitting baju untuk pertungan kami beberapa minggu lagi.

"Selamat pagi ma."

"Pagi sayang. Tumben udah bangun."

"Mau fitting baju pukul 7."

Aku kembali sibuk dengan sayur ditanganku. Tanpa ada angin atau hujan mama menanyakan sesuatu yang membuatku diam.

"Sayang.. bagaimana perasaanmu pada Dirga?"

Aku diam memandangi mama. Apa yang harus ku jawab,, aku tidak tau.

"Niki. Kenapa diam? Jawab mama."

"Kenapa sih ma kok tiba tiba nanyak itu." Elakku.

"Kamu ini di tanya kok malah balik nanyak."

Aku terkekeh untuk mengalihkan topik. Kemudian papa datang dengan si kecil di gendongannya.

"Ini ciwi-ciwi masih pagi udah nongkrong di dapur aja."

Menit berikutnya ada bi Ria yang baru datang dari berbelanja di kang sayur.

Rain In DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang