Sebuah penghianatan dari kekasihku dan sahabatku, yang aku saksikan tepat di depan mataku. Sakit. Menyesakkan.
Rasa itu mendorong kakiku melangkah berlari diantara rintik hujan yang dengan senang membasahi tubuhku. Tanpa sengaja aku menabrak sesuatu . Mataku menangkap sepasang sepatu fantovel hitam. Terus ku ikuti hingga ku melihat, melihat sepasang bola mata coklat yang terkesan dingin dan menenangkan. Tatapannya begitu tajam, san menusuk. Seonggok daging yang berdiri angkuh didepanku.
"Pergi dari jalanku"
Suara berat entah mengapa seperti melodi ditelingaku. Dadaku berdebar, debaran apa yang tengah ku rasakan ini. Seakan dia adalah magnet yang menarikku mendekat. Harus kah ku pergi atau tetap maju seraya memandangnya. Namun sekarang yang aku inginkan adalah terus melihatnya.
"Apakah kau tuli?."
Lagi lagi dia berintrupsi agar aku menyingkir dari jalannya,maka aku pun menyingkir dan memberikannya jalan. Pria yang dingin itulah kesan pertamaku tentang dia. Aku tidak menyangka bahwa akan ada pertemuan demi pertemuan yang tidak sengaja, dan itu membawaku untuk tau bagaimana rasanya terjatuh terlalu dalam. Dari banyaknya pertemuan tak sengaja itu membuat kami semakim dekat.
Hingga di suatu saat, di 3 hari sebelum hari hari bahagiaku. Di hari yang ku tunggu yaitu hari ulang tahun dan hari pernikahanku. Dia mengajakku melihat apartemant yang akan kami huni setelah menikah, aku sudah menolaknya tapi dia memaksa. Sebelum sampai dia menepikan mobilnya dan keluar untuk menyeberang. Salahku, salahku yang tidak menghentikan dia. Dia membeli bunga cantik untukku, tapi sebelum sampai padaku. Tubuhnya telah melayang jauh meninggalkan aku. Dia meninggalkan aku dalam artian yang sebenarnya. Meninggalkan luka yang hampir tak pernah bisa aku lupakan. Dia datang membawa bahagia dan meninggalkan satu luka yang begitu dalam menggores hatiku.
Datang menawarkan cinta, mengulurkan tangan untuk menapaki jalan hidup bersama serta menawarkan janji yang indah. Pernikahan.
Namun di tengah itu semua..
BRAK
Dia meninggalkan aku. Dia ingkar janji. Dia mendustaiku.
Suara yang begitu keras terdengar memekakkan telinga, tragedi itu terjadi di depan mataku. Semua orang bersorak, bukan sorak bahagia namun keterkejutan. Aku diam seribu bahasa. Sekujur tubuhku melemas,bergetar. Tenggorokanku tercekat. Berkedip pun aku tak mampu. Aku hanya mampu diam dan terpaku. Otakku membeku.
Riuh ramai, sampai suara ambulance terdengar menyadarkan aku. Aku keluar dari mobil, dan berlari menghampirinya. Tiba-tiba pandanganku memburam, tubuhku terhuyung. Aku terjatuh di dekatnya.
Bruk
"Dir...," ucapku lirih. Tanganku berusaha menggapai tangannya. Air mataku terkucur. Rintik hujan mulai membasahi kami.
Dia akhirnya membuka matanya lemas. Tanpa suara dia berkata, "aku mencintaimu."
Setelah itu semua gelap.
Memori sebelum tragedi itu memutar di kepalaku. Malam sebelum tragedi itu, hujan deras dia datang mengetuk pintu rumahku. Aku membukakan pintu.
"Ada apa? Kenapa kemari malam-malam hujan seperti ini, besok kita akan bertemu dan setelah 4 hari kita akan bertemu setiap hari." Dia masih diam. "Hey ada.."
"Maaf. Jika selama ini aku banyak membuatmu memendam emosimu padaku. Maaf. Jika selama ini terkadang aku menyebalkan untukmu. Maaf . Jika selama ini banyak janji yang ku ucap tapi jarang atau belum ku tepati." Dia terdiam begitu lama seraya memandang mataku.
Sorot matanya terlihat sendu.
"Kenapa tiba-tiba-,""Aku tak ingin menyesal. Aku ingin mengatakan sesuatu, aku mencintaimu dan selamanya akan begitu. Aku beruntung memilikimu, my Sunshine. Aku sangat sangat mencintaimu."
"Ugh." Dia menarikku dalam pelukannya. Pelukan yang menenangkan hatiku, ku harap aku tak pernah kehilangan pelukan ini. Ily lelakiku.
Kilasan memori yang menjadi hal yang paling tak akan ku lupakan. Hari terakhir aku melihatnya. Dia meninggalkanku, dia tidak menepati janjinya. Aku bahkan tak sempat mengatakan bahwa aku mencintainya.
"Dirga.." ucapku lirih dengan isakkan yang terdengar menyayat.
TUHAN, aku mencintainya. Kembalikan dia kepadaku, kumohon.
Namun ternyata Tuhan tak mengabulkannya. Percuma ku memohon dengan derai air mataku DIA jahat padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain In December
RomantizmDibulan itu aku bertemu dan dibulan itu pula aku berpisah. 1 tahun cukup membuatku remuk dan terguncang. dihari bahagiaku seketika berubah menjadi hari terburuk. "kamu pergi begitu saja." Meski ku memohon pun percuma, Dia jahat padaku. Dia tak akan...