"Ah, Hyung. Kumohon. Kenapa kau terus melibatkanku dalam kondisi seperti ini?"
Jimin menyandarkan tubuhnya frustasi di balik kursi kemudi. Meremat poninya pelan, matanya memperhatikan bagaimana gelagat Yoongi di sampingnya yang masih melakukan pengintaian ilegal tanpa rasa bosan.
"Kenapa aku menghabiskan waktu liburku seperti ini?" Gerutunya lagi yang masih tak mendapat perhatian dari Yoongi.
"Aku ingin pulaaaang."
"Duduk saja yang tenang."
"Hyung, sudah dua jam kita seperti ini. Mau sampai jam berapa?"
"Sebentar lagi."
"Hyung juga berkata seperti itu satu jam yang lalu."
"Sebentar lagi oke? Sebentar lagi. Ini serius."
Jimin memandang Yoongi dengan mata memincing tanda tak percaya, sedikit menahan kemauan untuk memberontak, ia membiarkan Yoongi kembali dengan segala keinginan hatinya.
Sebenarnya ia sama sekali tidak keberatan untuk membantu para member yang meminta bantuan. Bahkan tanpa di minta Jimin pasti bersedia melakukannya dengan senang hati. Hanya saja objek yang dituju Yoongi kali inilah yang membuat dia resah.
Menghembuskan nafas pelan, Jimin masih merasa tak enak. Tapi seberapapun usaha untuk ia tak peduli, nyatanya rasa penasaran dengan pemandangan yang membuat Yoongi betah berlama-lama duduk di kursi penumpang lebih mendominasi hatinya, hingga mau tak mau membuat Jimin ikut memperhatikan arah pandang Yoongi.
Berada di pinggir jalan yang banyak dikelilingi tanah hijau lapang membuat Jimin merasa berada di tengah desa dalam perkotaan. Bahkan ia sempat terkejut ada wilayah hijau seperti ini di tengah padatnya kota.
Hampir setiap rumah yang berdiri seperti terpisah oleh sepetak lahan luas yang terkadang ditumbuhi tumbuhan hijau, namun ada pula yang hanya berupa tanah hijau kosong. Membuat orang yang memasuki wilayah tersebut merasakan hawa sejuk di tengah hiruk pikuk polusi kota.
Dan di seberang sana, di tempat yang paling luas diantara tempat lainnya. Berdiri sebuah bangunan besar yang dari palang tulisan dapat Jimin baca 'Panti Asuhan Huin Bidulgi'.
Memiliki halaman rumput hijau yang luas, tempat itu di batasi oleh pagar kayu putih dan tanaman boksus setinggi pinggang orang dewasa. Membuat tempat itu terkesan asri dan menyenangkan. Jangan lupakan juga beberapa gazebo minimalis yang tersebar dibeberapa titik halaman, menambah kenyamanan orang yang datang.
Saat itu waktu menunjukkan pukul sebelas siang, maka tak heran jika tempat itu terlihat ramai akan anak-anak yang berlarian di halaman atau melakukan kegiatan rutin yang biasa mereka lakukan. Diantara keramaian tersebut, mata Jimin kembali menangkap sosok gadis yang sudah familiar dimatanya. Shin Jina.
Gadis itu menggunakan kemeja modis putih yang dimasukkan kedalam rok kuning berbahan jatuh sepanjang lima senti diatas lutut, sedang berbincang dengan gadis seumuran dengannya yang tampak duduk di kursi serta wanita lebih tua yang tengah berdiri di teras kayu gedung utama panti.
Manis. Bahkan Jimin dapat menilai seberapa kadar kemanisan Jina saat ini yang tengah menampilkan raut cerah secerah tema bajunya.
"Kenapa ketika di tokonya dia tidak menyambut kita seperti itu?" Jimin menukas heran.
"Dia bahkan lebih galak dari ibu bebek. Hyung, coba dengar aku. Aku memang tidak begitu memahami bagaimana jalan cerita cinta kalian berdua, tapi kenapa Hyung berusaha sekali mengejar Jina Noona? Dia bahkan tampak tak ingin bertemu denganmu."
"Ini memang aneh, disaat banyak orang yang ingin bertemu denganmu, kenapa dia malah tidak mau? Memang apa yang sudah Hyung lakukan pada Jina Noona? Oh, kira-kira bagaimana reaksinya saat mendengar aku memanggilnya seperti itu ya? Dia pasti melotot. Seperti ini." Jimin memelototkan matanya yang sipit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANS [Min Yoongi] ✔
Fanfiction#2. BTNoc Universe. Pada dasarnya, namamu adalah hati asmaraku. Sedingin salju Sekeras batu penolakanmu atasku, takkan mampu menghentikan jalanku untuk melewati gurun hatimu. Dan ketika secelah cahaya muncul di pintu, harapan besar mengguman dari lu...