Jina sama sekali tidak tau bahwa tindakan buruk yang tanpa sengaja ia lakukan beberapa waktu lalu ternyata berdampak sebesar ini pada dirinya.
Melumpuhkan seluruh sistem syaraf tubuhnya, mengacaukan kinerja otaknya.
Berdiri dengan pandangan putus asa di depan pintu kaca buram bertuliskan 'Genius Lab' besama Jungkook disampingnya, bukanlah suatu hal yang ia lakukan tanpa alasan.
Jina menyadari kesalahannya dan ia bertekad harus menyelesaikan sekarang juga. Semua harus segera diselesaikan atau kesakitan antara dirinya dan orang yang saat ini hendak ia temui akan semakin bertambah.
"Suga Hyung, tidak mengangkat panggilannya. Apakah kita langsung masuk saja Noona?"
Setelah menekan bel beberapa kali dan tidak mendapat balasan, Jungkook berinisiatif untuk menggunakan ponselnya dan mendapatkan hasil yang masih saja mengambang.
Yoongi pasti sengaja menghindarinya.
Jina mengalihkan perhatiannya dari pintu untuk menatap mata rusa didepannya dengan pandangan sulit.
Hanya laki-laki ini yang ia temukan ketika ia sedang kalang kabut dengan keadaannya tadi.
Memberinya minuman yang terasa sulit untuk masuk dalam tenggorokan, lantas menenangkannya dengan cara yang lucu. Hingga kemudian berakhir dengan keputusan Jina untuk meminta bantuan mengantarkannya pada ruang studio Yoongi.
"Kau.. tau nomor pinnya?"
Sedikit menggembungkan kedua pipinya, Jungkook mengangguk. Membuat Jina berfikir akan ketidak bergunaan usaha Yoongi dalam memasang kode pengaman pada ruangannya, ia yakin bahwa Jungkook pasti bukanlah satu-satunya orang yang mengetahui kode pintu tersebut.
"Apakah.. kau yakin dia ada di dalam?"
"Ya. Aku melihatnya masuk ke studio sebelum ia memerintahkanku untuk menghampirimu di lobi manajer tadi."
Mendengar penjelasan terakhir Jungkook, Jina kembali menundukkan kepala dengan raut bersalah, ia jadi meragu dan sangat gugup sekarang.
Apa yang harus ia lakukan? Apakah ini keputusan yang benar?
Hari-hari terakhirnya kembali diisi dengan kehadiran Min Yoongi. Menumbuhkan lagi perasaan yang telah layu, menggoyahkan diding batu yang telah lama membeku.
Yoongi memang menunjukkan kesungguhannya pada Jina, tanpa harus laki-laki itu melakukan sesuatu pun Jina sudah bisa merasakan ketulusan yang amat nyata dari matanya. Memberi warna baru, memberi senyum baru, bahkan setelah apa yang baru saja ia lakukan, laki-laki itu masih tanpa ragu memperhatikan kondisi Jina.
Tapi Jina masih saja merasa enggan untuk menyambut.
Setelah semua rentetan hal terjadi, ia masih merasakan kekerasan hatinya yang tak mau menerima kelembutan hati Yoongi.
Membuat ia sadar seberapa buruk dirinya, membuat ia sadar mungkin memang keputusan Yoongi meninggalkannya kala itu merupakan hal yang tepat karena selamanya, dia sama sekali tak pantas untuk Yoongi.
Yoongi berhak mendapatkan seseorang yang mau menyambut ketulusan hatinya dengan balasan setimpal, bukan orang seperti Jina yang selalu menampik dirinya dengan tindakan dan perkataan kasar.
Kesimpulan dari otak Jina saat ini, dirinya tidak akan menjadi hal baik untuk Yoongi.
Lalu ketika satu nama terbesit lagi di kepala. Bulatan tekat lekas menggumpal di hati Jina.
Baiklah. Yoongi, mari kita selesaikan ini.
Memalingkan wajah kesamping, Jina memandang Jungkook dengan raut tegas bercampur sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANS [Min Yoongi] ✔
Fanfiction#2. BTNoc Universe. Pada dasarnya, namamu adalah hati asmaraku. Sedingin salju Sekeras batu penolakanmu atasku, takkan mampu menghentikan jalanku untuk melewati gurun hatimu. Dan ketika secelah cahaya muncul di pintu, harapan besar mengguman dari lu...