First day

303 43 1
                                    

Pernahkah kalian berbohong agar bisa berbaur dengan yang lain? Berpura-pura bahwa hidupmu sama seperti mereka, kemudian tertawa bersama seolah kalian terikat dalam hubungan 'pertemanan'?

Percayalah, itu terasa menyedihkan.

Namun aku tetap menjalaninya.

×××

Matahari kembali menunjukkan sosoknya dari ufuk timur. Pagi ini kembali datang, seperti biasanya. Aku berjalan melewati koridor kelas yang sama lagi, duduk di bangku yang sama, dengan penghuni kelas yang sama.

Namun itu hanya ilusi belaka, tidak pernah ada satu hari pun yang sama. Karena hari ini hanya terjadi sekali. Meskipun tanggal berulang, hari ini tidak akan pernah terjadi lagi.

"Hei, kau sudah memakan sarapanmu?" itu suara Hyunsuk —baiklah aku akan menyebutnya teman-ku.

"Sudah." aku tersenyum simpul dan kembali menyibukkan diri dengan ponselku.

Belum, bahkan kemarin aku melewatkan makan malam.

Hyunsuk berhenti bertanya, seperti biasanya. Hubungan pertemanan yang kumaksud hanyalah aksi saling sapa belaka. Kurasa mereka pun tidak berusaha mendekat —atau mungkin aku yang tanpa sadar memasang sekat?

Aku terus menggulir layar yang menampilkan foto serta tulisan dibawahnya, menekan tombol hati dan terkadang meninggalkan komentar. Aku masih tidak mengerti mengapa aplikasi ini sangat digandrungi. Namun hanya satu yang aku mengerti.

Aku harus seperti mereka.

Agar mereka tidak menaruh simpati dan curiga.

Agar aku nampak baik-baik saja.

Pelajaran kesenian selalu membosankan bagiku. Kami dipaksa untuk menggambar dengan struktur sempurna tanpa kekeliruan satu titik pun. Banyak yang mengeluh, namun kami semua tetap mengerjakannya.

Bukankah semua orang juga bersikap munafik?

Bel istirahat akhirnya berbunyi, guru kami keluar dan masing-masing mulai mengeluarkan bekal makanan dari tas sekolahnya.

Aku berdecih, entah untuk meremehkan atau hanya untuk menyembunyikan rasa iri. Kami bahkan sudah di tingkat atas. Usia kami sudah melebihi batas legal pembuatan kartu penduduk.

Dan orang tua mereka masih memasakkan sarapan serta membuatkan bekal untuk dibawa ke sekolah.

"Aku akan pergi ke kantin, kalian makanlah duluan." ujarku sebelum melesat berlari ke kantin dengan langkah riang.

Aku muak berbohong seperti ini. Kemarin aku mengatakan bahwa bekalku tertinggal, kemarinnya lagi aku mengatakan bahwa bekalnya terlalu enak sampai kuhabiskan di rumah.

Alasan saja.

Aku tidak sempat membeli nasi dan lauk sebelum sekolah, lalu ku masukkan ke dalam wadah mangkuk plastik seperti biasa, kemudian menyuarakan bahwa ibuku yang memasaknya. Bahwa ibuku bisa memasakkanku berbagai macam hidangan setiap harinya.

Alasan saja.

Bahkan aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya 'masakan ibu'.

Apakah seenak itu?

Aku juga ingin tahu rasanya.
















Saturday,
Nov 7th, 2020
[04.20 PM]

Seven DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang