Fourth day

149 36 2
                                    

Pernahkah kalian teramat membenci seseorang? Bahkan untuk melihat wajahnya saja tidak ingin, apalagi harus mendengarnya berbicara?

Aku sangat membencinya.

Dan aku harus tinggal bersamanya, sampai waktu yang tidak ditentukan.

Tahu betapa sengsaranya aku?


×××

Aku berada disini lagi, bangunan beratap yang begitu membuatku risih. Bangunan dua tingkat yang didominasi oleh warna hijau pastel —memang tidak begitu buruk, namun bagiku tempat ini lebih buruk ketimbang jeruji besi.

Rumah, yang tidak terasa layaknya rumah.

Aku ingin pergi ke tempat itu, untuk menguraikan segala keluh kesahku, untuk sekadar memanjakan diri dan bersiap untuk hari esok. Tempat yang menenangkan dan terdapat ranjang pelepas penat.

Tetapi aku tidak bisa pergi kesana.

Mengapa?

Karena aku tidak pernah memiliki tempat itu, tempat untuk pulang.

Lagi-lagi aku penasaran, bagaimana rasanya jika memilikinya?

Apakah menyenangkan?

Tolong beritahu aku.














"Kak, sebentar lagi ayah akan membelikanku action figur baru!!" bocah delapan tahun itu terlihat meloncat dengan gembira usai menghampiriku dengan kabar tersebut.

Ia tidak memiliki hubungan darah denganku. Sudah jelas. Aku adalah anak tunggal, dan selamanya aku adalah anak tunggal.

Tunggu sebentar. Apa aku salah dengar?

Aku bahkan tidak memiliki kasur dan lemari yang layak pakai. Alas kakiku pun bagian bawahnya sudah berlubang.

Lalu mereka malah membeli barang tersier?

Apa aku salah dengar?

Beberapa bulan lalu mereka baru saja mengatakan bahwa aku tidak akan bisa melanjutkan studiku karena biaya.

Peringkat atas yang kuraih berturut-turut selama ini dihempaskan begitu saja. Lalu untuk apa aku belajar mati-matian selama ini?

Sebenarnya aku tidak terlalu terkejut.

Mereka memang tidak ingin membiayaiku saja.









"Permisi, paket." kudengar suara ketukan dari pintu depan. Aku segera membuka pintu dan membayarnya. Kemudian dengan malas kuberikan pada wanita itu. Percayalah, sepertinya aku melakukan ini hampir setiap hari.

"Paket lagi?" itu suara ayahku, aku cukup terkejut mendapatinya pulang lebih awal.

"Entah, padahal sudah kukatakan untuk berhemat. Ia hanya menghabiskan uang darimu untuk terus berbelanja online. Anak tidak tahu diri, padahal susah payah aku mendidiknya."

Aku mengangkat sebelah alis. Situasi ini kembali berulang. Kemudian ayahku akan menatapku seolah aku adalah putra paling tidak berguna dan menyusahkan dirinya.

Padahal sekalipun aku tidak pernah memesan barang secara online.

Percuma saja, ku jelaskan pun, wanita itu tidak akan bersalah. Bahkan jika terbukti ini bukan barangku, tetap saja aku yang bersalah.

Untuk apa aku membuang tenaga untuk menjelaskan?








Aku sudah menyerah. Aku tidak akan berharap apa-apa lagi.

Jika dahulu aku pasti akan menangis sesenggukan tengah malam, merutuki hidupku yang mengapa harus berjalan sedemikian.

Namun seperti yang sudah ku katakan. Aku sudah tidak peduli lagi.
















Entah kapan hal ini akan berakhir.

Aku sudah terlampau muak melihat rumah ini berisi suara tertawa yang memekakkan telinga. Suara yang membuatku jijik bahkan ketika ia hanya berbisik.

Sungguh, melihatnya kini tengah bersantai sedangkan aku mengerjakan seluruh tugasnya membuatku ingin muntah.

Aku hanya ingin dia pergi.

Namun aku tidak bisa melenyapkannya dengan tanganku sendiri. Mengapa? Karena ayahku mungkin akan gila.

Aku sudah lelah bertanya, jika ia begitu mencintainya lalu mengapa bertemu dengan ibu dan melahirkanku?

Mengapa menghadirkan eksistensiku jika kalian hanya menjalani hidup seolah aku tidak ada?

Aku juga lelah.

Bahkan aku yakin aku telah mati perlahan.

Tidak ada luka fisik yang mereka buat, namun mereka merusakku dari dalam, hancur lebur tanpa sempat aku pertahankan.

















Aku tidak pernah meminta banyak.

Aku hanya ingin hidup seperti sebayaku.

Aku lelah menjambaki rambutku frustasi seorang diri. Mengerang tertahan atas peliknya dunia yang tidak pernah berpihak padaku. Aku hanya ingin bebas dari jeruji ilusi yang terpasang di sekelilingku.

Aku terpasung di tempat ini

Dan aku sangat ingin pergi.












Tuesday,
Nov 10th, 2020
[04.10 PM]

Seven DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang