19. Kemarahan Zanna

28 17 0
                                    

Bagaimana tanggapan kalian mengenai cerita ini? Komen, ya guys. Jangan lupa juga vote atau share ke teman kalian si pencinta horor.

Selamat Membaca ❤️

***

Satu minggu Rinjai di rawat rumah sakit dan selama itu juga dia selalu melihat makhluk tak kasatmata. Hidupnya dilalui dengan begitu berat. Dia ingin sekali pulang, tetapi belum bisa mengingat kondisinya belum stabil.

Setiap malam selalu ada suara teriakan, jeritan pilu, tawa dan tangisan yang Rinjai dengar. Terkadang dia pura-pura tidak mendengar itu semua, tetapi sangat sulit. Rumah sakit yang menurut Rinjai banyak hantunya membuat dia tidak suka, apalagi berlama-lama seperti sekarang. Itu membuat dia hampir gila.

Makhluk mengerikan yang terkadang menunjukan wajah aslinya di depan Rinjai baik itu siang, pagi mau pun malam. Kedua mata Rinjai terbuka di tengah malam yang sunyi. Dia ingin sekali pipis, tetapi rasa takut melingkupinya. Di kamar mandi ruang rawat Rinjai sedang ada masalah. Jika ada yang mau pipis harus ke kamar mandi utama yang berada pojokan di rumah sakit ini.
Ingin meminta tolong kepada Rinai yang sedang tidur dengan posisi duduk.

Rinjai tidak tega, membangunkan mamanya di tengah malam seperti ini. Apalagi Rinai sangat kelelahan mengurusnya tadi.

Terpaksa Rinjai menahan rasa takutnya demi bisa pipis. Dia membawa infusnya, lalu turun dari brankar dengan langkah perlahan. Lampu di rumah sakit sangatlah terang yang bisa membuat Rinjai bernapas lega, meski dengan keadaan sunyi.

Menyusuri lorong dengan sedikit was-was. Takut, jika ada makhluk tak kasatmata yang muncul secara tiba-tiba. Semakin Rinjai berjalan, semakin terasa horor. Lampu lorong yang tadi terang kini mulai redup.

Entah hanya perasaan Rinjai atau memang benar ada yang memperhatikannya sejak dari tadi. Saat melewati ruang rawat yang sudah tidak terpakai lagi, tiba-tiba Rinjai mendengar suara teriakan dari dalam sana.

Tanpa mempedulikan teriakan itu Rinjai terus saja berjalan melewati ruang rawat yang terpakai maupun tidak terpakai. Suara ketukan dari lantai membuat Rinjai tersontak kaget dan langsung menghentikan langkahnya. Suara itu berasal dari belakang. Suasana yang tadinya biasa-biasa saja kini berubah mencengkam. Dia menoleh ke belakang dengan menatap ujung lorong yang gelap untuk menunggu siapa sosok yang terbangun di tengah malam seperti ini.

Pikiran negatif mulai menghantui Rinjai. Dia kembali mendengar suara ketukan itu yang semakin dekat ke arahnya. Tenggorokan Rinjai kering. Peluh keringat sudah membasahi wajahnya. Di sana, sosok makhluk sedang duduk dengan cara ngesot. Rambut panjang menjuntai, sehingga wajahnya tidak terlihat.

Baju seragam putih khas Suster pertanda bahwa dia adalah seorang Suster. Rinjai bingung melihat Suster itu terus saja ngesot. Di dalam pikirannya kenapa Suster itu ngesot? Apa tidak sakit? Dia saja tidak tahan untuk ngesot.

"Sus, kenapa ngesot? Nggak sakit?"

Sudah biasa.

Jawaban itu tidak membuat Rinjai yakin. Ingin bertanya lagi, tetapi urung saat mengingat tujuannya. Dia berbalik, lalu melangkah tanpa mempedulikan Suster itu yang masih saja membuat keributan.

"Kamu tahu nggak di sini katanya ada Suster ngesotnya?"

Mendengar ada suara seseorang Rinjai menoleh melihat ada dua perawat yang mungkin sedang berjaga malam.

"Aku saja baru dengar."

"Kamu, sih! Kudet. Aku ceritain, ya. Jadi, ada Suster cantik mati karena diperkosa sama salah satu Dokter di sini, kemudian dibunuh dengan begitu sadis. Kedua kakinya dimutilasi dan dikubur di belakang gudang.

Tubuh Rinjai seketika menegang mendengar cerita itu. Jadi, Suster yang ditemukan tadi bukanlah manusia, melainkan makhluk tak kasatmata. Kedua perawat itu menoleh ke arah Rinjai, sedangkan Rinjai menggelengkan kepalanya dengan langkah mundur. Kedua perawat yang tadi hanya berpenampilan biasa-biasa saja kini berubah mengerikan.

Luka bakar yang berada di sebelah pipi mereka berdua dengan rembasan darah. Kulit pucat dengan lingkaran berada di sekitar matanya. Bercak darah berada dibaju putih mereka.
Tanpa melihatnya lebih jelas lagi Rinjai langsung berlari dengan infus yang masih dipegang.

Napas Rinjai mulai tersengal-sengal. Bibir dan wajahnya sudah pucat. Tiba-tiba kepalanya terasa sedikit pusing, mengingat dia masih belum pulih. Dia masih berlari di lorong yang panjang. Tanpa sengaja Rinjai menabrak seseorang. Dia melihat sosok pasien yang dari tadi hanya diam menatap ke depan.

"Maaf, ya Mbak. Saya tidak sengaja."

Kerutan di dahi Rinjai pertanda bingung. Pasalnya pasien di hadapannya ini masih diam. Wajah dan bibirnya sangat pucat.

"Mbak, baik-baik saja 'kan?"

Pasien itu menoleh menatap Rinjai dengan tajam. Lagi dan lagi Rinjai dibuat terkejut dengan pasien yang ternyata makhluk tak kasatmata. Dengan cepat dia kembali berlari. Kepalanya semakin terasa pusing. Rinjai berhenti sejenak, lalu memegang dinding untuk tumpuan. Di sekitar Rinjai seolah berputar dan dia tidak bisa lagi menahannya. Akhirnya Rinjai jatuh pingsan tepat di depan ruangannya.

***

Hari ini Rinjai sudah pulang ke rumahnya karena kejadian semalam yang membuatnya sangat takut. Dia sudah menceritakan kepada semuanya, tetapi lagi dan lagi tidak ada yang mau percaya. Sebenarnya kondisi Rinjai belum sepenuh pulih, akan tetapi Rinjai selalu memberontak untuk pulang dan lebih memilih dirawat jalan. Dokter pun menyetujui dengan syarat harus banyak istirahat.

Jadi, di sinilah Rinjai berada di kamarnya yang sangat dia rindukan. Kamar yang mungkin sedikit diubah oleh pembantunya. Lebih luas daripada sebelumnya. Mungkin saja barang-barang yang tidak terpakai di simpan di gudang.

"Sayang, mama ke kamar dulu, ya. Kalau ada apa-apa langsung panggil mama."

"Iya, Ma."

Setalah Rinai pergi, Rinjai mulai menutup kedua matanya. Sedikit lagi dia terlelap, tetapi tak jadi saat mendengar sebuah benda terjatuh. Merasa sedikit aneh dengan aura di sekitarnya. Dia membuka matanya, lalu duduk melihat kamarnya yang tadi rapi kini berubah seperti kapal pecah.

Bingkai foto yang ditempel di dinding bergerak-gerak sendiri. Angin mulai datang menerpa tubuh Rinjai. Angin yang sangat kuat, sehingga ranjang Rinjai juga ikut bergerak.

"Siapa kamu?!"

"Zanna?"

Arwah Zanna berjalan ke arah Rinjai dengan tatapan marah. Penampilan Zanna sama sekali tidak
menyeramkan, tetapi auranya kuat.

"Kamu mau ngapain?"

Tolong.

"Maksud kamu?"

Aku didorong!

Pernyataan itu membuat Rinjai terkejut. Jadi, dugaannya benar bahwa Zanna didorong.

"Aku nggak bisa menolong kamu, Zanna."

Bukan tanpa sebab Rinjai tidak mau membantu Zanna. Dia tidak mau lagi berurusan dengan makhluk tak kasatmata. Dia sudah capek dengan semua masalahnya yang sampai sekarang belum selesai.

Amarah arwah Zanna semakin memuncak. Dia semakin gentar merusak barang-barang Rinjai. Bahkan kaca jendela Rinjai sebagian pecah. Penampilannya berubah menyeramkan. Wajah Zanna sedikit rusak dibagian kiri dengan darah yang mengalir di dahinya. Bercakan darah menghiasi baju seragam sekolahnya.

Kemarahan arwah Zanna benar-benar sangat dahsyat. Angin yang bersumber dari Zanna masih berlanjut. Rinjai dari tadi terus berpegang, tetapi tiba-tiba dia langsung terlempar ke arah dinding.

Kyak!

***

TBC.


Bisikan Tak Terlihat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang