2. Keanehan

121 80 118
                                    

Selamat Membaca ♥️

***

Rinjai dirawat hanya satu hari. Semua orang di sana tak percaya akan ceritanya, bahwa dia pingsan gara-gara melihat makhluk mengerikan. Maka dari itu, dia lebih memilih pulang saja. Meski dokter tidak mengizinkan, tetapi Rinjai tetap kekeuh ingin pulang sehingga dokter tak ada pilihan lain.

Sekarang ini Rinjai dan mamanya sedang berjalan di koridor rumah sakit dengan Rinai mendorong kursi roda.

Sepanjang menyusuri koridor, Rinjai tak henti-hentinya menutup kedua matanya saat melihat wajah-wajah mengerikan. Ada yang sedang mengendong bayi dengan darah terus mengalir, ada juga sosok gadis dengan wajah rusak penuh rembesan darah.

"Ma!" pekik Rinjai sedikit ketakutan saat tanpa sengaja melihat makhluk mengerikan.

Rinai mengernyit heran melihat kelakuan putrinya. "Kenapa, Sayang?"

"Di sana, mereka semua ngeliatin aku!" tunjuk Rinjai ke arah makhluk itu.

"Mana? Tidak ada apa-apa." Rinai melihat sekelilingnya tidak ada apa-apa, kecuali orang-orang yang berlalu lalang.

"Ma!"

"Sayang, kamu itu lagi halusinasi."

Sampai di lobi rumah sakit, seorang pria paruh baya berjalan ke arah Rinjai dan Rinai dengan membawah sebuah pastel.

"Permisi, ini ada sedikit buah-buahan untuk Rinjai," ucap pria itu sambil memberikan pastel yang berisi buah-buahan.

Dengan senang hati Rinai menerimanya. "Wah, terima kasih, ya, Pak. Seharusnya nggak usah repot-repot pakai bawain segala."

Rinai tahu betul pria paruh baya yang berada di hadapannya adalah pria yang sudah menolong sang putri. Jika tidak ada pria itu, mungkin saja putrinya terjadi sesuatu.

"Tidak apa, Mbak. Kebetulan ada kerabat saya yang dirawat di sini. Tadinya mau ngantar sampai ruangan hanya saja saya tak sengaja melihat kalian berdua di sini," sahut pria paruh baya itu, dengan senyum tipisnya.

Rinai mengangguk menanggapi. Mereka berdua mulai berbincang satu sama lain dengan hangat menyisakan Rinjai yang sejak dari tadi terdiam sambil menutup kedua netranya.

Dia sungguh ketakutan. Para makhluk tak kasatmata ada di mana-mana. Mereka semua memandangnya dengan pandangan menyeramkan. Gadis itu, bingung dengan dirinya sendiri. Dia bisa melihat makhluk tak kasatmata padahal sebelumnya tidak pernah sekali pun. Satu lagi, dia bukanlah anak indigo.

"Ya, sudah saya pamit dulu, Mbak." Pria paruh baya itu, menoleh memandang Rinjai yang terduduk di kursi roda. "Rinjai, Om pamit dulu, ya."

Gadis yang diajak bicara tak menyahut. Dia masih senang tiasa menutup kedai netranya menggunakan kedua tangannya. Dia tidak berani membukanya, takut jika para makhluk tak kasatmata mengetahui bahwa dia bisa melihat mereka. Itu, sama saja dia membahayakan diri sendiri. Bisa-bisa mereka mengikutinya sampai rumah.

Melihat kelakuan sang putri membuat Rinai mendekatkan dirinya. "Rinjai, Ayo jawab! Tidak sopan," bisiknya membuat gadis yang berada di kursi roda itu, mau tak mau membuka kedua netranya.

Hal pertama dilihatnya adalah sosok pria paruh baya yang sedang tersenyum ke arahnya. Kedua netra Rinjai melotot dengan sempurna. Pasalnya dia melihat makhluk tak kasatmata berada di belakang pria itu. Penampakan yang sungguh mengerikan.

"Mama." Rinjai kembali menutup kedua netranya. Seluruh tubuhnya bergetar karena ketakutan.

"Kalau begitu saya pamit, ya. Mungkin Rinjai kelelahan." Setelahnya, pria itu mulai menjauh.

Bisikan Tak Terlihat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang