2O

33.9K 9.9K 5.3K
                                    

Dugaan oleng? Atau masih bertahan? Siapa tuan si badut?




Di malam yang mendung ini, Mashiho berjalan santai menyusuri jalan komplek perumahan Asahi. Untung sepi, kalau tidak orang-orang pasti akan tahu kalau dia psikopat saat melihatnya memainkan pisau lipat yang berlumuran darah.

Kenapa dia disana? Namanya juga jalan-jalan tanpa tujuan.

"Malam ini... rasanya beda, ya..."

Awan menutupi bulan, tetes demi tetes air mulai jatuh ke bumi. Ah, sekarang gerimis, pasti sebentar lagi hujan.

Tapi dia suka, pisau lipatnya jadi bersih karena kena air. Kan jadi tidak ada yang tahu kalau dia baru saja membunuh.

Brmmm brmmm

Jauh di depan sana, seseorang melaju cepat dengan motornya, menggenggam ponsel seraya menyerukan nama temannya. Orang itu adalah Yoonbin, yang terus menyerukan nama Asahi.

Mashiho terkikik. Apa tidak takut jatuh karena menelpon seseorang saat berkendara?

Tapi kalau dilihat-lihat, Yoonbin mengarah ke komplek perumahan Hyunsuk. Dia susul saja deh, dia penasaran.

"Mau kemana?"

Langkahnya terhenti, Mashiho berdecak. "Ck, jangan halangin jalan."

Badut yang muncul tiba-tiba di depannya itu menyeringai tak peduli. "Sepertinya, saya berubah pikiran."

"Kenapa?"

"Semua harus dibunuh biar adil. Masa saya harus menyisakan satu orang untuk hidup..."

Oh ayolah, Mashiho paling benci membahas ini.

"Pergi sana, jangan ganggu."

"Saya tidak akan pergi, karena hari ini saya sudah menemukan siapa yang akan jadi korban selanjutnya."

Pisau lipat di genggaman Mashiho sudah dalam posisi siap untuk menyerang. Dia tahu pisau lipatnya hanya senjata kecil yang tak mampu melumpuhkan badut itu, tapi dia harus berjaga-jaga.

Bisa saja kan badut itu tidak mau mematuhinya dan berniat membunuhnya?

"Siapa yang lo maksud?"

Badut itu tertawa terbahak-bahak, mengangkat tangan menunjuk dua orang pemuda yang ia kenal jelas. Yang satunya memapah temannya membantunya berjalan, sementara yang satunya lagi terlihat riang karena dibolehkan pulang dari rumah sakit.

Itu Junkyu dan Jihoon.






































"Aduh, Kyu. Lo sih minta pulang jam segini," keluh Jihoon yang kewalahan karena Junkyu begitu aktif, loncat sana loncat sini.

"Biarin, di rumah sakit bosen, mending pulang," balas Junkyu tak memerdulikan Jihoon yang kesal karena tingkahnya.

Jihoon itu kesal karena Junkyu tiba-tiba merengek meminta pulang setelah Doyoung berbicara sesuatu padanya. Saat ditanya kenapa, Junkyu bilang Doyoung mencekiknya.

Jelas Jihoon kaget, jangan-jangan menahan diri yang Doyoung maksud saat itu adalah mencekik Junkyu?

Oh ya, Jihoon itu kesal karena mereka naik bus, katanya Junkyu ingin berjalan kaki. Padahal rumahnya itu jauh dari daerah sini, katanya sih mau menghirup udara malam.

"Terus gimana?"

"Dia minta maaf, tapi gue diemin. Gue gak tau dia ngomong apa habis itu karena gue ketiduran."

"Kayaknya si Doyoung minta dikasih pelajaran deh," gumam Jihoon berapi-api.

"Apaan sih, biarin aja. Gue baik-baik aja kok, mungkin Doyoung emosi karena kelamaan di rumah sakit," ujar Junkyu berpikir positif.

Ingin rasanya Jihoon menoyor kepala temannya itu, bisa-bisanya dia berpikir positif. Tapi tentu saja tidak dia lakukan, nanti kalau Junkyu masuk rumah sakit lagi gimana?

"Oh ya, Hoon."

"Apa?"

"Perbannya boleh dilepas gak? Risih."

"Enak aja, itu luka masih basah! Lo mau gue nangis lagi?!"

"Ish, gak enak tau! Rasanya beda sama headband."

"Ya jelas beda lah! Lama-lama gue getok kepala lo."

Junkyu mencebikkan bibirnya. "Giliran gue sakit baru khawatir," cibirnya ketus.

"H-hah?"

"Gak apa-apa."

Sial, Jihoon dibuat gelisah karena ucapan Junkyu barusan. Masa iya Junkyu tahu? Ah tidak-tidak, jangan sampai dia tahu. Usaha menutup-nutupi semua itu sia-sia dong kalau ketahuan?

Melihat reaksi Jihoon, Junkyu tersenyum miring. Sudah ia duga, dia lebih percaya Asahi daripada Jihoon yang jelas-jelas berakting di depannya.

"Lo diming-imingi apa sama Asahi?" Tanya Jihoon to the point.

"Gak ada, dia malah semangatin gue," jawab Junkyu dengan dagu terangkat.

Agak terkejut memang, Junkyu yang awalnya terlihat seperti anak-anak berubah jadi serius begini. Wah, sepertinya akan terjadi pertengkaran.

"Lo dihasut kan sama dia? Oh, atau lo percaya sama Doyoung? Lo gak percaya sama gue?" Cerca Jihoon mulai marah.

"Enggak."

Jihoon terkesiap, apa-apaan senyum sarkas itu. "Kyu..."

"Gue gak percaya sama lo, kalau lo gak tuli," ujar Junkyu memperjelas ucapannya.

"Junkyu, kok bahasa lo jadi gitu sih?!"

"Gue capek, Hoon! Gue mending mati daripada diteror terus-terusan!"

"Mulut lo bisa dijaga gak?! Jangan nyerah, pasti ada cara untuk kalahin badut itu, jangan pesimis! Dan lo percaya sama Asahi doang? Gue dan yang lain gimana, Kyu?! Kita juga sama-sama dalam bahaya!"

"OMONG KOSONG!"

"KIM JUNKYU!"

"GUE GAK PERCAYA SIAPAPUN LAGI SELAIN ASAHI, LO GAK USAH─ ARGHHHH, SAKIT!"

Bentakan keras yang awalnya menggelegar itu berubah menjadi erangan kesakitan, Junkyu mengerang memegang kuat kepalanya.

"KYU, LO KENAPA?!" Seru Jihoon menahan tubuh Junkyu yang hampir oleng.

"GAK USAH SOK PEDULI! ARGHHHH!"

Tangan Jihoon ditepis begitu saja, Junkyu berjalan mundur menjauhinya. Mulutnya terus menyuarakan erangan, kepalanya seperti ingin pecah.

Entahlah, Junkyu tidak mengerti kenapa kepalanya tiba-tiba sakit seperti ini. Tapi yang lebih tidak ia mengerti, kenapa Jihoon diam saja melihatnya dengan ekspresi datar seperti itu?

Rasa sakitnya perlahan berkurang, kakinya kehilangan tenaga untuk menopang tubuhnya. Namun yang pasti, dia merasakan tangan seseorang memegang pundaknya dari belakang.

Orang di belakangnya itu langsung melingkarkan tangannya di lehernya, memapahnya agar tidak jatuh.

"Gue gak terlambat, kan?" Tanya orang itu, tersenyum miring penuh kemenangan kepada Jihoon yang menatapnya marah.

"Doyoung... lo..." Jihoon mengepalkan kedua tangannya kuat sampai buku-bukunya memutih. "Siniin, Junkyu!"

"Kak, gue kan pernah bilang, baik-baik jadi orang. Gue masih bisa menahan diri loh, haha!" Doyoung pun tertawa.

Clown | Treasure ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang