(12) hampir

387 62 10
                                    

'ayah bunda, bantu adek,' batinku.

aku bingung harus berkata apa. yg aku pikirkan saat ini adalah alasan yg masuk akal untuk diterima oleh adi. padahal adi sendiri adalah orang paling susah untuk aku bohongi.

"lia," tuntut adi.

"hmmm gatau,"

"gamungkin kamu gatau. ini ada dikamar mandi kita. ga mungkin kan ada orang lain masuk ke kamar kita, ke kamar mandi kita dan ga sengaja ninggalin obat mereka disini?" tanya adi.

aku diam. masih belum tau harus memberikan alasan apa lagi.

"sayang, aku tau kamu," pinta adi lagi.

adi menunggu. diam ditempat dan menatapku intens.

"yaudah kalo kamu belum mau bilang," putus adi. "aku mau kerja dulu. ada beberapa kerjaan yg harus aku selesaikan," adi meletakkan kotak kecil tersebut di dekat wastafel, mencuci tangan dan meninggalkanku sendiri.

tak lupa dia mengecup pucuk kepalaku sebelum meninggalkan kamar.

haruskan aku bersyukur, atau haruskan aku khawatir? kemarahan seseoang yg telah memberi kita kepercayaan lebih menakutkan dibanding dengan kemarahan orang biasa.

'maafin aku,'

_____________

sesuai janji adi semalam, selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan di kantor, kini aku dan adi telah berada di rumah sakit yg sama dengan rumah sakit yg aku datangi kemarin.

dan ntah kebetulan atau tidak, dokter yg akan kita datangi adalah dokter yg sama juga dengan dokterku, dokter vany.

aku berharap, dokter vany akan diam, tak menceritakan jika aku kemarin sempat kesini. aku lupa, aku belum memberitahunya untuk diam, meskipun itu dengan adi, suamiku sendiri.

"jangan takut sayang. kalo ada apa-apa aku bakal selalu ada disebelah kamu," adi meremas tanganku yg sedaritadi digenggamnya.

mukaku saat ini mungkin biasa. tapi tidak dengan tubuhku. tubuhku saat ini mengeluarkan keringat dingin yg sedari tadi masih mengucur diseluruh tubuhku.

adi yg sedaritadi setia memegang tanganku juga menyadari aku berkeringat dingin. beberapa kali dia menanyakan apakah aku baik-baik saja. tapi selalu ku jawab aku gapapa, cuma gugub.

"bapak ibu adi," panggil suster dari depan pintu masuk.

adi beranjak lebih dulu, mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri.

"gapapa sayang, jangan tegang. aku selalu disini kok," ucap adi sebelum masuk ke ruangan.

didalam ruang periksa, aku dan adi, atau lebih tepatnya adi menceritakan maksud dan tujuan kita datang.

dokter vany yg melihatku pertama terkejut, tapi setelah itu dia dapat menyembunyikan keterkejutannya dan menjawab sapaan dan pertanyaan adi dengan normal.

dokter vany tak sedikitpun menyinggung perihal aku yg pernah datang ke sini. dia dengan seksama mendengarkan cerita adi dan harapan adi.

"jadi begitu dok. kita kesini mau periksa, apakah ada masalah di kita atau salah satu dari kita,"

"sebetulnya untuk usia pernikahan bapak dan ibu masih bisa dikatakan normal. tapi kalo semisal bapak dan ibu tetap ingin periksa kesehatan, tidak ada salahnya,"

aku lebih banyak diam. takut jika aku membuka mulut, akan keluar pernyataan yg nantinya akan aku sesali.

setelah kurang lebih 15 menit berkonsultasi, aku dicek kesehatannya. karena baru beberapa waktu lalu aku cek disini dan hasilnya bagus, maka aku tidak terlalu terkejut jika hasil kali ini juga sama baiknya.

ADELIA (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang