4

1.3K 185 29
                                    

Tidak ada yang berani memikirkan perasaan Senju Hashirama sebelumnya.
Ia merupakan salah satu Pangeran berhati dingin dan ekspresi tak terbaca yang dikenal seluruh negeri kekuasaan Senju.
Tingkah-lakunya yang terlihat tidak tertarik dengan urusan pemerintahan serta acuh tak acuh dengan keluarganya sendiri sudah diketahui dengan jelas oleh rakyatnya.
Justru karena hal itulah, rakyat biasa tidak berani menentang atau mengatakan hal yang buruk secara terang-terangan di hadapan salah satu Pangeran Naga Timur tersebut. Akibat hal itulah banyak utusan dari negeri tetangga yang meremehkan atau tidak mempedulikan Hashirama.

Namun perasaan aneh di dalam hati Hashirama saat ini agak terlalu membingungkan Hashirama sendiri. Pasalnya ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya setelah kepergian ibu kandungnya.
Sang ayah yang sebelumnya ia anggap sangat mencintainya ternyata hanya memainkan perasaannya.
Jika ayahnya masih mencintai ibunya tidak mungkin ia akan mengangkat satu-satunya selir di negeri ini untuk naik posisi menjadi permaisuri.

Perasaan tidak tenang terlihat jelas dalam raut wajah Hashirama yang menutup pintu pondok setelah membawa Madara kembali masuk setelah tiba-tiba tidak sadarkan diri. Kedua pelayan Hashirama saling pandang dengan pertanyaan di kepala mereka.

“Pangeran, apa yang terjadi pada manusia itu?” Salah satu diantara keduanya memberanikan diri untuk bertanya.

Hashirama melirik pelayannya dengan tajam.

“Tidak ada yang kuizinkan untuk memanggilnya manusia.
Mulai sekarang dia ada di bawah pengawasanku langsung.
Jika kalian berani mendekatinya atau mencoba mengintimidasi, aku tidak akan mentolerirnya.”

Kedua pelayan itu mengangguk patuh, jika seperti itu maka mereka secara tidak langsung diperintahkan untuk menjaga manusia tersebut. Mungkin Hashirama memiliki pemikiran sendiri dalam menggunakan Madara untuk mencapai tujuannya disamping menyembunyikan Madara karena ratu mulai mencurigai putra tertua raja.

Terdengar suara getaran ranjang kayu dari dalam pondok yang mengalihkan tatapan tajam Hashirama dari pelayannya.
Ia kembali membuka pintu dan masuk kedalam pondok.

Madara mendongak saat melihat Hashirama masuk.
Madara yang berusaha bangun dari tempat tidur dengan usaha keras menghasilkan getaran pada ranjang dan karena itulah Hashirama menghampirinya.

Hashirama mengeryit bingung ketika tatapannya jatuh pada kepala Madara yang saat ini memiliki tanduk kecil di kedua sisi serta kembali bertambah bingung melihat pupil Madara berbeda dari sebelumnya karena ada tiga titik hitam di iris hitam Madara yang ikut berubah warna menjadi semerah darah.

Melihat kedatangan Hashirama, Madara mengulurkan tangannya untuk meminta tolong pada satu-satunya naga yang ia kenal di dunia aneh ini.
Walaupun ia sedikit takut padanya tapi siapa tahu Hashirama dapat menolongnya untuk meredakan rasa tidak nyaman di tubuhnya yang tiba-tiba ia rasakan.
Sebenarnya ia juga merasa tidak berguna jika terus seperti ini karena ia sudah dengan percaya diri berjanji akan membantu Hashirama menempuh ambisinya.

Hashirama mengambil telapak tangan Madara yang terjulur padanya, sedikit mendorong Madara untuk kembali duduk di posisi sebelumnya.

“Apa yang terjadi?” Hashirama menatap serius pada Madara, ada berbagai pertanyaan dalam benaknya tetapi ia tidak yakin apakah Madara memiliki jawaban yang sesuai dengan apa yang ia ingin tanyakan.
Sesuai dugaannya, Madara benar-benar menggelengkan kepalanya dengan pandangan menunduk kebawah menghindari tatapannya.

“Hashirama, tolong aku!” Madara mencengkram bahu Hashirama, pandangannya mulai samar-samar karena suhu tubuhnya semakin terasa panas.

Hashirama tidak dapat merasakannya, kulit naga yang ia miliki memiliki suhu rendah dan suhu panas yang dihasilkan oleh kulit manusia di hadapannya tidak dapat mempengaruhinya.
Namun melihat ketidaknyamanan di wajah Madara mau tidak mau membuatnya mengacungkan jari telunjuknya dan menempelkan ujung jarinya di tengah-tengah dahi Madara. Mencoba menyalurkan energi spiritualnya berupa cakra kepada Madara.

Secara perlahan rasa tidak nyaman di tubuh Madara mulai memudar. Madara menghela nafas lega.
Ia tanpa sadar bersandar di lengan kanan Hashirama yang diam tidak merespon.

Diam-diam Hashirama ikut merasa lega saat perasaan tidak tenang di hatinya perlahan menguap.

“Ada sesuatu yang ingin kau jelaskan padaku, manusia?” Hashirama sedikit memundurkan posisi tubuhnya.
Sebelum menjawab Madara mengeryit dengan perkataan Hashirama.

“Bisakah kau tidak memanggilku manusia?
Aku tahu aku seorang manusia tapi akan lebih baik jika kau menyebut namaku saja.” Madara mencibir, ikut memberi jarak pada tubuh mereka yang berdekatan sebelumnya.

Hashirama menaikkan sebelah alisnya terusik.
Walaupun ia tersinggung dengan sifat Madara yang terlalu blak-blakan tetapi ia mencoba tidak menghiraukannya.
Ia belum tahu hal apa yang dapat Madara gunakan untuk berdiri di sisinya dalam kubu yang sama. Sementara ia perlu untuk menahan kekesalannya pada manusia egois dan keras kepala ini, tidak ada salahnya ia mencoba menikmati permainan ratu untuknya.

Hashirama menyeringai, ia mencengkram dagu Madara dengan telapak tangannya yang kuat kemudian mendongakkan wajah penuh ekspresi sombong Madara agar menatapnya.

“Bagus sekali.
Terus berekspresi seperti ini dan kita lihat apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku.” Hashirama mengendus leher jenjang dan putih milik Madara tertarik, ia sangat menyukai ekspresi sombong Madara yang diperlihatkan padanya saat ini. Jika memang manusia ini adalah bantuan dari dimensi lain untuknya maka ia akan dengan senang hati mengasahnya untuk menjadi pedang paling mematikan di Negeri ini.

Menyentuh pipi sebelah kanan Madara dengan tangan kirinya, Hashirama membuat gerakan intim dengan menarik manusia itu lebih mendekat kepada tubuhnya.
Ia ingin melihat lebih jelas seperti apa tanduk yang tiba-tiba muncul di kepala Madara.

Madara tidak memprotes perlakuan Hashirama karena sejujurnya ia lebih merasa aman jika berada dekat dengan naga merah di depannya itu.

“Apa kau sadar ada tanduk yang tumbuh di kepalamu?
Matamu juga berubah.” Hashirama berkata tenang, ujung telunjuknya menyentuh salah satu tanduk di kepala Madara dengan ringan.

“Tanduk? Dan mata-ku?” Madara memegang kelopak matanya, tidak percaya dengaj  perkataan Hashirama.

Hashirama masih tenang sebelum Madara berusaha bangkit dari ranjang dan mencoba keluar pondok tetapi Hashirama bergerak cepat untuk menghentikannya.

Dragon of the EastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang