GD. 17

568 46 0
                                    

"Gelva? Kamu lagi peluk siapa?!"

Astaga!

Itu suara Shela, Lisya tidak tahu jika Shela akan memergoki kebersamaannya dengan Gelvan. Kini Lisya benar-benar merasa, bahwa dirinya seorang pelakor.

Shela menatap penuh selidik pada sahabatnya. "Lagi apa lo berduaan sama pacar gue?"

Lisya gelagapan, dia menatap Gelvan yang kini sudah berdiri di samping Shela. Berharap jika cowok itu mau menjelaskan sesuatu pada Shela.

"Anu-- itu, gue sama El-- eh maksdnya, Gelvan--"

"Apa sih, Lis? Ngomong yang jelas, jangan seakan-akan lo ke cyduk lagi selingkuh!" potong Shela emosi. Dia emosi bukan karena marah melihat pacarnya sedang bersama sahabatnya, tapi Shela emosi karena Lisya yang tidak terus terang padanya.

"Lagian lo kenapa sih, suka banget kelepasan manggil Gelvan, El?! Gue makin curiga" Shela menatap Lisya penuh selidik.

"Astagfirullah! Gue gak selingkuh! Gue masih punya harga diri Shel buat selingkuh sama pacar sahabat gue. Gue juga masih ngehargain suami gue. Lo tau itu, Shel. Dan lo tau, gue sama Gelvan sepupuan!" ujar Lisya hampir berteriak. Shela diam, entah kenapa hatinya sakit mendengar pernyataan Lisya. Dia sudah berpikir negatif, Shela juga melupakan fakta bahwa sahabatnya dengan pacarnya adalah sepupu.

Sedangkan Gelvan, di marasa tersentak, hatinya seolah di tancap oleh benda tajam. Sakit. Pernyataan Lisya seperti sindiran telak untuk dirinya.

"Jangan berlebihan" beberapa menit saling terdiam, Gelvan akhirnya buka suara. Ucapannya entah di tujukan untuk Shela atau Lisya, atau bahwa untuk hatinya sendiri.

Setelah itu Gelvan berlalu dengan menarik tangan Shela, meninggalkan Lisya yang memandangnya dengan sedu. Jaket Gelvan bahkan masih berada di pundaknya.

Dengan kasar, Lisya melepaskannya, lalu meletakkan jaket tersebut di batu yang tadi di dudukkinya.

Lisya terdiam, merenung dalam diamnya. Dia bingung dengan sikap dan perbuatan Gelvan padanya. Tadi siang bahkan beberapa menit yang lalu, cowok itu bersikap seolah khawatir pada keadaanya, dan seakan marah saat dirinya yang sudah menolak jaket cowok iu.

Tapi sekarang? Lagi-lagi Lisya di tampar oleh kenyataan, oleh posisi dirinya di dalam hidup Gelvan.

Tidak berarti apapun!

"Gue emang berlebihan. Bener kata Shela, gue baper, cuman karena perhatian El yang gak seberapa" gumamnya lalu menghapus air matanya yang tanpa di sadari keluar membasahi pipinya dengan kasar.

Sebelum ada orang yang memergoki dirinya menangis, Lisya berjalan ke arah sungai untuk menenangkan dirinya. Menata kembali hati yang kini terluka tanpa di sadari.

Namun, tanpa Lisya sadari kejadian barusan di saksikan oleh seseorang yang kini menatap Lisya prihatin.

"Sepupu?" gumamnya terkekeh sinis.

"Coba kalau gue punya keberanian, gue bawa lo pergi dari si brengsek itu!" gumamnya dengan tangan yang terkepal erat di sisi tubuhnya. Matanya berkilat kemarahan, kemarahan yang di pendam saat bersama si 'berengsek'

🍁🍁🍁

"Lisya mana, Shel?" tanya Putri saat Shela masuk ke tenda seorang diri. Putri kira Lisya bersama Shela, mengingat keduanya selalu bersama.

Shela diam, dia tidak langsung menjawab pertanyaan Putri. Dirinya lebih memilih menyiapkan tempat untuknya tidur.

"Yang jelas dia gak mati" jawab Shela pada akhirnya membuat Putri dan Arum yang mendengarnya sedikit heran. Mereka tahu, jika Shela dan Lisya adalah dua orang yang dekat. Herannya Arum dan Putri itu karena nada suara Shela tidak terdengar seperti orang yang bergurau, nada suaranya terdengar datar. Bahkan matanya terpejam ketika mengatakan kalimat tersebut.

Gelsha DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang