GD. 18

618 54 0
                                    

Kini Lisya tengah berbaring, menatap langit-langit kamarnya dengan helaan nafas yang terasa berat. Setelah tiga hari dua malam menjalankan camping, akhirnya Lisya bisa berbaring nyaman di atas kasurnya. Terhitung sudah lama Lisya berbaring di kamarnya, bahkan setelah sarapan Lisya langsung pergi ke kamarnya.

Jika kalian bertanya tentang keberadaan Gelvan, Lisya sendiri tidak tahu. Karena sejak pulangnya dari camping sikap Gelvan semakin cuek padanya.

Pikiran Lisya lagi-lagi tertuju pada Shela dan Gelvan. Akan sampai kapan seperti ini? Batinnya bertanya-tanya.

"Gue harus segera akhiri hubungan ini" monolognya dengan tangan menjadi bantalannya. Lagi-lagi Lisya menghela nafas.

Rasa pusing di kepalanya semakin menjadi, saat mengingat betapa rumit takdir hidupnya.

"Kesalahan apa yang gue lakuin di zaman nenek moyang sih? Sampe-sampe gue kayak gini, nikah sama pacar sahabat" gerutunya, sekarang Lisya menghentak-hentakkan kakinya, melampiaskan rasa kesal.

"Kalau gue jadi Shela, pasti sakit banget pas tau sahabatnya nikah sama pacarnya. Arrgh!" pekik Lisya dengan posisi yang sudah terkurap.

Saking terlalu larut memikirkan hubungan rumah tangga dan persahabatannya, tanpa sadar Lisya tertidur.

...

Pagi harinya, Lisya bangun dengan merasakan nyeri pada kepalanya. Suhu tubuhnya terasa panas saat telapak tangannya menyentuh keningnya.

"Gue demam kayaknya" gumamnya dengan tangan yang memijit keningnya, berharap bisa menghilang rasa nyeri yang berdenyut.

Tok! Tok!

"Siapa?" tanya Lisya masih dalam posisi berbaringnya. Ia tidak kuat untuk duduk, apalagi berdiri.

"Gue" sahut seseorang dari luar kamar Lisya, yang tidak lain adalah Gelvan.

Meski merasa bingung dengan tujuan Gelvan mengetuk pintunya, Lisya tetap bertanya "Kenapa, El?" tanya Lisya masih dalam posisi yang sama, ia berusaha menormalkan suaranya, agar tidak terdengar seperti orang deman.

Niatnya Lisya akan menyuruh Gelvan langsung masuk ke kamarnya, tapi mengingat kamarnya yang di kunci,  apa boleh buat?

"Lo gak sekolah?" seakan baru ingat, pandangan Lisya langsung tertuju pada jam beker yang terletak di nakas.

"Buset jam setengah tujuh!" pekiknya tanpa sadar.

"El lo sarapan di sekolah aja. Gue baru bangun tidur. Gak bakala keburu masak. Sorry ya gue gak bukain lo pintu, gue lagi di kamar mandi" ujar Lisya.

"Iya. Gak masalah" setelah itu Lisya mendengar suara langkah yang perlahan menjauh.

Lisya berusaha untuk bangun. Deman hanya hal biasa baginya, tidak perlu menjadi orang yang terlihat lemah.

Nyatanya, setelah mandi bukannya merasa segar, Lisya malah merasa menggigil. Dia tidak kuat lagi untuk pura-pura kuat. Di bawanya tubuh lemah dirinya ke atas kasur, lalu kembali berbaring. Lisya memutuskan untuk izin tidak masuk ke sekolah.

Dia akan meng-whatsapp Shela, agar memberitahu pada guru, jika dirinya tidak akan masuk sekolah.

Gelsha Valisya

Shel. Izinin gue ya. Hari ini gue gak masuk

Saat akan kembali meletakkan ponselnya ke atas nakas, ponsel Lisya bergetar.

Shela Frisela

Kenapa?

Gelsha Valisya

Gelsha DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang