10. Ujian triwulan

8 2 0
                                    

"APAAAAAA!?"

Ratusan siswa berseru serentak saking kagetnya. Mereka tak habis pikir dengan hal yang baru saja mereka dengar.

Apa-apaan itu? Katanya mereka akan dibagi tim sebanyak lima orang dan akan dikirimkan ketempat yang sudah di tentukan di arena simulasi yang luasnya tidak bisa dikira-kira. Semua orang pun saling berbisik hingga suasana menjadi riuh.

Tak lama kemudian, Vi--humanoid asisten SA--yang tadinya hanya menjelaskan lewat radio akhirnya muncul ke podium sebagai moderator. Baru kali ini siswa kelas satu melihat Vi secara langsung, mereka hanya melihat hologramnya saja di mading dan mendengar suaranya di radio akademi.

Disaat para siswa terdiam melihatnya, Vi berjalan ke tengah podium dengan senyum khas robot-yang terkesan kaku. Ia menepuk tangannya beberapa kali untuk menarik perhatian.

"Harap tenang, kita ulangi saja ya dengan bahasa yang santai agar mudah dimengerti." ucapnya dihadapan para siswa.

"Jadi, apa kalian tau game Battle Ground?" tanyanya ramah seperti guru SD yang sedang mengajar. Para siswa pun mengangguk tanda tau. Toh, game itu memang sudah ada dari dulu, namun kembali booming pada masa ini.

Melihat respon siswa, senyum Vi pun semakin melebar. "Nah, tes kita tidak jauh beda dengan game tersebut. Kalian akan dibagi menjadi puluhan kelompok. masing-masing kelompok berisikan lima orang. Tujuan kita adalah bertahan menjadi yang terakhir.

Dalam tes ini kalian akan mengenakan smartwatch yang dapat menunjukkan HP kalian, jika HP habis, maka kalian akan mati. Dan ya, HP tidak bisa beregenerasi.

Untuk senjata, kalian hanya akan dibekali sebuah senapan. Sisanya explore sendiri ya" ucap Vi yang berusaha asik, namun wajahnya tetap saja kaku dan malah memberi kesan aneh di mata para siswa.

"Sekarang coba lihat smartwatch kalian. Disana ada informasi tentang teman satu squad" semua siswa pun melihat SW (Smartwatch) masing-masing. Dan disana muncul lima deret nama.

[Andrien, Bane, Chris, Shine, dan Thea. ]

[Kapsul 10. ]

Shine sedikit tersenyum, dia merasa senang bisa satu squad dengan Thea dan Chris. Ini sebuah keberuntungan baginya.

"Uhm. Andrien dan Bane?" tanya Shine pada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat lelaki yang bernama Andrien. Kalau tidak salah, dia adalah pengguna pin Sniper dari X-4. Sedangkan Bane? Ah dia lupa orangnya yang mana.

"Ok, silahkan masuk ke kapsul bersama kelompok masing-masing" perintah Vi dan dibalas oleh anggukan semangat dari para siswa. Mereka pun bergegas menuju kapsul yang sudah tertera di SM.

***

Shine memasuki kapsul dengan dada yang berdegup kencang. Ternyata disana sudah ada teman-temannya yang lain.

Thea menatap Shine dengan wajah sumringah sambil berhambur memeluknya. Chris pun tersenyum tipis dan merasa lega.

"Hai" sapa Andrien dengan percaya diri. Sedangkan Bane hanya memberi senyum simpul sambil menasukan lengannya ke dalam saku celana.

"Seharusnya kita sudah saling kenal, kan?" tanya Thea yang mencoba mendekatkan para anggota squad agar nanti bisa kompak.

Seharusnya sih iya, mereka diwajibkan menghafal nama teman satu angkatan, lengkap dengan nama panjang dan tanggal lahir. Tapi Shine kadang lupa dengan beberapa temannya yang beda kelas.

"Iya, kita tidak perlu berkenalan lagi" timpal Bane santai sambil memperhatikan kapsul yang mulai bergerak menuju arena simulasi.

Ting. Terdengar bunyi saat mereka sampai. Pintu kapsul pun terbuka dan menampakan tempat yang luas dengan pohon-pohon rindang. Disini cahayanya terang seperti siang hari.

"Ayo kita mulai kawan!!!" seru Andrien dengan penuh semangat. Dia melompat keluar kapsul.

"LET'S GO!" sahut Thea dan Bane yang tak kalah semangatnya. Kini Shine merasa sangat-sangat beruntung karena tidak kebagian squad yang kaku.

***

Tap. Tap. Tap.

Ez berlari dan melompat memasuki hutan simulasi ini. Di belakangnya ada Ray, Meisei, Dave dan Owl. Squad mereka nampaknya kaku. Bisa dilihat dari wajah-wajah dingin mereka.

"Tunggu!" panggil Owl dari belakang dan sontak membuat yang lainnya berhenti. Mereka berbalik menatap Owl, lelaki berkulit pucat namun memiliki rambut hitam legam lurus yang jatuh. Dia pengguna pin detektif.

Alis ez terangkat sebelah.

"Kita diam saja disini" usul lelaki itu sambil bersedekap dada. "Kita hanya perlu jadi yang terakhir, bukan yang paling banyak membantai" sambungnya memberi penjelasan. Anggota yang lain pun terlihat mangut-mangut.

"Tidak" tolak Ez dingin yang sedang bersender pada batang pohon.

"Jika kita bertemu satu tim saja, maka akan menarik perhatian tim lain" kini Owl menatap Ez dengan sengit.

"Hn? Ada aku di squad ini" ucap gadis itu sombong, namun tetap dengan wajah datar. Apa maksudnya? Apa Ez merasa dirinya paling hebat jadi bisa melindungi squadnya dari squad lain?

Dave yang mendengarnya pun menyeringai. "Apa kau merasa sniper terbaik di SA, he?" desisnya sambil mengangkat dagu, seolah memandang Ez rendah. Dia menggenggam pistolnya kuat.

"Hei~ Ezylane hanya bermaksud menyemangati kita. Dia percaya kalau kita kuat dan mengajak kita untuk terus bergerak. Pernyataannya tadi cuma memantik api saja. Benar begitu kan, Ezylane~?" kata Sie yang terdengar seperti orang mabuk, ditambah lagi dengan senyum tak jelas yang menghias wajahnya.

Dave berdecih sambil mengangkat dagunya dengan lebih tinggi. Owl pun buang muka.

"Ayo kita bantai mereka~" ucap Sie dengan nada yang dibuat-buat. Dia berlari menyusul Ez sambil merentangkan tangannya seperti pesawat dan sesekali oleng karena tersandung.

Ahhh, anak laki-laki hanya bisa pasrah menuruti perempuan. Memang sudah hakikatnya kaum Adam tidak bisa menang melawan kaum Hawa.

***

"Hoam.. Membosankan" Mr. Ken merenggangkan ototnya sambil menguap lebar. Axel yang melihatnya pun jadi tertular untuk menguap, padahal dirinya tidak mengantuk.

Sony mengangguk meski jarinya tetap lincah di atas keyboard. "Betul, kenapa tidak diganti saja sih konsepnya? Paling tidak menambahkan hal baru agar seru" timpalnya membenarkan perkataan Mr. Ken. Omong-omong, Sony itu anggota dewan siswa dengan pin telematik, dia dari kelas XI dan memiliki skill yang tidak perlu diragukan.

Axel geleng-geleng kepala sambil menahan tawa. Cass yang merupakan mentor baru pun hanya menggidikkan bahu, dirinya terlalu fokus pada status HP siswa kelas 10. Belum ada satu pun yang berkurang.

"Dulu, saat aku kelas sepuluh. Kami menunggu sampai bosan hingga akhirnya keluar dari persembunyian dan membantai satu sama lain" jelas Cass mengingat-ingat masa lalunya saat masih di akademi. Jujur dia sedikit jengkel soal hal itu, menunggu bukan lah hal yang menyenangkan.

Ken terkekeh meski matanya sudah sayu karena kurang tidur.

"Nampaknya angkatan ini berbeda" ucap Ken pelan sambil memperhatikan monitor. Entah lelaki gondrong ini niat atau tidak dalam melakukan tugas, wajahnya itu terlihat malas. Vi yang duduk di sebelahnya pun hanya diam karena dia tidak merasa wajib untuk merespon orang-orang di sana. Mereka berdua adalah koordinator di ruang kontrol.

"Wah iya" balas Axel saat ikut memperhatikan monitor milik Ken.

Sony, Cass dan pengawas lainnya bingung, lalu beberapa detik kemudian Cass terkejut karena 1/4 siswa sudah berstatus abu yang tandanya mati.

"Secepat ini?" tanyanya dengan tatapan tak percaya ke pada Leroy-rekan pengawasnya di bagian status. Lelaki itu hanya berdeham tidak jelas seolah menghiraukan Cass.

Apa yang sebenarnya terjadi?

BOOM! let's Agent's! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang