"Ditambahin sedikit, La," kata Cassia. Matanya berganti-ganti menatap layar laptop Ella dan buku paketnya. "Bagian ini kurang sedikit penjelasannya."
"Oke," kata Ella. "Tambahin apa lagi, Si?"
"Nih, gua diktein," kata Cassia.
Sementara Cassia dan Ella tengah sibuk berkutat dengan makalah kelompok yang belum disempurnakan, Margareth dan Sasha bercengkrama.
"Nggak ada kerja lagi kita?" tanya Sasha dengan logat khasnya.
"Nggak tau." Margareth mengangkat bahu. "Kayaknya Cassie sama Ella tinggal nambahin dikit."
"Padahal itu bisa aja kita yang kerjain. Mereka udah bantu banyak banget."
"Mereka kan emang manusia-manusia rajin, Sha, lu tau sendiri."
"Ya tapi sampai kita nggak dikasih bagian. Kasihan mereka, capek nanti."
Margareth tersenyum simpul sambil menatap kedua temannya yang tengah sibuk itu. Cassia yang sibuk membaca dan meringkas isi buku yang dipegangnya dan Ella yang mengetik segala yang Cassia katakan.
"Selesai," kata Cassia beberapa menit kemudian, lalu menoleh ke arah Margareth dan Sasha. "Kalian nggak ada acara, kan?"
"Habis ini gua mau berangkat makrab," kata Margareth. "Kenapa emang?"
"Oh, nggak, cuma mau ngajak kalian nongkrong aja," kata Cassia.
"Di mana emang?" tanya Sasha
"Biasa," jawab Ella. "Ya udah, lu pergi duluan aja, Gi. Daripada telat."
"Siap, Kakak Ella," kata Margareth, lalu berdiri. "Duluan ya guys."
"Safe ride, Gi," kata Sasha, sedangkan kedua anak lainnya hanya melambaikan tangan.
Margareth berjalan setengah berlari keluar gedung kampusnya menuju asrama. Beruntung letak kedua gedung itu tidak terlalu jauh, membuatnya dapat bersiap-siap lebih cepat. Di sebuah sudut lapangan parkir, sebuah bus sudah terparkir dengan beberapa anak tengah berkerumun di dekatnya.
Untung baru sedikit yang ngumpul, gumam Margareth dalam hati sambil terus melangkah.
Sesampainya di dalam asrama, dilihatnya Lidia telah berdiri di dekat meja informasi dengan membawa ranselnya dan Margareth.
"Nah, ini teman gua yang baik hati dan tidak sombong," cengir Margareth.
"Tebu ya emang lu," gerutu Lidia, lalu menyerahkan ranselnya. "Berat amat ransel lu. Mau camping sebulan emang?"
"Iya, habis makrab gua mau menjelajahi Gunung Rinjani," kata Margareth sambil menerima ranselnya. "Ya nggak, lah! Gua bawa buku bacaan banyak, siapa tau bosan."
"Nggak akan bosan katanya," kata Lidia sambil mengangkat bahu. "Tapi kalau emang sampai kejadian, gua pinjam buku lu, ya."
"Nggak, enak aja. Buku bacaan lu sendiri kan banyak. Kenapa nggak dibawa?"
"Mager."
Margareth mendengus.
"Udah ah, mending ke parkiran sekarang. Beberapa anak udah nunggu," katanya kemudian.
Lalu kedua anak itu melangkah keluar gedung asrama menuju tempat bus terparkir.
"Eh, ada MABA," kata satu dari antara anak-anak yang tengah duduk melingkar. "Sini, Gi! Halo juga, Lidia!"
"Baru mau bilang kenapa Lidia dikacangin," kata anak lainnya, lalu menatap Margareth. "Lu itu kembarannya Marigold, kan?"
"Iya, Kak," kata Margareth, sudah tak heran lagi dengan popularitas saudari kembarnya yang memang meroket itu. Dia duduk di seberang si penanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAP
RomancePertemuan Margareth dengan Ravel, sang wakil ketua UKM Musik membawanya kepada hal-hal yang tak diduga, tepatnya setelah kecelakaan maut itu terjadi dan merenggut memori Ravel selamanya. Hal ini membuat hubungannya dengan Alan, seorang siswa dari SM...