empat

3 0 0
                                    

Seminggu kemudian, Margareth sudah diperbolehkan kembali berkuliah – dengan banyak syarat dari Mama, tentunya.

"Nggak usah pecicilan dulu kamu," katanya. "Nggak usah aneh-aneh nanti di sana. Kalau kesakitan, bilang ibu asrama aja. Nanti kalau turun dari mobil hati-hati."

"Ya ampun, Ma, iya," kata Margareth malas. Sudah empat kali dia mendengar hal yang sama. "Kan Goldie juga yang antar aku sampai asrama. Pasti dia bantuin aku. Nggak usah takut!"

"Yeah, untungnya udah lulus les nyetir gua," kata Marigold sambil memainkan kunci mobil. "Ayo, gece! Perlu bantuan, nggak?"

"Makasih, Goldie, tapi udah kesekian kalinya gua ngomong kalau gua bisa jalan sendiri," kata Margareth, lalu mengambil kruk yang tersandar di sebelahnya dan berdiri dengan perlahan.

"Lu beruntung cuma patah kaki, Gi," kata Marigold ketika mereka sudah berada di luar. "Gimana nasib Kak Ravel yang lindungin lu?"

Sontak Margareth menghentikan langkahnya.

"Oh iya, Kak Ravel gimana, ya?" lirihnya.

"Lu peduli sama dia?" kata Marigold.

"Ya iyalah, Di. Dia kan yang tamengin gua," kata Margareth. "Gua ngerasa bersalah jadinya."

"Hei, kita udah pernah ngomongin ini, kan?" kata Marigold. "Kalau lu ngomong berkali-kali tentang keadaan lu yang udah bisa jalan sendiri, gua udah ngomong berkali-kali tentang hal ini. Gece, masuk! Dikunciin aja ntar lu nanti."

Akhirnya, Margareth berhasil masuk dengan sedikit kesulitan. Setelah Marigold membuka pagar, dia menyusul saudari kembarnya ke dalam mobil.

***

"Maggie!" Florence berlari-lari dari tempatnya di samping meja ibu asrama. Beberapa anak menyusulnya dari belakang. "Ya ampun! Gua kira lu nggak akan balik!"

"Ah, masa?" tawa Margareth. "Nggak biasanya lu ketakutan gini soal gua."

"Parah ya lu, dipikirin malah kayak gini," kata Florence, lalu meminta salah satu temannya membantu Margareth berjalan.

"No, I'm fine," kata Margareth, menepis tangan teman-temannya pelan. "Gua udah bisa jalan sendiri."

"Yakin?" kata salah satu teman Florence. "Lidia aja sampai hari ini belum masuk, Gi."

"Yakin," kata Margareth sambil mengangguk. "Mending kalian temenin gua aja sampai lantai dua."

"Siap deh, Kanjeng Ratu," kata anak itu sambil tersenyum iseng.

"Kanjeng Ratu gundhulmu!" kata Margareth sambil meninju bahunya pelan, lalu mulai berjalan dengan perlahan dibantu kedua kruknya.

"Lu udah dapat kabar tentang anak-anak Musik lain?" tanya Florence.

"Gua cuma baru tau Kak Aurel sama beberapa kating. Para MABA kecuali Lidia nggak tau semua," jawab Margareth.

"Gimana kabarnya?"

"Kak Aurel udah bisa masuk juga walaupun harus di kursi roda."

"Yah, Kak Aurel kan drummer!" kata salah satu anak.

"Makanya, sedih banget," kata Margareth. "Beberapa kating masih di rumah sakit. Yang lainnya malah ada yang nyaris nggak ketolong."

"Terus kating ganteng itu apa kabar?" tanya anak lain.

"Kating ganteng?" Kening Margareth berkerut.

"Itu, si wakil ketua."

Sontak Margareth menghentikan langkah. Matanya menatap kosong ke depan.

GAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang