tiga belas

4 0 0
                                    

"Halo, Goldie," sapa Margareth lesu lewat video call.

"Lesu amat kembaran gua," kata Marigold. "Kenapa? Berantem sama Alan?"

Margareth menggeleng.

"Terus kenapa?" tanya Marigold.

"Ntar aja," kata Margareth.

"Ada yang lagi nggak mood," kata Marigold.

Margareth hanya tersenyum sekilas.

"How's uni?" tanya Marigold.

"Great," jawab Margareth sarkas.

"Duh, nggak kuat gua sama kesarkasan lu," canda Marigold. "Sumpah, Gi, lu kenapa, sih?"

Margareth hanya mengangkat bahu.

"Oh, belum mau cerita ya lu," kata Marigold. "Ya udah, dengerin gua nge-date sama Marvel aja ya, Gi."

Margareth tersenyum kecil. Dia selalu menyukai permainan piano Marigold semenjak dulu, walaupun dia sendiri juga mampu melakukannya.

Tampak Marigold bergerak-gerak dalam layar. Beberapa saat kemudian, dia sudah duduk di depan piano dengan ponsel diletakkan di sisi sampingnya.

"Mau piece apa?" tanyanya.

"Bebas," jawab Margareth.

"Ya udah, favorit lu aja. Lagi nge-down kan lu?" kata Marigold, lalu mulai menekan-nekan tuts pianonya.

"Nggak pakai partitur?" tanya Margareth.

"Udah hafal, kali," kata Marigold. "Lu udah main berkali-kali juga."

"Kok tau?"

"Marvel kan nggak ditaruh di dalam ruangan tertutup, Gi."

Margareth tersenyum, melupakan fakta kalau suara piano itu bisa terdengar hingga keluar rumah.

"Ya udah, gua mulai main, ya," kata Marigold.

Lalu terdengar alunan indah melodi dari piano tersebut. Selama itu, Margareth tersenyum kecil. Dia memang sudah memainkan piece itu berkali-kali, tetapi bila Marigold yang bermain tetap saja berbeda rasanya. Di bagian akhir, Margareth turut menyenandungkan nada-nadanya.

"Coba lu bisa ke asrama, Di," kata Margareth setelah Marigold selesai bermain. "Walaupun kepala lu gede banget kalau soal main piano, gua tetap aja suka sama permainan lu."

"Gua nggak tau harus lempar lu atau berterima kasih," tawa Marigold. "Nah sekarang, perasaan lu udah enakan, belum?"

"Lumayan."

"Udah mau cerita?"

Margareth menghembuskan napas. Perasaannya memang membaik, tetapi niatnya untuk bercerita masih belum pulih.

"Belum kayaknya," kata Marigold. "Kenapa sih, Gi? Emang masalahnya berat banget apa sampai lu mau cerita aja malas?"

Margareth mengangguk.

"Tentang si vice president?"

Margareth kembali mengangguk.

"Dia ngapain lu? Maksa lu? Nyuruh lu ngelakuin yang nggak-nggak? Nyuruh lu putusin Alan?"

"Nggak sampai mutusin Alan, Di, tenang aja." Margareth geli melihat Marigold yang mulai menunjukkan sifat overprotektifnya.

"Terus dia ngapain?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang