(..1..)
Dia mengunjungi restoran keluargaku sekitar satu minggu yang lalu
Dia makan dengan lahap tepat ketika aku menaruh sepiring nasi dan semangkuk sup kepala kakap, menu andalan resto ayahku
Sebagai seorang gadis, satu hal yang membuatku masih terus mengingatnya, tidak lain dan tidak bukan adalah wajahnya yang tampan. Rambutnya hitam, panjang sebahu. Terlihat berantakan, namun sehat. Bola mata yang kecoklatan menyorot tajam dinaungi alis tebal yang sedikit berantakan. Hidungnya yang bangir. Dan saat aku mencuri-curi pandang dari arah samping. Tampak begitu jelas garis rahangnya yang tajam
Semua yang ada pada wajahnya begitu sempurna bagiku. Bahkan sampai aku lupa bagaimana caranya berpakaian. Oh ya, dan satu yang belum kujelaskan adalah bibirnya yang berisi, berwarna merah kehitaman. Mungkin karena merokok? entahlah
Aku selalu membenci seseorang yang bersuara ketika makan. Tapi, bunyi setiap kecapan dari mulutnya membuatku tak henti menatapnya
"mina..."
Jika sekali lagi dia datang ke sini, maka kupastikan dia adalah jodohku. Apa aku terlalu genit menjadi perempuan?
"mina!!"
"eh,"
Aku terperanjat. Memutar tubuhku ke belakang karena seseorang baru saja memanggilku. "iya.." jawabku
"jangan melamun di siang hari mina, nanti kamu kesurupan"
"mana ada orang kesurupan di siang hari mama"
"ada lah"
"siapa?"
"kamu, nanti"
Aku tak menjawab. Hanya melempar tatapan sinis karena lelucon tua dari ibu ku
"udah, itu ada orang, tanyakan dia mau pesan apa" pinta ibuku sembari memberikan selembar kertas menu
Benar. Sejak pemuda itu datang aku menjadi hobi melamun. Padahal tak pernah sekalipun terpikirkan olehku kehadiran seorang pria di hidupku. Atau mungkin, sekarang aku membutuhkannya?
Dua puluh lima tahun bagiku bukanlah usia tua. Kurasa belum saatnya memikirkan laki-laki. Itu yang aku katakan kira-kira satu minggu yang lalu
Tapi, dengan mudahnya hatiku bergetar hanya karena menatap seorang lelaki tampan yang mampir tak ada 30 menit untuk makan
Asal kalian tahu saja. Dia tidak hanya tampan. Kehadirannya saja mampu merubah suasana restoran ayahku menjadi mencekam. Apa aku terlalu berlebihan?
Tapi serius, itu yang aku rasakan. Tampan dan kharismatik!
--
"mina sepertinya adikmu demam" teriak ibuku dari dalam kamar
Aku menyusul. Dan benar, adikku terkulai lemas di atas ranjang dengan wajah pucat
"terus bagaimana? mau di kompres?" tanyaku, tak kalah khawatir
"apa beli obat, kurasa masih buka" tawarku setelah ibuku tidak menjawab
"mungkin lebih baik begitu, biar mama yang membereskan depan nanti" ujar ibuku
Aku hanya mengangguk. Mengambil dompet dan berjalan keluar setelah membalik papan open menjadi close
Rumahku gabung menjadi satu dengan restoran tempat makan. Dan tempat kami buka pada siang jam 11 dan tutup jam 10 malam. Sejak kepergian ayahku 3 bulan lalu. Kami menjadi sedikit repot, dulu tempat ini di buka selama 24 jam. Ya, kebangkrutan yang membuat kami memulai lagi dari awal
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen MiChaeng, Twice
Hayran Kurgukumpulan cerita pendek twice, terutama MiChaeng uwu up sesuai mood wkw