Bab 1 Akasia

74 2 0
                                    

Suasana kampus terlihat ramai dengan banyaknya Mahasiswa, Axel berangkat menggunakan sepatu, meskipun ada aturan tidak boleh pakai sandal. Dirinya mengikuti aturan kampus. Berharap bisa mendapat ilmu yang bermanfaat dari Dosen-dosen yang mengampu mata kuliah di kampus.

Dengan menenteng tas ransel, Axel berjalan menuju kelas. Rupanya, kelas sudah dimulai, sebagian Mahasiswa masih berada di kantin. Kali ini mata kuliah yang diampu Bu Heny. Waduh, telat bisa gawat ini.

"Assalamualaikum," ucap Bu Heny

"Waalaikum salam" jawab Axel dan Mahasiswa lainya.

"Alhamdulillah, tidak telat rupanya. Bu Heny baru memulai kuliahnya" gumam Axel

Axel duduk dan mengeluarkan bolpoin dan mencatat materi yang diajarkan di depan kelas. Wajah serius Mahasiswa lainnya juga tampak jelas. Mata kuliah Morfologi kali ini sudah di mulai.

"Penggunaan imbuhan Me(N) bertemu dengan kata dasar tanam berumah menjadi menanam" papar Bu Heny

Axel mendengarkan apa yang disampaikan Bu Heny. Serius. Ilmu itu akan berkah ketika Dosen yang mengajarkannya ikhlas dalam menyampaikannya. Waktunya untuk menimba ilmu. Ada yang telat, dan hanya diperbolehkan duduk di luar kelas.

"Maaf, Mas. Kuliah sudah dimulai" kata Bu Heny

Ada lagi Mahasiswa yang telat dan harus rela menunggu di luar ruangan kelas. "Maaf, Bu. Saya telat"

"Baiklah, kali ini Bu Heny memberikan dispensasi dan memperbolehkan ikut kuliah, silakan masuk" kata Bu Heny

"Terimakasih, Bu"

"Baiklah, kalau sudah selesai kalian bisa buat kelompok untuk berdiskusi. Setelah itu kalian membuat makalah dan mempresentasikanya di depan kelas" kata Bu Heny

"Baik, Bu" kata Axel disauti Mahasiswa lainnya.

Axel merasa beruntung bisa kuliah, dan mengenyam pendidikan. Kampus yang bagus, bersih, suasana rindang dan banyak Mahasiswa lainya yang menjadi Aktivis kampus. Di sini kalau hanya duduk diam mendengarkan saja belum cukup, katanya. Bahkan banyak yang tergabung untuk menjadi ketua senat. Ilmu akan mengalir begitu saja.
"Kuliah kali ini sudah cukup, dan saya Akhiri Assalamualaikum" kata Bu Heny

"Wa'alaikum salam" jawab Axel

Axel pun keluar kelas. Mahasiwa lainnya juga akan sholat di mushola kampus, ada juga yang ke perpustakaan. Beruntung rasanya, Axel tidak sampai terlambat kuliah.

🎵🎵🎵

Stasion kota Jombang terlihat ramai, hingga hiruk pikuk kota yang terdengar deru laju kendaraan bermotor. Mahasiswa rantau, sungguh unik, malam-malam begini masih saja bingung mencari makan. Apa mau dikata, ketika perut sudah keroncongan. Dengar saja, alon-alon kota masih punya mimpi untuk mengais rejeki. Itu semua tampak dari penjual angkringan yang masih menjajakan aneka gorengan, sate kerang, juga minuman hangat.

"Axel, kamu mau pergi beli nasi di dekat stasiun?" pinta Fikri

Axel heran lalu bertanya, "Emang jam segini masih buka ya, Fik?"

"Tak kasi uang nanti kamu yang belikan, sekalian kamu pakai sepeda ontel yang ada di depan kamar kost. Aku lapar, minta tolong ya!" Ucap Fikri

"Ya, sudah. Aku pinjam sepeda kamu kalau begitu" kata Axel

Kalau jauh, jalanan dari tempat kost menuju stasiun Kota Jombang lumayan jauh, tapi masih bisa dijangkau dengan sepeda onthel. Tapi, kedekatan Fikri dan Axel sudah terlihat seperti Saudara sendiri. Kemungkinan jalanan masih tampak lenggam karena sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.

Kenapa malam-malam masih mencari makan? Proses kreatif untuk mementaskan naskah drama yang di sutradarai oleh Fikri membuat dirinya bersama Mahasiswa lainnya harus rela bermalam di HMP, kebetulan juga berdekatan dengan UKM Musik.

🎵🎵🎵

Properti sudah disiapkan, untuk menunjang terlaksananya pementasan yang luar biasa. Kebetulan Pak Imam yang menjadi Dosen pembimbing. Senang rasanya bisa ikut magang bersama kakak kelas. Hingga Axel mengenal satu persatu kakak seniornya, ada Mas Faqih bagian lighting, ada Mbak Fera, dan Tim Artistik lainya.

"Mas, kalau suasana adegan bahagia itu pakai warna apa? Tanya Axel

Faqih pun menjawab, "Pakai warna kuning, itu menandakan kalau suasananya sedang gembira, bahagia"

"Kalau black out itu untuk apa? Lampunya dipadamkan lalu menyala lagi" tanya Axel penasaran

"Oh, itu tandanya sedang pergantian waktu, atau latar suasananya berubah" papar Faqih menjelaskan.

Axel pun mulai sedikit paham tentang cara mengoperasikan lighting, karena lampu yang menyala akan membantu para aktor di atas panggung untuk menyesuaikan adegan yang sesuai.

🎵🎵🎵


Axel menuju jantung kota Jombang. Membeli nasi di sebuah warung Mak Ngantuk namanya. Kenapa dipanggil Mak Ngantuk karena ibunya kerap terlelap waktu berdagang, menunggu pelanggan.

"Mak, beli nasinya ya, pakai sayur lodeh dan ikan pindang" kata Axel

Fikri memang menyukai ikan pindang, katanya di Padang dirinya gemar memakan ikan laut, katanya baik untuk kesehatan. Fikri lebih memilih ikan pindang juga mempunyai daya beli yang relatif murah bagi sebagian anak kost, misalnya.

"Bungkus apa makan di sini?" Tanya Mak Ngantuk

"Bungkus saja, tadi Fikri minta lauk ikan pindang, Mak" kata Fikri

Axel pun kembali menuju tempat kost dengan membawa dua bungkus nasi lodeh dengan lauk ikan pindang. Axel melajukan sepeda onthel yang dikendarai menuju HMP, dimana ada Fikri dan teman Mahasiswa lainnya untuk menyelesaikan properti karung goni sebagai kostum pementasan drama kolosal.

Pak Imam memang memberikan wadah bagi para Mahasiswa untuk berkreasi sampai pada hari H untuk pementasan berlangsung. Ada juga pak Nanda Dosen Sastra. Penggemar bunga, katanya lebih indah memandang bunga yang ada ditaman.

🎵🎵🎵

Malam menjelang, Ukil datang ke rumah Pak Nanda berencana untuk sowan. Ukil merupakan Mahasiswa Pak Nanda. Dirinya berniat untuk konsultasi kepada Pak Nanda. Ukil juga terkenal alim dibanding dengan teman lainnya. Ukil itu anaknya tokoh pemuka Agama di Desanya.

Ukil mendekati Pak Nanda yang sedang sibuk di depan teras rumahnya, lantas bertanya "Ngene iki, gawe hiburan tah pak? Kok nandur kembang ae di rumah" (Begini itu, dipakai hiburan ya pak? Kok nanan bunga di rumah).

Pak Nanda pun kaget sembari menjawab, "Eh, awakmu tah kil. Ono opo kok mrene?" (Eh, kamu ya kil. Ada apa kok kesini)

"Iki kembang opo pak jenenge, kok apik ngene" (ini bunga apa pak namanya, kok bagus begini)

Pak Nanda berdiri dan mempersilakan ukil untuk melihat-lihat bunga koleksi milik Pak Nanda, "Macam-macam, ada bunga Akasia, ada lily paris, kalau kamu suka ya kamu pilih satu" ucap Pak Nanda

"Loh, serius tah pak?" Tanya Ukil

"Serius. Ngene iki aku hobi" papar pak Nanda.

"Aku tak milih yo Pak. Sampean jualan kembang tibak'e" (Aku tak milih ya Pak. Bapak jualan bunga ternyata)

Hingga ukil memilih beberapa bunga, dan dibawanya pulang. Suatu kehormatan bagi ukil bisa belanja bunga di rumahnya Pak Nanda.
"Terimakasih loh, Pak. Aku jadi dikasi oleh-oleh" kata ukil pamit undur diri.

🎵🎵🎵

TBC

#salamwritingmarathon
#challengemenulisbersama_tim3
redaksisalam_ped

MENALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang