Bab 9 Mawar

15 1 0
                                    

Assalamualaikum, daripada menunda update yang nanti ujung2nya tidak kelar nih cerita mending diselesaikan pelan-pelan sambil nunggu signal wifi kembali stabil. Maaf ya teman, kalau biasanya update cuma beberapa kata dalam satu chapter. Jujur, itu lagi tidak ada signal bagus. Mudah-mudahan ini bisa konsisten nulisnya sampai jari-jari ini mungkin keriting. 😅😅😅

Next, cerita tentang peri bunga. Di Mars memang tidak ada kehidupan. Tapi, manusia berupaya dengan kecanggihan teknologi meneropong masa depan. Apa mungkin kita bisa hidup di sana. Tuhan juga menciptakan bahasa dari suara makhluk yang diciptkannya, misalnya suara cicak, pasti bunyinya ckckckck. Lain halnya dengan tokek, pasti bunyinya juga sama seperti hewan itu berbunyi tokek. Bahkan, hakikatnya tumbuhan itu juga punya bahasa sendiri. Namun entah bagaimana harus memulainya.

.
.
.

"Wahai rose, kamu memang indah, namun kamu berduri"

.
.
.

"Aku hanya kenanga, mungkin kamu suka dengan wangiku"
.
.
.

"Bukankah, mawar itu punya nasip yang sama dengan bunga yang lain"
.
.
.

Tentang arti sebuah cinta, mungkin siapa saja akan merasa takjub. Karena memang cinta itu datangnya dari pelupuk mata. Memandang lawan jenis, dengan pesona seperti mencium semerbang wangi dari apa yang ada di sekeliling mereka.

Peri itu seperti kepak kupu-kupu, mempunyai sayap. Kehidupan, akan seimbang denganmu.

Kekasih, siapa yang tidak punya rasa kasih. Itu lumrah datang dengan sendirinya. Wajar saja kalau ada yang datang menikmati aroma wangi itu.

Keindahan, memang wanita itu seperti bunga, wangi. Diciptakan paling sempurna. Bahkan sungguh elok untuk dipandang, itulah kata Muslimah. Menutup aurotnya, seperti mekar bunga yang masih kuncup, dan mekar ketika sudah waktunya.

"Kamu yakin, pilih yang ini?" Masfier mencoba mendekati.

"Entahlah, aku mau cari daun muda saja" Axel mencoba meyakinkan.

"Tentang pilihan, kamu nanti yang akan menjalani" kata Masfier

Masfier mempunyai wajah yang putih. Manis, juga postur tubuhnya agak sepadan dengan Axel. Dirinya hendak menyalakan rokoknya. Di tengah malam yang dingin, kala itu, sedang kehabisan air minum.

"Masfier, baiknya kamu buat api unggun untuk memasak air" kata Axel

"Galonnya dimana?" Masfier mengambil ceret dan mencari ranting kayu di sekitar kampus untuk membuat api unggun. Mencoba untuk survive. Kalau jauh dari orang tua memang kondisinya seperti ini. Mandiri.

"Ada di sebelah laci, dekat televisi. Aku menaruhnya di sana. Setelah kamu mencari kayu bakar biar aku yang menyulut apinya" cuaca dingin begini Axel dan Masfier berusaha untuk tetap bertahan di kampus.

"Kamu masak seperlunya saja, Masfier. Nanti kalau dingin bisa kamu minum" lanjut Axel

"Aku pinjam uang kamu boleh? Besok tak kembalikan. Sekalian aku mau pinjam celana kain kamu buat KKN besok" pinta Masfier

"Baiklah, ambil saja. Tapi, nanti tolong dikembalikan" kata Axel

"Terimakasih!" Kata Masfier

MENALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang