End of us

910 162 10
                                    


Saat jam pulang kantor, Jeongyeon memutuskan untuk pulang ke apartemen tempat ia dan nayeon tinggal bersama. Sesampainya di apartemen, kondisinya sudah gelap karna sudah malam dan mungkin Nayeon sudah tertidur.

Jeongyeon pun menyalakan lampu dapur dan duduk di meja makan sambil menyisip bir kalengan yang ia ambil dari kulkas. Wanita itu menghela nafas dan menaruh tas nya diatas meja makan. Perlahan ia membuka dasinya dan 2 kancing teratas dari kemejanya dan juga kancing pada lengannya lalu menggulungnya sampai ke bagian sikut.

Jeongyeon berdiri dan berjalan menuju kamarnya dan Nayeon sambil masih memegang bir di tangannya. Perlahan ia membuka pintu dan masuk kedalam kamar. Jeongyeon menemukan figur nayeon yang sedang tidur dengan dress satin favoritnya.

Jeongyeon hanya menghela nafas sambil perlahan duduk di sisi tempat tidur yang tak jauh dari tubuh nayeon. Jeongyeon memperhatikan setiap lekuk wajah cantik nayeon yang terkena cahaya lampu tidur. Wajah yang yang selama 5 tahun menemani hari harinya itu, yang saat ini hanya bisa ia pandangi tak bisa ia raih ataupun ia kecup.

Jujur Jeongyeon masih sangat mencintai wanita dihadapannya itu. Tapi mengetahui bahwa wanita itu sudah 5 bulan menjalani hubungan bersama seorang pria yang dijodohkan orang tuanya, membuat Jeongyeon terasa sesak di dadanya. Apalagi saat tahu bahwa nayeon berbohong saat berkata akan liburan bersama sahabat sahabatnya, gadis itu malah liburan bersama pria itu. Tentu Jeongyeon marah, apalagi membayangkan hal hal terburuk yang bisa terjadi kepada sepasang wanita dan pria yang tidur di dalam satu kamar hotel yang sama selama 3 hari 2 malam.

"Huft.." Jeongyeon menghela nafasnya yang berat.

"Aku memaafkanmu." Ucapnya sembari mengelus kepala Nayeon dan beranjak dari duduknya.

Setelah itu, Jeongyeon memutuskan untuk mandi lalu memasak ramyeon untuknya makan. Namun, ditengah tengah sesi masaknya, Nayeon datang dan berdiri di ambang pintu kamar.

"Kau pulang?" Sapa Nayeon dengan senyuman tipis di wajahnya.

"Yeah, pekerjaanku sudah selesai." Jeongyeon menoleh sedikit lalu kembali melanjutkan sesi memasaknya.

"Kau membuatku khawatir Jeongyeon-ah." Nayeon berjalan perlahan menuju meja makan.

"Benarkah? kau tak perlu khawatir, lagipula aku sudah besar dan aku akan baik baik saja." Jeongyeon membawa panci berisi 2 porsi ramyeon dan perlahan membawanya ke meja makan.

"Kau lapar? ayo makan." Jeongyeon segera duduk dan mengangkat sumpitnya.

"Kau terlihat sudah lebih baik, apa kita dapat berbicara sekarang?" Tanya Nayeon sambil ikut duduk di hadapan Jeongyeon.

"..." Tidak ada jawaban dari Jeongyeon, wanita itu hanya fokus melahap makanannya.

"Kapan terakhir kau makan Jeongyeon-ah?" Tanya Nayeon yang memperhatikan Jeongyeon malan dengan lahap.

"Ntahlah, aku lupa." Jawabnya di sela sela kunyahannya.

"Aku terbangun karna kau mengelus kepalaku, dan berkata bahwa kau memafkanku. Apa itu tandanya kita-" Ucapan Nayeon terputus saat Jeongyeon berbicara.

"Kau serakah juga rupanya Nayeon-ssi." Jeongyeon meletakan sumpitnya.

"N-ne?" Nayeon cukup kaget karna Jeongyeon memanggilnya dengan panggilan formal.

"Kau masih mengharapkanku kembali padamu disaat kau sudah bermalam bersama pria pilihan orang tuamu adalah hal yang cukup serakah." Wajah Jeongyeon yang tadinya santai berubah menjadi sangat serius.

"Sampai detik ini, jujur aku masih sangat sangat mencintaimu. Tak ada yang berubah dari rasa cinta itu dari dulu hingga sekarang. Tapi setelah apa yang terjadi rasa cinta itu tercampur dengan rasa marah dan kecewa yang sama sekali tak bisa aku ungkapkan kepadamu. Sejak beberapa hari yang lalu sudah ku bilang padamu bahwa aku ingin ini semua di akhiri saja. Karna pada dasarnya aku tak mau rasa kecewa dan marah ini semakin menjadi jadi." Jeongyeon berhenti sejenak dan mengambil sesuatu di dalam tas yang ia letakan di kursi sampingnya.

Lost My WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang