17. My best friend [2]
Helaan napas lega keluar dari mulutku. Beban yang selama ini aku pikul akhirnya sirna. Aku berhasil mengungkapkan rahasia yang selama ini ku pendam kepada Joohyun. Itu tidak seburuk yang kubayangkan ternyata. Bahkan mungkin lebih mudah. Rasanya aku ingin memukul diriku sendiri karena terlalu bodoh menyimpan rahasia ini sejak lama. Rahasia yang sebenarnya bukan menjadi rahasia lagi mengingat Joohyun sudah mengetahuinya lebih dulu.
Joohyun tersenyum kecil. Dia mendekatkan dirinya dan memelukku erat. Aku kembali memeluknya. Cukup lama kami berpelukan sebelum akhirnya dia melepasnya, namun dirinya masih berada sangat dekat denganku.
"Terima kasih Seulgi. Terima kasih karena telah mencintaiku." Ujarnya pelan.
"Aku pikir kau akan membenciku karena ini."
Gadis berambut hitam itu menggeleng pelan. "Tentu tidak. Kau tahu aku tidak akan pernah melakukan itu."
"Jadi?"
"Jadi?" Tanyanya bingung.
Aku menggaruk leherku yang tidak gatal karena gugup. "Kau tahu, karena aku mengungkapkan perasaanku padamu. Dan... kau tidak membencinya. Jadi, apa yang terjadi dengan kita sekarang?"
Joohyun tersenyum. Gadis itu menggenggam tanganku erat. "Bagaimana bila kita tidak terlalu memikirkannya saat ini?"
"Apa maksudmu?"
Senyumnya menipis, bibirnya membentuk garis lurus. "Bukan berarti aku tidak punya perasaan padamu, atau yang lain. Tolong jangan berpikiran seperti itu. Hanya saja―"
"Hanya saja?"
"Hanya saja aku pikir sekarang bukan waktu yang tepat. Ya, sekarang belum."
"Aku mengerti." Jawabku setengah berbisik.
Joohyun mengenggam kedua tanganku erat dan menatapku lembut. "Kau orang yang sangat baik, Seul. Aku merasa beruntung bisa dicintai olehmu, sungguh. Tolong, jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku hanya― sekarang bukan waktu yang tepat."
Aku menudukkan kepalaku sejenak sebelum menatapnya kembali. "Aku mengerti, sungguh. Aku mencoba mengerti."
Gadis berambut hitam itu lalu memelukku dengan erat, dan aku membalas pelukannya tidak kalah erat. "Terima kasih."
Terima kasih karena telah mengerti, Seulgi.
Aku menahan ludahku cepat ketika menyadari pesan dibalik kalimatnya tadi.
"Ini sudah larut. Aku pikir sudah saatnya aku pulang." Katanya ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 09.00 malam.
"Aku akan memanggil supirku untuk mengantarmu, Hyun." Sejak Rowoon kembali ke rumah, Ayah memberikanku supir pribadi yang mengantar jemputku kemana-mana selama aku masih memakai tongkat.
"Tidak perlu, aku bisa memesan uber."
"Tidak masalah, aku ingin memastikan kau pulang dengan selamat. Aku memaksa." Ujarku setengah becanda.
Gadis itu tertawa kecil, sebelum menyenggol bahuku pelan. "Okay, worrywart."
Perjalanan ke apartemen Joohyun sangat hening. Gadis itu menyandarkan kepalanya di pundakku dan memeluk pinggangku. Sementara aku menyandarkan kepalaku di kepalanya. Tangan kananku melingkar di pinggangnya. Tidak ada kata yang terucap dari kami berdua. Mungkin karena kami sudah lelah, atau karena kami ingin menikmati suasana malam ini dalam keheningan. Atau mungkin karena aku tidak ingin berpisah darinya.
Jujur aku tidak tahu apa yang terjadi setelah ini. Aku sedikit senang karena Joohyun tidak membenciku atau menjauhiku karena mencintainya. Namun jawabannya tidak memberikan kejelasan tentang perasaannya padaku. Dia hanya bilang ini bukan saat yang tepat. Aku tidak tahu apa alasannya, dan aku tidak berani untuk menanyakannya lebih jauh. Tidak jika itu beresiko untuk memperburuk suasana. Setidaknya Joohyun tidak membenciku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The List
Fanfictionhttps://kangseul.wordpress.com/ Seulgi mencintai Joohyun sahabatnya sejak SMA. Hanya saja hubungan persahabatannya yang sudah cukup lama itu membuatnya ragu untuk mengungkapkan perasaannya. Berbekal ide gila dari Seungwan untuk mengungkapkan cintany...