tujuh

20 4 5
                                    

7. KAK RAZAN

***

Hari senin hari yang tidak disukai oleh Mentari. Selain karena harus upacara dipagi hari, juga harus mengikuti pelajaran olahraga di jam kedua. Tari tidak suka olahraga, dia lebih suka matematika. Entah kenapa tapi rasanya dari dulu Tari tidak tertarik mengikuti praktik olahraga, apalagi materi senam lantai. Lebih baik Tari mengerjakan puluhan soal matematika daripada harus praktik senam lantai.

Tari berjalan malas menuju lapangan. Sesekali berhenti dan menyender ditembok dengan wajah melas.

"Ishh ayo Tar, nanti telat ihh." Salma menarik paksa tangan Tari.

Yang ditarik justeru semakin melemaskan badannya dan pura-pura hendak pingsan, "aduh kok gue ngedadak pusing gini ya. Gue izin aja deh di UKS."

"Ni anak kebiasaan kalo disuruh olahraga males terus. Ayo Tar, jam kita olahraga bareng sama kelas 12 IPS 3. Kata pacar gue mereka hari ini materinya sama di lapang basket." Mia menarik tangan Tari gemas.

"Hah? 12 IPS 3? Kelasnya Kak Razan? Seriusan?" Tari langsung berdiri tegak mendengar kelas gebetannya itu. Mia mengangguk senang ketika melihat Tari bersemangat. Tari langsung berlari menuju lapang olahraga tanpa menunggu temannya.

"Ada ya bocah kek gitu, bucinnya minta ampunpadahal si Razan nya aja nggak tau kalo Tari suka sama dia." Gumam Salma saat melihat Tari memasuki lapangan dengan semangat.

***

Tari meluruskan kakinya dan mengatur nafas. Baru kali ini dia mengeluarkan keringat sebanyak ini, karena biasanya saat pelajaran olahraga Tari hanya sekedar formalitas ikut ke lapang tapi tidak pernah bersungguh-sungguh melakukan praktik.

SMA Garuda memilik dua lapang outdoor, yang satu adalah lapangan untuk upacara bendera, kegiatan eksul dan satunya lagi untuk kegiatan olahraga. Karena SMA Garuda termasuk sekolah elite tentu saja bentuk bangunannya juga terkesan mewah.

Tari memperhatikan gerombolan kakak kelasnya yang sedang olahraga juga disudut kanan lapangan. Matanya mencari-cari keberadaan seseorang.

"Hey." Seseorang berdiri didepannya membuat Tari mendongak.

"Nih gue bawain minum." Orang itu duduk disebelah Tari dan mengulurkan botol air mineral.

Yang diajak ngobrol justru hanya diam wajah merah merona. Tari terkejut ketika sadar yang disebelahnya adalah Razan, cowok yang selama ini dia halu-kan duduk disebelahnya dan memberikan minuman.

"Ini gue ngajak ngobrol malah diem aja." Razan menjentikan jarinya di depan waja Tari sambil tertawa.

"Eh ada Kak Razan, sejak kapan?" Tari tersadar dari kekagetannya.

"Dari tadi, nih." Tawar Razan sekali lagi.

"Makasih Kak." Tari nyengir.

"Yang gue tau Mentari anak 11 IPA 1 si juara umum angkatan itu nggak suka pelajaran olahraga, tapi kok sekarang tumben mau ikut." Razan tersenyum memperhatikan wajah Tari yang basah oleh keringat.

Tari tambah terkejut, tiba-tiba stok oksigen disekitarnya menipis. Apa Tari tidak salah dengar? Razan begitu tahu persis kebiasaan Tari. Dulu saat pertama menceritakan kalau Tari suka pada Razan, dia diledek habis-habisan oleh Salma karena kata Salma mustahil Razan akan membalas perasaan Tari. Razan adalah golongan Kakak kelas populer disekolah karena dia adalah anggota band disekolah yang digemari oleh banyak siswi dari berbagai tingkatan. Melihat perlakuan Razan saat ini membuat Tari optimis bisa mendapatkan hati kakak kelasnya ini.

Masih setengah melamun Tari bergumam dengan suara pelan nyaris tak terdengar, "iya soalnya olahraganya bareng Kakak."

"Apa Tar? Lo ngomong apa?" Tanya Razan memastikan.

"Eh nggak kok, aku eh gue nggak ngomong apa-apa." Tari salting sendiri. "Aku eh gue ke kelas duluan ya Kak, permisi." Tari berlari menuju kelas dengan wajah merah.

Tari menyukai Razan dari awal masuk sekolah, saat acara penutupan MPLS dan band sekolah tampil. Tari langsung jatuh cinta ketika mendengar suara Razan yang katanya suara ganteng. Walaupun sedari dulu tidak pernah di notice, perasaannya pada Razan masih ada sampai saat ini. Jadi wajar saja jika Tari sangat senang ketika bisa ngobrol berdua dengan Razan seperti tadi.

"Eh Tar lo kenapa? Muka lo merah." Mia menangkup kedua pipi Tari saat gadis itu duduk dikursi sebelahnya.

Tari menggeleng lalu melepaskan tangan Mia.

"Gue nggak bakal mundur gitu aja buat dapetin Kak Razan, gue bakal semangat empat lima." Tari menatap lurus dan tersenyum yakin.

***

Tari beserta teman-temannya sedang menikmati jam istirahat dikantin. Berusaha mengistirahatkan otaknya setelah belajar tadi.

"Serius lo dianterin pulang sama Alif?" Mia bertanya setelah Tari menceritakan kejadian malam minggu kemarin.

"Ya mau gimana lagi, orang si Rakha pulang gitu aja terus nitipin gue ke dia." Kata Tari sambil mengaduk es teh manisnya.

"Kalian ngerasa aneh nggak sih? Ya maksudnya tumben Rakha ninggalin anak orang gitu aja. Secara ya Rakha orangnya kan tanggung jawab banget kalo bawa anak orang maen." Kata Salma. Salma betul, Rakha adalah tipe cowok yang bertanggungjawab. Dulu Tari pernah minta tolong pada Rakha untuk mengantarkan Salma pulang padahal sudah larut malam, dan Rakha walaupun sedang malas keluar mau menuruti permintaan Tari.

"Kalian nggak tau ya?" Tanya Mia membuat kedua temannya menoleh. "Si Rakha katanya punya gebetan."

"HAH?!"

"Demi apasi?" Tari melongo mendengar pernyataan Mia. Benar-benar sebuah berita besar bagi Tari selaku orang yang paling dekat dengan Rakha disekolah ini. Baru kali ini Rakha terdengar menggebet cewek, dan yang lebih membuat Tari kaget kenapa Rakha tidak cerita padanya?

"Siapa ceweknya siapa? Berani-beraninya ngambil pacar gelap gue." Kata Salma emosi selaku pengagum Rakha dari kelas sepuluh tapi tidak pernah dianggap.

"Siapapun ceweknya pasti dia orang hebat, secara dia bisa ngubah Rakha yang kayak kulkas tiga puluh lima pintu jadi bucin sampe tega nitipin Tari ke temennya." Kata Mia serius. Tari mengangguk setuju.

"Boleh gabung duduk disini kan? Boleh lah kan ini meja umum, sebelah Tari juga kosong kan?" Razan datang membawa nampan berisi makanan dan tersenyum.

"Hah iya iya, boleh kok." Seketika pipi Tari menjadi merah.

Mereka berempat tidak banyak bicara. Terlebih karena sedikit canggung satu meja dengan kakak kelasnya ini. Mungkin hanya beberapa kali Mia bertanya pada Razan tentang Dion pacarnya yang satu kelas dengan Razan. Apalagi Tari yang sejak Razan duduk disampingnya mendadak jadi anak alim.

"Thanks ya udah dibolehin duduk bareng. Gue duluan ke kelas ya." Pamit Razan menepuk bahu Tari disampingnya.

Tari yang sejak tadi bersemu semakin kehilangan oksigen. Mengipasi wajahnya dengan tangan Tari menggigit bibir bawahnya menahan untuk tidak berteriak.

"Anjir Tari. Sebuah kemajuan yang drastis ya bun." Salma tertawa melihat wajah Tari yang merah.

Tari ikut tertawa. "Gue bilang juga apa, tidak ada yang tidak mungkin. Gue pasti bisa dapetin Kak Razan, Sal." Kata Tari mantap sambil menaik turunkan alisnya.

Bagi Tari, jika dia memiliki sebuah keinginan maka dia harus berusaha. Tidak peduli sebanyak apapun tantangannya Tari akan tetap berusaha. Termasuk dalam hal menyukai cowok. Tapi Tari masih tau batas wajar, dia tidak akan mengemis cinta jika sudah ada penolakan.














🌻🌻🌻

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang