delapan

18 5 2
                                    

8. RAKHA JATUH CINTA



***

Tari menuruni anak tangga dengan semangat, membuka pintu depan dengan senyuman yang tidak juga luntur.

"Mama!" Tari memeluk Mama nya dengan erat. "Mama kenapa lama banget diluar kota, Tari kangen sama Mama."

Elin tertawa sambil membalas pelukan Tari, "maaf ya sayang, Mama kan kerja juga buat kamu."

Tari melepas pelukannya lalu menatap Elin. "Tari kesepian banget Ma, Abang juga nggak pernah nanya kabar Tari pas Mama pergi."

"Mungkin Abang kamu lagi banyak tugas. Yang penting kamu baik aja kan dirumah? Nggak nakal kan? Disekolah juga oke kan?" Tanya Elin saat mereka duduk di sofa ruang keluarga. Mbak Lastri datang membawa nampan berisi minuman.

"Tari nggak nakal kok, tanya aja Mbak Las. Ya kan Mbak?" Lastri tersenyum lalu mengangguk.

"Neng Tari kan anak baik Bu."

"Sekolah gimana? Katanya minggu kemarin kamu ada olim, juara nggak?"

Tari terdiam sebentar, "aku juara tiga Ma."

"Its okay dear. Kamu udah berusaha." Elin mengusap rambut Tari. Tari sedikit lega mendengar jawaban Elin. Bersyukur Elin tidak pernah menuntut Tari untuk jadi yang pertama.

"Mama masuk dulu ya, mau istirahat." Tari mengangguk. Tari menatap sebuah figura berisi foto keluarganya. Terlihat bahagia dengan senyuman yang manis. Tari rindu berkumpul dengan Abang dan juga Papanya. Semenjak Arya--papa Tari, jarang pulang ke rumah semuanya menjadi berubah. Elin jadi semakin sibuk dengan bisnisnya, dan Bima--Abang Tari menjadi lebih tertutup dan emosian. Sudah beberapa bulan ini juga Bima tidak pulang ke rumah, padahal Tari rindu pada Bima.

"Neng Tari, ada dicariin Mas Rakha." Lastri tiba-tiba muncul memecah lamunan Tari.

"Itu diruang tamu Neng."

"Apa? Lo ke rumah mau minta oleh-oleh dari nyokap gue kan? Tau aja lo nyokap gue baru balik." Tari duduk disamping Rakha.

"Bukan." Rakha memainkan jarinya. Tari yang melihat gerak tubuh Rakha menatap heran.

"Lo kenapa? Nggak biasanya banget tangan lo nggak mau diem, biasanya Rakha itu kalem. Kalo duduk nggak pernah geser sampe berjam-jam juga. Lo kebelet pipis apa gimana?" Tanya Tari.

"Gue mau curhat." Cicit Rakha.

Tari menoleh shock. "Rakha, lo abis maen dirumah kosong mana? Lo kesambet setan mana?" Tari mengguncang bahu Rakha.

Rakha menghela nafas dalam. Apa salah jika seorang pendiam seperti dia ingin curhat? Jika Rakha tau harus bagaimana dia tidak akan datang kesini untuk meminta pendapat Tari.

"Salah banget ya kalo gue pengen curhat?" Tanya Rakha pelan.

"Eh nggak gitu, maksudnya ya tumben aja lo mau curhat. Biasanya lo lebih milih diem." Tari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Gue kalo tau harus gimana juga nggak bakal nanya ke lo Tar. Gue kesini karena gue bingung." Rakha menatap ujung sepatunya.

"Apasi anjir. Lo kayak lagi terlibat masalah besar sampe bingung gini." Tari gemas sendiri.

"Tapi janji lo nggak boleh cerewet apalagi sampe kasih tau ke orang lain?" Rakha menatap Tari serius. Tari tampak berfikir, dia mungkin bisa saja berjanji tapi mulutnya akan reflek bercerita jika ada yang bertanya padanya.

"Tar. Janji ya?" Rakha memajukan jari kelingkingnya.

"Iya elah, takut banget lo." Tari menautkan kelingkingnya pada Rakha.

Rakha sekali lagi menghela nafas berat dan memejamkan matanya. "Gue mau tanya, cewek tuh suka sama tipe cowok yang gimana sih?"

Tari menautkan alis, berusaha mengerti pertanyaan Rakha. "Maksudnya?"

"Gue lagi suka ke cewek, gue mau deketin dia tapi gue bing--"

"Astaga! Rakha?! Serius?!" Tari menjerit histeris sambil mengguncang bahu Rakha.

*****

Satria melangkahkan kakinya menuju kursinya. Menenteng tasnya dengan senyum secerah matahari pagi.

"Satria! Bayar uang kas," teriak Ina bendahara kelasnya. Satria menghentikan langkahnya lalu menoleh dan nyengir.

"Duh besok ya Na, lagi nggak ada duit." Satria ngeles.

"Besok-besok terussss. Lo tuh tiap ditagih susah banget, gue aduin lo ke wali kelas tau rasa." Ina ngomel. Sepertinya memang sebuah hukum alam bendahara itu galak.

"Mampus, beli rokok bisa masak iya bayar uang kas nggak." Alif tertawa dari kursinya melihat Satria pagi ini kena semprot.

"Lo jangan ketawa, lo juga belom bayar uang kas Alif." Ina menoleh pada Alif yang nyengir.

"Gue sama Satria uang kasnya dibayarin Rakha. Ya nggak Rakh?" Alif sembarangan bertanya pada Rakha yang baru datang.

"Apa?" Tanya Rakha bingung.

"Bayarin uang kas kita berdua dong, ntar diganti sama di Alif." Satria mendekat pada Rakha dengan wajah melas.

"Iya." Rakha mengambil dompet dan membayar uang kas.

Alif dan Satria tersenyum. Tumben juga Rakha mau berbaik hati tanpa mengeluarkan ucapan pedasnya.

Satria duduk disebelah Alif sambil menatap Rakha curiga.

"Si Rakha kenapa? Tumben nggak nyinyirin kita dulu." Satria berbisik lalu Alif menaikkan bahunya acuh.

"Lagi banyak duit maybe."

Satria melirik Alif yang sedang memainkan ponselnya, "lo udah ngerjain tugas matematika?" Alif menggeleng enteng.

"Nih kalo mau nyontek." Rakha memberikan LKSnya pada Satria.

Satria menggebrak meja lalu berdiri, "terimakasihhh monyet, kau lah sahabat sejati aku." Satria nyengir dan tangannya membentuk mini love untuk Rakha.

***

Rakha hari ini sedikit berbeda, walaupun masih lebih banyak diam tapi hari ini bibirnya sedikit tersenyum. Alif dan Satria yang menyadari perubahan Rakha sampai heran. Mereka khawatir Rakha mengonsumsi obat.

"Rakh?" Satria menoel lengan Rakha disebelahnya.

Rakha menoleh dan mengangkat alisnya.

"Lo nggak minum macem-macem kan?" Satria menatap Rakha cemas.

"Maksudnya?"

"Lo hari ini banyak senyum, gue sama Alif takut lo minum yang nggak-nggak." Kata Satria. Rakha otomatis terkekeh geli mendengar pernyataan Satria yang membuat Alif dan Satria semakin khawatir.

"Sat, temen lo salah pergaulan apa gimana?" Alif menatap Rakha yang masih terkekeh.

"Nggak anjir, lo pada berlebihan banget. Gue cuma pengen senyum emang salah?" Rakha menghentikan kekehannya.

"Keknya temen lo jatuh cinta Lif." Kata Satria menoleh pada Rakha.

Mendengar tebakan Satria membuat Rakha tersenyum simpul. Mungkin Rakha akan menuruti ucapan Tari kemarin, bercerita pada teman bukanlah hal yang salah. Justeru itu akan membantu kita menjadi lebih lega, walaupun teman kita tidak mempunyai solusi tapi setidaknya jika sudah bercerita hati kita akan lebih lega.

"Malem nanti kita nongkrong di caffenya Dewa, gue traktir." Kata Rakha membuat Akif dan Satria bersorak senang.








🌻🌻🌻

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang