empat belas

7 3 3
                                    

14. RECEH
***

"Thanks ya udah bantu ngerjain hukuman gue,"

"Santai aja kali," Tari menerima minuman kemasan dari Alif, "eh tapi seru juga ya ternyata dihukum kayak gitu."

"Makanya lo bandel dikit, biar ngerasain dihukum lagi," kata Alif membuat keduanya tertawa.

"Gue juga mau, tapi sekitar gue kurang mendukung. Kayak, kalo gue belok dikit aja mereka bilang gue sakit lah gue kesurupan lah," jelas Tari di akhir tawanya.

Alif mengangguk-angguk dengan wajah sok serius. Hal itu membuat Tari yang memperhatikannya malah tertawa.

"Kenapa?" Tanya Alif bingung.

Bukannya menjawab Tari justru semakin tertawa kencang bahkan sambil mendorong-dorong badan Alif.

"Aduh pipi gue sakit," Tari berusaha menahan tawa sambil mencubit pipinya.

"Muka lo tuh kocak banget kalo lagi sok serius," lanjutnya lalu kembali tertawa. Alif yang belum faham maksud ucapan Tari menggaruk belakang kepalanya sambil ikutan tertawa.

Mereka pun tidak tahu letak lucunya dimana, tapi jika saling bertatap muka tawanya meledak begitu saja.

"Udah ah, cape gue," kata Tari sambil menyusut ujung matanya yang berair.

"Receh banget sih lo," kata Alif lalu kembali terkekeh.

"Lo juga sama aja," Tari mencebikkan bibirnya. "Lo kenapa dihukum?"

Alif meneguk sisa minumannya, "gue belom ngerjain tugas, jadi tadi milih belok ke kantin eh malah ketauan guru."

Tari kembali menahan tawa, "kayak bocah SD aja lo, takut masuk kelas gara-gara belom ngerjain tugas."

"Bukan gitu Tari," Alif mendengus melihat Tari tertawa. "Males gue belajar kimia, kebanyakan rumus."

Tari langsung terdiam ketika mendengar pelajaran favoritnya dianggap menyusahkan.

"Kimia itu gampang, lo nya aja yang males," ketus Tari.

"Lah kok ngamuk?" Alif tertawa, "bagi lo gampang, tapi nggak bagi gue."

"Gampang," Tari mendengus.

"Suttt suttt, stop," Alif menempelkan jarinya ke bibir Tari.

"Lo banyak ngomong, nggak ada inisiatif buat bantuin tugas gue gitu sebagai temen?"

"Sejak kapan kita temenan hah?" Tanya Tari.

"Oh iya ya," Alif menggaruk pangkal hidungnya.

"Becanda Alif," Tari tersenyum. "Gue ada penawaran,"

"Apa?"

"Gue mau ngajarin lo kimia, tapi lo harus beliin gue susu kotak tiap hari," ujar Tari sambil menyodorkan tangannya.

Alir berfikir sejenak. Mungkin saja dengan belajar bersama teman lebih memudahkan dia dalam memahami materi.

"Oke,"

***

Razan melangkahkan kakinya menuju kawasan kelas sebelas. Seketika mata para gadis yang berada disana langsung tertuju padanya. Razan yang rendah hati, selalu balas menyapa orang-orang yang bertemu dengannya.

Selain karena wajahnya yang manis, sifat Razan yang ramah juga menjadi daya tarik bagi yang melihatnya. Ah satu lagi, jangan lupakan pesonanya ketika sudah berada di atas panggung bersama band sekolah.

"Eh, sejak kapan? Nunggu lama ya?" Sapa Tari saat melihat Razan bersandar di pilar depan kelasnya.

Razan tersenyum lalu mengacak rambut Tari, "mau nungguin sampe tiga bulan juga nggak masalah, asal sama kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang