sembilan

18 5 1
                                    

9. DI ANTAR PULANG

***

Rakha melangkah ke dalam caffe dengan wajah yang lebih cerah dari biasanya. Menghampiri Alif dan Satria yang sudah sampai terlebih dahulu.

"Gue kira lo ngibulin kita, mana gue udah pesen banyak makanan." Satria mengunyah kentang gorengnya.

Alif tertawa dan meminum kopi pesanannya. "Tumben banget Rakh lo ngajak nongkrong di hari biasa gini, biasanya harus nunggu weekend."

"Gue lagi pengen aja," Rakha menyenderkan punggungnya di sofa sambil menoleh pada Alif, "Lif, gimana caranya biar bisa deket sama cewek?"

Alif menoleh pada Rakha, Satria yang tadi sedang minum sampai tersedak.

"Lo sehat?" Tanya Alif lalu dibalas anggukan oleh Rakha.

"Nggak sehat dia mah, dari pagi bikin kita kaget mulu perasaan." Satria memukul dadanya pelan.

"Kenapa tiba-tiba nanya gitu? Oh bener kata Satria, lo kayaknya lagi jatuh cinta ya?" Alif menggoda Rakha yang wajahnya bersemu.

"Tinggal kasih tau tipsnya, nggak usah meleber kemana-mana. Atau gue nggak jadi traktir kalian." Rakha berusaha menyembunyikan rasa gugup.

"Enak aja, si Alif yang ngeledek masa gue ikutan kena batunya." Kata Satria mendengus, karena pasalnya dia yang paling banyak memesan makanan. Satria datang kesini hanya modal niat karena dia nebeng di Alif, dan sama sekali tidak membawa uang. Bahaya jika Rakha berubah fikiran hanya gara-gara Alif.

Seperti ucapan Tari kemarin, Rakha harus bisa mengubah dirinya. Ah tidak, maksudnya bukan berubah hanya demi seorang wanita. Tapi menurut Tari, Rakha akan sulit mendekati orang jika sifatnya masih saja dingin dan irit kata. Tari memberi saran agar Rakha mau bertanya pada teman cowoknya, karena Tari hanya bisa menjelaskan tipikal pria idaman dalam sudut pandangnya sebagai wanita. Selebihnya biar Rakha berusaha dan bertanya pada temannya.

Rakha memang cowok yang sedikit susah berkenalan dengan orang baru, disekolah saja dia dikenal karena sifatnya yang seperti lemari es tiga pintu. Kata Tari kalau bukan karena ganteng, Rakha akan sulit berbaur dengan lingkungan sekitar. Saat pertama pendaftaran SMA saja Rakha selalu mengikuti kemana Tari pergi, karena jika tanpanya Rakha tidak tau lagi harus bertanya pada siapa jika tidak mengerti. Dan Tari yang sejak TK satu sekolah dengan Rakha memaklumi itu.

Rakha sejak lahir jomblo, ya karena dia sedingin lemari es. Teman wanitanya mungkin hanya teman sekelasnya dan juga teman Tari, selebihnya Rakha tidak suka berbaur dengan perempuan lain yang tidak dikenal. Dan baru kali ini Rakha merasakan sesuatu yang berbeda ketika melihat seorang perempuan.

"Udah kayak di film-film ya Lif, jatuh cinta gara-gara nggak sengaja tabrakan." Satria berkomentar setelah Rakha panjang lebar bercerita awal mula perkenalannya dengan gadis itu.

"Jatuh cinta mah nggak ada yang tau Sat, bisa jadi aja lo jatuh cinta sama si Ina biarpun kalian berantem tiap hari." Alif mencomot kentang goreng. "Lo lakuin aja hal yang tadi gue omongin Rakh. Dan lo bertanya pada orang yang tepat." Alif tersenyum bangga.

"Thanks ya Lif."

Ponsel Alif yang ada diatas meja berdering membuat ketiga cowok itu kompak menoleh. Alif menerima panggilan telepon itu.

"Ya Bun? Iya Mas pulang, iya Bun ini lagi dijalan. Iya Bundaaaa." Alif memutuskan panggilan.

"Gaya aja lo fakboy tapi nongkrong masih di cariin nyokap." Satria tertawa mengejek. Alif tidak ada niat membalas ledekan Satria lalu melangkah pergi.

"Sat gue juga pulang ya mau ngerjain tugas. Lo baik-baik disini, awas kunci motor ketinggalan." Kata Rakha lalu beranjak dari duduknya.

"Mana kunci motor, kan gue tadi kesini sama si Alif--astaghfirullah. Dia pulang duluan terus gue sama siapa? Rakh?! Rakha?"

MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang