7.

2.2K 199 15
                                    

Seonho terduduk di sofa empuk yang berada dirumah Jiwon. Ia mengadahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Rumah Jiwon tidak seburuk yang ia pikirkan. Disini rapih, wangi dan tentunya bersih. Anak sekolah tempo itu berkata benar.

Jiwon keluar dari kamar dengan memakai celana leging dan kaus oversize putih miliknya, ia berjalan kearah dapur dan menuangkan minuman yang ia punya ke sebuah gelas, yang Seonho yakin itu untuknya.

Walaupun baju yang ia pakai kebesaran, namun Seonho bisa melihat perut Jiwon yang agak membuncit. Seonho terus memperhatikan perutnya. Hatinya sangat tergerak melihat Jiwon yang berjalan setiap hari dengan perut yang membesar seperti itu. Ia pasti sangat lelah.

“Minumlah” ucap Jiwon sambil menyodorkan gelas ditangannya.

Seonho pun meminum minumannya dengan mata yang tetap melirik Jiwon yang berada didepannya. Ia terlihat menyenderkan tubuhnya disofa sambil mengelus perutnya. Ingin rasanya ia juga ikut mengelus perut Jiwon.

“Kenapa kau kemari?” tanya Jiwon.

“Aku membawakan mu susu” ucap Seonho sambil menaruh plastik tersebut diatas meja.

Dilihatnya bukan hanya susu, melainkan ada daging, telur, sayur, vitamin, minuman sehat dan banyak lainnya. Membuat Jiwon bingung menatap lelaki yang berada didepannya ini.

“Kenapa kau memberiku ini?” tanya Jiwon.

“Ini bukan untukmu, tapi untuk anak itu” ucap Seonho sambil menunjuk perut Jiwon.

Jiwon membuang wajahnya, ia benar benar malas menatap lelaki ini. Kenapa tiba tiba perduli?

“Kenapa kau peduli sekali dengan bayi yang bukan anakmu?” tanya Jiwon.

“Kau bilang dia anakku” ucapnya simpel.

“Tapi kau tidak mengakuinya dulu” timpal Jiwon.

Seonho membuang nafasnya. Wanita dihadapannya ini menatapnya dengan mata sedihnya lagi. Ia sangat sadar bahwa dirinya benar benar membuat wanita ini menderita. Dengan menaruh benih di rahimnya.

“Aku mengakuinya sekarang. Dia anakku” ucap Seonho pada Jiwon.

Jiwon menangis. Air mata keluar dari pelupuknya. Doanya terjawab sudah, ia hanya ingin Seonho mengakui darah dagingnya. Ia tidak peduli dengan dirinya, yang penting bayinya punya seorang ayah.

“Kau sudah selesai? Pergilah. Ini sudah malam” ucap Jiwon.

“Apa kau.... Akan menikahinya?” tanya Seonho.

“Siapa?”

“Jangan menikah dengannya. Aku tidak mau dia menjadi ayah dari anakku” ucap Seonho.

“Siapa kau melarangku?” tanya Jiwon.

“Apa kau mau.........”

Ucapannya terhenti. Lidahnya tidak sanggup untuk berbicara lagi. Ia benar benar belum siap untuk mengatakannya. Menikah, bukanlah hal yang mudah untuk seorang Kim Seonho. Bahkan ia pernah berfikir untuk menjadi lelaki single sampai mati.

Jiwon menatapnya dengan tatapan bingung.

“Pulanglah, kau mengantuk” ucap Jiwon pada Seonho.

“Arraseo aku pulang” ucap Seonho pada Jiwon.

Langkah kakinya terhenti, ia kembali mendekati Jiwon hanya untuk mengelus perut wanita itu. Seonho tidak tersenyum saat menyentuh perut Jiwon, tapi hatinya terasa bahagia. Perasaan ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Aneh.

Sementara Jiwon, merasakan dirinya tersentuh oleh sikap Seonho padanya. Ia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memang butuh perhatian. Terlebih saat ini ia sedang mengandung. Namun kesendiriannya membuat dirinya tidak tau ingin manja pada siapa.

After That Night✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang