4.2.

1K 195 246
                                    

Jam istirahat pertama telah tiba. Seperti hari-hari biasanya di mana Yeonjun dan keempat kawannya berkumpul untuk sekedar bercerita, hari ini pun mereka melakukan hal yang sama.

Bedanya adalah, kali ini meja hanya diisi empat anak saja. Padahal dulu ada lima namja yang mendudukinya.

Apa? Berlima, ya?

"Gue masih belum ikhlas kalau Beomgyu harus pergi secepat ini." Ujar Soobin mengawali pembicaraan.

"Sama, hyung. Gue juga belum rela kehilangan Beomgyu hyung untuk selamanya." Timpal Taehyun.

"Gaes, gue mohon dengerin gue. Gue tahu kalian semua pasti sedih banget kehilangan Beomgyu, gue juga ngerasain, kok. Gue juga ngerasa kehilangan sama seperti kalian. Tapi, gaes. Apa kalian pikir dengan menangisinya akan membuat Beomgyu kembali? Gue rasa nggak. Bahkan sampai sekarang khasus yang menimpa Beomgyu belum ada titik terang. Selain itu, jasadnya juga tidak ditemukan. Jadi, gue rasa akan lebih baik jika kalian semua nggak sedih berkelanjutan karena itu semua sia-sia dan kelakuan yang seperti hanya akan membuang-buang air mata saja." Tegur Yeonjun agar teman-temannya berhenti menangisi Beomgyu.

"Hyung, lo nggak akan bisa ngerti perasaan kami terutama Soobin hyung. Soobin hyung adalah yang paling terpukul atas kejadian ini. Selain karena mereka temen satu kamar, Beomgyu hyung meninggal saat Soobin hyung sedang bersamanya untuk menjaga dia, bersama gue juga. Bayangin, orang terdekat kita meninggal dan kita tidak bisa menolong apa-apa padahal posisinya kita berada di wilayah yang sama. Sakit rasanya, hyung. Rasanya seperti kita telah gagal menjaga sesuatu yang sangat berarti bahkan saat kita berada di dekatnya. Rasa menyesal, pasti menghantui kami sebagai teman yang seharusnya bisa menjaga Beomgyu hyung." Tutur Taehyun.

"Sumpah, gue nyesel banget nggak bisa jaga Beomgyu. Seharusnya waktu itu gue temenin dia ke toilet. Gue bego banget sih. Kenapa sih gue bisa setolol ini?" Soobin berujar frustasi sembari menjambaki rambutnya disertai pukulan keras yang ia hantamkan pada kepalanya sendiri.

"Soobin hyung, ih! Jangan menyakiti diri sendiri gini. Yang sudah terjadi mungkin memang sudah takdirnya. Tapi melukai diri sendiri bukanlah jalan keluar atas apa yang terjadi. Itu hanya akan memperburuk keadaan, hyung." Ujar Hueningkai seraya menghentikan tangan Soobin yang terus memukuli kepalanya.

"Hueningkai, hiks." Soobin langsung beringsut memeluk Hueningkai dan menangis di sana. Hueningkai pun balik memeluk Soobin sembari mengelus punggung Soobin.

"Soobin hyung, udah, ya! Jangan sedih lagi." Taehyun ikut mendekat dan mengelus lembut bahu Soobin.

"Hyung, udah meluknya. Emang hyung gak malu apa dilihatin banyak orang." Ujar Hueningkai sedikit terkekeh seraya mendorong badan Soobin supaya namja itu keluar dari dekapannya.

Baru saja keluar dari pelukan Hueningkai, datanglah Jimin yang tampak berlari menghampiri meja mereka berempat.

"Bin, ikut gue, yuk!" Jimin memegang lengan Soobin dan sedikit menariknya.

Tapi mau bagaimana pun, perbandingan proporsi tubuh Jimin lumayan jauh jika dibandingkan dengan Soobin sehingga Soobin masih tetap pada posisinya, hanya sedikit tetarik saja.

"Mau ke mana sih, hyung?" Soobin bertanya pada Jimin.

"Ke perpus univ." Jawab Jimin.

"Ngapain ngajak gue kalau mau ke perpus univ, hyung? Mending ngajak Yeonjun hyung aja." Tolak Soobin halus.

Jujur saja, Soobin sedang dalam kondisi buruk yang membuatnya hanya ingin berdiam diri dan meminimalisir bergerak.

"Masalahnya, Bin. Gue tuh mau ambil buku yang ada di rak paling atas perpus. Gue gak nyampe, Taehyung juga gak nyampe, dan kayaknya Yeonjun juga gak nyampe. Kalau lo mungkin masih sanggup ambil walaupun jinjit. Ayolah, Bin. Tuh buku penting buat tugas gue." Ujar Jimin dengan memasang puppy eyes-nya yang selalu ampuh membuat lawan bicaranya menurut.

Do or Die | BTS TXT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang