4.7.

1.2K 187 385
                                    

Hari telah berganti, kalender menunjukkan tanggal 10 hari Jumat.

Meskipun hari sudah berganti, matahari belum mewujudkan wujudnya. Hari masih gelap karena saat ini masih jam 4 pagi.

Hueningkai terjaga dari tidurnya yang tidak mengenakkan. Malam ini adalah malam paling buruk selama hidupnya. Malam di mana ia hanya merasa dingin tanpa kehangatan. Padahal malam ini Hueningkai berbagi ranjang dengan Taehyun. Bahkan Taehyun memeluk Hueningkai, tapi tetap saja, bagi Hueningkai malam ini adalah malam paling dingin dalam hidupnya.

"Daripada di rumah sakit jiwa, mending mati." Gumam Hueningkai dengan sangat pelan.

Segera ia memindahkan tangan Taehyun yang melingkar di pinggangnya dan mengambil silet yang ada di nakas.

Menghela nafas, Hueningkai sudah mulai yakin untuk menyayat pergelangan tangannya.

Srek!

Darah berhasil mengalir dari tangannya dan Hueningkai pun menangis. Bukan karena luka sayatan, melainkan luka batin yang susah untuk dijabarkan.

Srek!

Satu sayatan lagi. Rasanya semakin perih mengingat masa lalunya yang buruk.

Bayangkan saja, orang tua kalian mati dibunuh di hadapan kalian sendiri. Lalu harta yang seharusnya jatuh padamu direbut paksa.

Uang yang selama ini Jungkook pakai adalah hak Hueningkai.

Jika saja papa Hueningkai menolak tawaran kerja sama dari papa Jungkook, maka sampai saat ini bisnis keluarga Jeon tidak akan berkembang pesat seperti saat ini.

Jika saja papa Hueningkai menolak tawaran kerja sama itu, Hueningkai pasti hidup bahagia di Amerika bersama kedua orang tuanya dan tumbuh dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Tapi, itu semua hanyalah jika saja.

Luka yang ia rasa semakin meremas kuat jantungnya. Serpihan-serpihan masa lalu buruk itu mulai terkumpul lagi di pikiran Hueningkai. Masa-masa buruk saat ia harus bersembunyi di lemari untuk menyelamatkan diri dan melihat pembunuhan tragis orang tuanya dibalik celah lemari yang sempit dan pengab itu semakin menyiksa dirinya.

Srek!

"Hueningkai!"

Taehyun yang samar-samar mendengar orang menangis itu pun terbangun. Ia pun terkejut saat melihat Hueningkai dalam keadaan yang buruk.

Dirinya reflek menepis tangan kanan Hueningkai yang hendak melukai tangan kirinya lagi sehingga membuat benda tajam itu terlempar.

"Taehyun!" Hueningkai menatap Taehyun kesal. Urat nadinya belum terputus dan Taehyun terbangun untuk menggagalkan rencananya.

"Jangan begini dong, Ning. Kenapa sih lo mau bunuh diri lo sendiri? Kenapa?" Taehyun menatap Hueningkai nanar.

"Ya terserah gue lah, hidup juga hidup gue. Ngapa lo sewot." Ketus Hueningkai.

"Ning, perjalanan hidup lo masih panjang. Lo masih SMA, lo masih punya banyak tujuan untuk hidup, Ning. Jadi jangan bunuh diri lo, ya." Mohon Taehyun.

"Apa? Perjalanan hidup gue masih panjang? Huh, iya panjang, selama itu gue cuma nangis doang. Yakali gue hidup cuma untuk nangis." Ujar Hueningkai sarkastik.

"Ning, percaya deh. Lo pasti bakal dapat kebahagiaan suatu saat nanti." Ucap Taehyun meyakinkan.

"Kebahagiaan macam apa yang bakal didapatin seseorang yang berkelainan kayak gue, ha? Kebahagiaan macam apa yang didapat seorang anak tanpa orang tua? Kebahagiaan macam apa yang didapat seorang anak kecil yang melihat langsung bagaimana sadis orang tuanya dibunuh dan kini anak kecil itu sudah tumbuh dewasa dengan luka yang tak kunjung sembuh? Kebahagiaan macam apa, Taehyun?" Hueningkai membentak Taehyun dengan ucapannya.

Do or Die | BTS TXT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang