(13)

24.3K 1.8K 29
                                    

Setelah kejadian gue masuk rumah sakit waktu itu, sadar atau enggak, perlahan sikap Mas Arya sedikit banyaknya mulai berubah, ya walaupun perubahannya itu gak terlalu keliatan tapi setidaknya dia udah gak bersikap dingin ataupun mengabaikan gue lagi, ini yang gue harapkan.

Contohnya kaya beberapa hari yang lalu, gue yang memang masih lemes milih izin gak masuk kuliah, awalnya gue tidur anteng istirahat dirumah tapi gue malah kaget begitu Mas Arya ngomong kalau dia ngambil cuti, iya kalia gue sakit Mas Arya pake harus cuti segala.

Belum cukup dengan izin cuti kantor, Mas Arya memperlakukan gue terlalu baik malah, makan gue disiapin, gak disediain, Mas Arya bahkan nawarin mau nyuapin, gue jelas langsung nolak, canggungnya itu gak nahan.

Selama ini Mas Arya kalau cuti itu masih bisa hitungan jari, kalau Lia sakit atau memang ada musibah dirumah, gak mungkin sakit gue dianggap musibahkan? Gak sampai sebegitunya juga, gue sakit cuma karena kecapean jadi Mas Arya gak perlu merasa bersalah sampai sebegitunya ke gue.

"Mas gak perlu ngerasa bersalah sama Ayra." Ucap gue waktu itu, gue pikir sikap Mas Arya berubah karena merasa bersalah sama gue.

"Kamu tanggungjawab Mas, ini bukan cuma soal Mas merasa bersalah atau enggak Ay." Terus gue harus mikir apa? Gak mungkin Mas Arya sikapnya mendadak berubah ke guekan?

"Mas udah bilang kalau Mas akan berlajar menjadi suami yang baik untuk kamukan? Mas sedang berusaha." Jawabannya ngebuat gue kehabisan kata.

Gue gak terlalu peduli atau bahkan nuntun Mas Arya supaya bisa menghargai gue selayaknya seorang istri karena yang gue dapatkan sekarang lebih dari cukup menurut gue, Mas Arya gak bersikap semena-mena atau marah ke gue aja itu udah alhamdulillah banget.

Ada banyak alasan yang membuat gue gak berani berharap banyak, salah satu alasannya adalah karena gue juga gak bisa memberikan terlalu banyak, gue hanya bisa merawat Lia dengan sepenuh hati gue terlepas pemilik hati gue sendiri masih bukan Mas Arya orangnya.

Gue sadar kalau gue salah makanya gue gak mau nuntut apapun atau bahkan sekedar membahas pekara hak gue sebagai seorang istri, nyatanya gue sendiri gak menjalankan tugas gue selayaknya seorang istri, selama Mas Arya diam, gue juga akan diam.

Diam Mas Arya gue anggap sebagai peringatan, peringatan kalau selama ini Mas Arya juga belum bisa melupakan Kak Airin, peringatan kalau gue harus sadar posisi gue, peringatan kalau gue gak boleh berharap terlalu jauh, itu semua peringatan.

Mas Arya yang belum bisa melepaskan Kak Airin sepenuhnya gak mau gue permasalahkan, Mas Arya juga gak pernah lagi nanya masalah Mas Reza ke gue, entah karena pembahasan kaya gini gak terlalu penting atau memang perasaan kami maisng-masing yang membuat masalah kaya gini jadi gak penting.

Hidup tenang masih dengan tujuan memberikan keluarga lengkap untuk Lia adalah tujuan gue sama Mas Arya menikah jadi selama tujuan yang kami sekeluarga mau tercapai, gue bisa bertahan ditengah keluarga gue yang kaya gini.

Tujuan keluarga gue sama Mas Reza terpenuhi jadi gue sama Mas Arya ngerasa kalau orang tua kami gak akan ikut campur lagi dengan perasaan gue sama Mas Arya, mau gue sama Mas Arya hidup gimana mereka gak perlu tahu apapun, gue sama Mas Arya sepakat untuk ini.

"Ay! Hari ini kamu kuliah jam berapa?" Tanya Mas Arya ke gue yang memang lagi nemenin Mas Arya sarapan lengkap dengan Lia di pangkuan gue.

"Ayra kuliah siangan Mas, memang kenapa?" Tanya gue balik, gue kosong pagi ini.

"Nanti malam Mas ada undangan pernikahan temen Mas." Gue mengiyakan, yaudah Mas Arya bisa pergi, biar gue yang nemenin Lia dirumah.

Biasanya kalau Mas Arya lembur gue sama Bi Imah dirumah berdua juga gak papa, Lia anaknya gak rewel jadi kalau Mas Arya pulang telat gue beneran gak papa, gue bisa karena gue udah biasa juga.

"Gak papa, nanti Ayra usahain pulang lebih cepet, Mas berangkat duluan aja, Ayra minta Bi Imah nemenin Lia sebentar sebelum Ayra pulang." Berangkat lebih awal lebih baik, takutnya macet dijalan, gue sama Lia dirumah aman.

"Mas pulang telat ya?" Tanya gue lebih lanjut dan Mas Arya menggeleng pelan.

"Mas pergi itu artinya kamu sama Lia ikut, semua temen-temen tahu kalau Mas sudah menikah lagi." Lanjut Mas Arya yang membuat gue kicep ditempat.

Gimana bisa semua temen-temen Mas Arya tahu kalau dia udah nikah lagi? Gue sama Mas Arya gak ngadain resepsi apalagi pesta besar-besaran untuk ngundang temen-temennya, temen Mas Arya tahu dari mana?

Apa temen-temen Mas Arya tahu istrinya Mas Arya sekarang siapa? Apa mereka tahu kalau gue ktu adik iparnya dulu? Kalau mereka tahu gue harus gimana? Gue pasti bakalan jadi bahan omongan orang.

"Ayra ikut gitu Mas? Mas yakin?" Gue menatap Mas Arya horor, kenapa gue harus ikut? Itu pesta temennya Mas Arya juga, gue gak dateng gak masalah juga.

"Memang kamu mau Mas berangkat cuma berdua sama Lia? Mas minta tolong, kamu ikut." Mendengar kata tolong dari Mas Arya membuat gue sedikit merasa bersalah, apa gue keterlaluan? Gue cuma belum terbiasa, gue belum bisa ngadepin penilaian orang lain.

"Yaudah kalau gitu Ayra ikut, nanti pulang sekolah Lianya langsung Ayra dandanin." Gue tersenyum canggung.

Sekedar mengingatkan, anak gue itu perempuan jadi kalau di bawa ke kondangan tetep harus cantik, bahkan mungkin lebih cantikan anaknya ketimbang Bundanya, gak masalah.

"Yaudah kalau gitu Mas berangkat, kalian baik-baik dirumah." Ucap Mas Arya bangkit dari duduknya.

Bangkit dari duduknya, Mas Arya berjalan mendekat ke sisi gue dan mengecup kening Lia yang memang masih ada dipangkuan gue seperti biasa, setelahnya gue sama Lia ikut nganterin Mas Arya sampai pintu depan.

"Hati-hati Ayah." Ucap gue menirukan suara Lia, gue melambaikan tangan Lia begitu Mas Arya masuk ke mobilnya.

"Kenapa Mas? Ada yang ketinggalan?" Tanya gue heran karena ngeliat Mas Arya udah balik berdiri di depan pintu.

"Kalian berdua baik-baik di rumah, kalau ada apa-apa langsung kabarin Mas." Gue mengangguk mengiyakan, Mas Arya balik mengecup kening Lia lama dan menatap gue aneh untuk sesaat, sekarang Ayahnya Lia kenapa lagi?

"Mas kenapa?" Tanya gue menyipitkan mata aneh.

"Mas berangkat." Dan tiba-tiba Mas Arya ngecup kening gue kilat.

Dear Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang