(41)

20.9K 1.2K 32
                                    

"Mas memang cinta sama kamu tapi ada yang lebih berhak untuk cinta kamu sekarang, orang itu Mas Arya." Ucap Ms Reza memperingatkan.

"Kamu masih nunggu apa lagi Ay? Gak ada salahnya kamu ngejar cinta kamu kalau memang orang itu pantas untuk kamu perjuangkan, Mas Arya orang yang sangat layak." Mendengar ucapan Mas Reza, gue mengangguk mengerti sekarang.

"Kalau gitu Ayra pamit Mas." Dan gak nunggu lebih lama, gue langsung keluar dari ruang inap Mas Reza dan ningglin rumah sakit gitu aja, tempat pertama yang akan gue tuju sekarang adalah rumah mertua gue karena Lia ada di sana, Mas Arya pasti bakalan nemuin Lia lebih dulu kalau memang Mas Arya udah gak di rumah sakit.

Menetapkan tujuan dan gak butuh waktu lama untuk gue sampai di rumah mertua gue, dengan tergesa-gesa gue melangkah masuk dan mendapati Ibu mertua gue lagi duduk santai di ruang tamu seperti biasa.

"Loh Ay, kenapa dateng gak ngabarin Mama dulu?" Tanya Mama ramah walaupun raut wajah kaget terlihat jelas di wajahnya sekarang.

"Maaf Ma, Ma apa Mas Arya ada dirumah?" Tanya gue to the point, Mama semakin menatap sekilas gue aneh mendengar pertanyaan gue barusan.

"Arya tadi dateng sebentar dan cuma ngambil Lia, katanya mau jalan-jalan sekalian ngunjungin Ibunya, mungkin sekarang mereka ke makam Airin." Jelas Mama yang langsung gue angguki, gue nyalim pamit ke Mama dan langsung nyusulin Mas Arya sama Lia ke makam Kak Airin.

Di pemakaman Kak Airin, dari jauh gue ngeliat Mas Arya sama Lia duduk terdiam di samping makamnya Kakak gue kaya sekarang, gue sendiri hanya bisa mendekat tanpa berani untuk mengeluarkan sepatah katapun, gue cuma berakhir berdiri mematung di belakangan mereka berdua sembari mendengar setiap kalimat yang Mas Arya ucapkan, Mas Arya bahkan gak sadar dengan kehadiran gue sekarang.

"Rin, maafin Mas, maaf karena Mas rasa sekarang Mas mencintai perempuan lain selain kamu." Lirih Mas Arya yang entah kenapa ngebuat gue kembali tersentuh untuk setiap kalimatnya.

Mas Arya yang gue kenal selama ini memang terkesan seorang yang pendiam dan terlihat dingin terhadap orang lain tapi percaya, di setiap kalimat yang Mas Arya ucapkan, selalu aja penuh arti dan ketulusan, itu juga yang selalu sukses ngebuat gue tersentuh.

"Sekarang, bukan cuma kamu sama Lia, tapi Ayra juga terlalu berharga untuk Mas, Mas udah janji kalau Mas akan menjaga dan menyayangi Lia sama Ayra untuk kamu tapi sepertinya Mas kembali gagal, pada akhirnya Mas harus balik merasakan yang namanya kehilangan, untuk kedua kalinya."

"Sepertinya Mas mendapatkan karma karena sudah mencintai perempuan lain selain kamu, Mas gak bisa menepati ucapan Mas yang ngomong kalau kamu akan menjadi satu-satunya perempuan yang ada di hati Mas." Lanjut Mas Arya yang terdengar mulai terisak.

"Ayah kenapa nangis?" Tanya Lia sembari mulai mengusap air mata yang ada di pipi Ayahnya, gue cuma terpaku dengan air mata ikut mengalir mengikuti jejak air mata Mas Arya sekarang.

'Apa Mas Arya merasa bersalah sampai kaya gini karena mencintai perempuan lain selain Kak Airin? Apa bayang-bayang Kak Airin akan selalu ada?' Tanya gue dalam hati.

"Ayah gak papa sayang, Ayah cuma kangen sama Bunda." Jawab Mas Arya seadanya.

"Kenapa Ayah masih kangen sama Bunda kalau Bundanya ada di belakang?" Seketika Mas Arya berbalik arah dan natap gue tanpa bisa menutupi keterkejutannya.

"Kamu kenapa bisa disini?" Tanya Mas Arya datar tanpa berniat menatap gue jauh lebih lama.

"Ayra minta maaf." Lirih gue dan mencoba meraih tangan Mas Arya.

"Ayra minta maaf Mas, Ayra tahu kalau Ayra salah tapi jangan pernah ngomong kalau Mas bakalan ngelepasin Ayra juga." Gue langsung memeluk tubuh Mas Arya erat tapi gak ada respon apapun dari Mas Arya sendiri.

"Mas gak akan maksa kamu lagi, kalau memang hati kamu bukan untuk Mas? Melepaskan kamu dan membiarkan kamu bahagia dengan orang lain mungkin adalah pilihan yang jauh lebih baik." Jawab Mas Arya bahkan gak membalas dekapan gue sedikitpun.

"Hati Ayra, Mas pemiliknya." Ucap gue yakin tapi gue memilih melepaskan dekapan gue di tubuh Mas Arya.

"Ayra udah jujur dengan semua isi hati Ayra ke Mas jadi semuanya juga terserah sama Mas sekarang, mungkin selama ini Ayra yang gak pantes untuk Mas, Mas terlalu baik untuk perempuan seperti Ayra." Gue nyalim sama Mas Aryabdan ninggalin pemakaman Kak Airin gitu aja.

Gue udah berusaha semampu yang gue bisa untuk beemrtahan tapi segala sesuatunya gak bisa gue paksain jugakan? Pasrah adalah pilihan terakhir yang gue punya sekarang.

Gue nyetop taksi sembarang dan balik ke rumah, rumah Bunda gue lebih tepatnya, gue udah gak berani untuk balik ke rumah gue sam Mas Arya, sampai di rumah gue bahkan gak bisa nutupin mata gue yang masih berkaca-kaca.

"Kamu kenapa Dek?" Tanya Bunda khawatir ngeliat keadaan gue yang kacau gak karuan gini.

"Ayra gak papa Nda, Ayra cuma butuh untuk istirahat." Jawab gue seadanya dan langsung ninggalin Bunda untuk masuk ke kamar, dikamar gue cuma membaringkan tubuh gue asal di ranjang dan mulai menatap kosong langit-langit kamar gue sekarang.

"Dek, Mas masuk ya!" Gue gak menjawab apapun dan gak lama Mas Dika masuk ke kamar gue dan mendudukkan tubuhnya disamping ranjang gue berbaring, gue masih bisa bertahan seolah tegar di hadapan Bunda tapi gak di hadapan Mas gue kaya sekarang.

"Mas!" Lirih gue dengan air mata mulai tumpah, Mas Dika mengusap air mata gue perlahan untuk menenangkan.

"Kamu kenapa Dek? Ada masalah apa?" Tanya Mas Dika lembut sembari mengusap helaian rambut gue

"Ayra gagal Mas, sampai kapanpun Ayra gak akan bisa ngegantiin posisi Kak Airin, Ayra gak sebaik itu." Ucap gue dengan tangis semakin terisak.

"Yang bilang kamu cuma pengganti Airin siapa Dek? Kamu menikah bukan untuk ngegantiin posisi siapapun, kamu ya kamu, adek gak perlu jadi orang lain untuk sebuah pernikahan." Jelas Mas Dika yang masih gue dengarkan.

"Tapi bukannya Mas Arya menikahi Ayra supaya Arya bisa ngegantiin posisi Kak Airin? Mas jelas tahu menikah dengan Kakak Ipar Ayra sendiri itu udah cukup berat, Ayra gak akan bisa lepas dengan bayang-bayang Kak Airin."

Dari awal waktu Bunda minta gue menikah dengan Mas Arya, gue terlalu takut nyakitin hati Kak Airin, gue ngerasa seolah ngerebut suami Kakak gue sendiri dan kehidupan rumah tangga gue gak akan berjalan sesederhana itu, mereka semua gak pernah sadar dan gak pernah mau tahu satu kenyataan ini, gue yang harus mengalah dengan ego mereka semua.

"Jadi ini alasan kamu belum bisa nerima Arya sepenuhnya Sek? Karena Airin?" Tebak Mas Dika yang gue iyakan dalam hati.

"Airin udah gak ada Dek, mungkin Adek benar kalau kamubgak akan pernah bisa ngegantiin posisi Airin karena memang kamu gak akan pernah bisa tapi balik lagi Mas ingetin Adek, kamu menikah dengan Arya bukan untuk ngegantiin posisi siapapun, Mas sendiri setuju kamu menikah dengan Arya karena Mas yakin Arya bisa ngejagain kamu dengan cukup baik."

"Stop untuk mikir yang enggak-enggak Dek, pemikiran kamu yang kaya gini cuma akan berimbas ke kesehatan kamu sendiri."

"Pikirin lagi omongan Mas barusan, gak semua yang benar dalam pandangan kamu akan benar juga dalam segi pandang orang lain, begitu juga sebaliknya." Gue gak ngerespon apapun lagi dan mulai memejamkan mata gue untuk tidur.

'Kalau bukan untuk menggantikan posisi Kak Airin, Mas Arya dari awal setuju untuk menikahi gue atas dasar apa? Cinta? Itu gila.' Gumam gue untuk diri gue sendiri.

Dear Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang