(32)

15.6K 1.2K 30
                                    

"Tapi yang berhak untuk cintanya Ayra sekarang cuma Mas Arya!" Gue beneran udah gak sanggup berdebat, walaupun ucapan gue sekarang terdengar tegas dan sangat mementing Mas Arya tapi gue gak bisa nipu diri gue sendiri, gue merasa bersalah untuk Mas Reza, gue yang menyakiti perasaannya.

"Maaf!" Berapa kalipun gue pikir ulang, cuma kata maaf yang gue rasa paling tepat, gue memang merasa bersalah karena menyakiti perasaan Mas Reza, gue mengecewakan Mas Reza, gue mengakui itu semua tapi sikap Mas Reza sekarang juga salah, Mas Reza gak berhak bicara sesuka hatinya didepan Mas Arya, bagaimanapun Mas Arya suami gue sekarang dan seharusnya Mas Reza bisa mengerti keadaan dan posisi gue sekaranf gimana?

"Ay! Mas mungkin bisa melepaskan kamu kalau memang bareng Arya kamu bisa lebih bahagia tapi kenyataannya apa? Kamu gak terlihat bahagia sama sekali, apa kamu pikir Mas akan menyerahkan kamu semudah itu disaat Mas tahu kalau hidup kamu menderita?" Balas Mas Reza tak terima, gue tersenyum miris dengan ucapan Mas Reza barusan, gue gak mau mengakui tapi kenyataannya memang itu yang gue rasain sekarang.

Gue seakan terus berada diantara dua laki-laki, gue gak bisa melangkah maju bareng Mas Arya tapi gue juga gak bisa berbalik arah dan menerima uluran tangan Mas Reza, sikap plin-plan dan meragu gue inilah yang membuat gue merasa bersalag untuk keduanya.

"Mas! Ayra pulang sekarang, Ayra butuh waktu sendiri." Izin gue ke Mas Arya, gue bangkit dari duduk gue sekarang dab pergi meninggalkan mereka berdua gitu aja, gue bahkan mengabaikan panggilan Mas Arya sekarang, gue terlalu malu dan gue udah gak punya keberanian untuk menghadapi Mas Arya sekarang makanya gue milih pulang sendiri.

Gue gak mau menyakiti mereka berdua lebih jauh lagi, gue gak mau Mas Arya terluka karena melihat tatapan terluka gue sewaktu memperhatikan Mas Reza dan gue juga gak mau Mas Reza makin terluka karena gue bersikap manis ke Mas Arya didepannya, gue gak mau menyusah mereka berdua lagi, yang harus gue lakukan sekarang adalah menenanhkan diri gue sendiri.

Setelah mutusin sepihak kalau gue mau pulang sendiri, gue gak langsung pulang kerumah tapi malah nemuin Icha sama Uty lebih dulu, gue butuh tempat cerita dan masalah ini gak mungkin gue ceritain sama Mas Arya disaat Mas Arya sendiri juga menjadi permasalahan gue sekarang, itu gak mungkin.

Gue nyetop taksi sembarangan dan langsung jalan ke rumah Icha, Uty juga udah disana dan gak berselang dua puluh menitan, gue sampai didepan pintu rumah Icha, ngetuk pintu beberapa kali dan gak lama Icha keluar membukakan pintu untuk gue, begitu mendapati sosok Icha yang berdiri menatap gue dengan tatapan khawatirnya, tangis gue langsung pecah detik itu juga.

"Yak lo kenapa?" Tanya Icha kaget begitu ngebuka pintu dan mendapati gue yang udah nangis sesegukan, Uty yang menyusul dibelakangnya juga terlihat sangat kaget.

"Hati gue sakit Cha, gue gak bisa ngeliat Mas Reza terus terluka cuma karena gue, gue juga gak bisa nyakitin Mas Arya, gue harus gimana?" Lirih gue terisak.

"Cha, bawa Ayra masuk dulu." Ucap Uty dan langsung ngebantuin gue berjalan masuk ke kamar Icha.

Di kamar Icha, gue cuma bisa menangis sejadi-jadinya sedangkan Icha sama Uty cuma merengkuh tubuh gue tanpa membuka suara sedikitpun, Icha yang setia ngedekap tubuh gue dan Uty yang terus mengusap kepala gue dengan tulusnya.

Gue menangis cukup lama dihadapan kedua sahabat gue dan begitu gue ngerasa jauh lebih tenang, gue melepaskan dekapan gue ditubuh Icha dan menatap lirih kedua sahabat gue bergantian, keadaan gue beneran kacau sekarang.

"Lo kenapa Ay?" Tanya Uty mencoba selembut mungkin.

"Maafin gue Ty, maaf karena gue terus nyakitin hati Mas lo kaya gini, gue minta maaf." Gue beneran ngerasa bersalah sama Uty juga karena bagaimanapun Mas Reza itu tetap Masnya sahabat gue sendiri, gue gak mau Uty marah sama gue.

"Lo gak perlu minta maaf kaya gini sama gue, hubungan lo sama Mas Reza gak ada sangkut pautnya sama sekali dengan persahabatan kita, lo boleh putus sama Mas Reza tapi itu gak akan pernah ngubah satu kenyataan kalau lo itu masih dan akan selalu jadi sahabat gue."

"Uty bener Ay, ini semua bukan cuma kesalahan lo doang jadi lo gak perlu terus minta maaf kaya gini, lo sendiri juga gak minta kejadiannya bakalan kaya sekarangkan?" Lanjut Icha.

"Ay! Sekarang jawab pertanyaan gue jujur, lo masih cinta sama Mas gue?"

Kenapa Uty juga malah nanyak pertanyaan yang sama kaya pertanyaan Mas Reza tadi? Kenapa cuma itu pertanyaan yang selalu mereka tanyain? Apa mereka udah gak pada punya pertanyaan lain lagi?

"Ty! Gue udah gak mau ngejawab pertanyaan kaya gini lagi karena jawaban gue masih sama." Lirih gue gak habis pikir.

"Kalau gitu gue ganti pertanyaannya, apa lo cinta sama suami lo sekarang?"

Gue yang mendapati pertanyaan kaya gitu dari Icha malah mulai mikir gak jelas lagi, sebenernya apa yang gue rasain sekarang? Kenapa hati gue bisa serumit ini? Gue bahkan gak tahu apa yang hati gue sendiri rasain sekarang.

"Kenapa lo diem? Apa pertanyaan gue barusan sesulit itu?"

"Gue gak tahu apa yang gue rasain sama suami gue sekarang ini bisa dibilang cinta atau enggak Cha, gue bahkan gak ngerti sama perasaan gue sendiri."

"Apa lo bisa ninggalin suami lo untuk Mas gue?" Pertanyaan Uty yang gue balas dengan gelengan.

"Gue gak akan pernah bisa ninggalin suami sama anak gue Ty." Jawab gue yakin.

"Itu artinya lo cinta sama suami lo cuma mungkin lo belum sadar aja, lo bisa ninggalin Mas Reza untuk Mas Arya tapi lo gak bisa ninggalin Mas Arya untuk Mas Rezakan? Dari jawaban lo aja semuanya udah jelas Ay, lo itu cinta sama suami lo sendiri."

Uty bener, jawabannya cukup sesederhana itu, gue gak bisa ninggalin suami gue, gak akan pernah bisa sampai kapan pun, jadi apa yang masih gue pikirin lagi? Pilihan gue pada akhirnya cuma untuk Mas Arya, bukannya itu jawaban?

"Lo bener Ty!" Gumam gue.

"Taudah kalau bener, lo nunggu apaan lagi oon? Buruan pulang sana, jangan sampai suami lo malah mikir yang aneh-aneh ngeliat lo main kabur-kaburan kaya gini, ngomong cinta aja susah." Icha udah mendorong pelan tubuh gue untuk keluar secepatnya dari kamar dan langsung pulang.

"Tengkyu, lo berdua memang sahabat dunia akhirat gue, gue bersyukur banget punya lo berdua, asli! Serius!" Ucap gue menyunggingkan senyuman sejelek mungkin.

"Giliran gini baru tahu bersyukur lo, udah buruan sana pulang sebelum makin kemaleman, tar suami lo khawatir nyariin, siapa yang susah? Kita-kita juga."

"Okey! Gue pulang!"

Dear Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang