06• Hukuman

46 8 1
                                    

Perlakuanmu semakin membuatku tidak ingin menyerah. Semakin membuat jiwaku meronta untuk menaklukkan hatimu yang beku.
______________________________________

Moza menghela napas kasar menatap pintu gerbang yang sudah tertutup rapat sepuluh menit yang lalu. Gara-gara bangun kesiangan Moza jadi terlambat.

"Pak satpam, tolong buka pintunya," teriak Moza sambil menggoyang-goyangkan gerbang sekolah.

Masa bodo kalau tiba-tiba gerbangnya rubuh.

"Kamu terlambat?" Satpam dengan perut buncitnya mendekati Moza.

Moza mengangguk.

"Iya Pak. Saya boleh masuk kan?" Moza menatap dengan wajah memelas. Berharap dia dapat masuk dan mengikuti pelajaran.

"Boleh." Moza tersenyum senang. Satpam Andromeda ternyata begitu baik. Itu patut diacungi jempol.

"Tapi nunggu guru piket datang," lanjut Pak Narma dengan senyum geli.

Pagi-pagi enak buat ngerjain orang.

Moza berdecak kesal.

"Pak, tolong buka pintunya. Saya ada ulangan hari ini. Kalo bapak gak bukain pintu, nanti ulangan saya gimana? Bapak mau nilai saya turun gara-gara gak ikut ulangan?"

"Ya, Pak, ya. Buka pintunya. Sekali aja, saya cuma telat hari ini aja kok. Janji," lanjut Moza menyodorkan jempolnya untuk melakukan pinky promise.

Pak Nurma menggeleng, menolak untuk melakukan pinky promise ala Moza. Dia tidak akan tertipu kembali, murid-murid lain juga mengatakan tidak akan terlambat lagi. Tetapi, dia terlambat dan mengatakan janji yang sama sampai Pak Nurma lelah.

"Kamu murid kesekian yang bilang gitu, tapi ujung-ujungnya terlambat lagi," ucap Pak Nurma melipat kedua tangannya di depan dada.

"Duh, Pak. Jangan samain saya sama murid lain dong. Saya ini limited edition, cuma ada satu di dunia ini. Itu saya, Pak."

"Tetap gak bisa masuk sebelum ada guru piket. Tunggu lima menit lagi kamu baru masuk," ucap Pak Nurma melenggang pergi meninggalkan Moza yang mencak-mencak di atas motor Scoopy maroon miliknya.

"Bapak buncit, tolong bukain gerbangnya!" Seru Moza terlanjur kesal.

"Kamu bilang apa?" Pak Nurma melotot galak.

"Bapak Buncit, tolong buka pintunya" jawab Moza polos.

"Kamu gak boleh masuk."

"Pak, gak bisa gitu dong. Saya harus masuk," ucap Moza menggebu-gebu.

Pak Nurma menggeleng tidak peduli.

Tin...tin...tin...

"Heh, jangan berisik!"

"Makanya, Pak, bukain biar saya gak berisik!"

"Gak!"

"Bukain, Bapak buncit!"

"Moza, kamu terlambat?" Nada tegas itu mengalihkan atensi Moza dari Pak Nurma.

"Kenapa terlambat?"

"Maaf, Pak, saya kesiangan," jawab Moza menunduk.

"Ya sudah. Kamu masuk dan lari putarin lapangan sepuluh kali. Setelah itu masuk ke kelas," ucap Pak Jojo.

“Tapi, Pak—"

“Gak ada tapi-tapi an. Sekarang masuk, parkirin motor kamu dan jalankan hukuman kamu,” ucap Pak Jojo membuat Pak Nurman membuka gerbang sekolah.

Vanilla LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang