Hampa. Ketika tidak menemukan sandaran. Terasa kosong juga menyesakkan.
______________________________________"Artha, ih." Moza berjalan di belakang Artha sambil menarik pelan ransel hitam milik cowok itu.
Tadi saat bel pulang berbunyi, Moza kembali ke kelas untuk mengambil ranselnya. Seharian Moza diam di UKS. Bosan tetapi juga menyenangkan, jarang-jarang Moza bisa membolos dan tidur dengan tenang.
Bertepatan pula dengan Artha yang akan keluar dari kelas. Moza bergegas mengambil ransel dan menyusul Artha sampai di belakang cowok itu. Jangan lupakan ketiga cecunguknya yang membuntuti Artha kemana pun Artha pergi.
"Artha, gue lagi sakit gak mungkin gue pulang naik motor sendiri. Kalo di jalan ada apa-apa gimana? Lo mau tanggung jawab karna biarin gue pulang sendiri." Moza terus mengoceh menatap Artha yang acuh padanya.
"Bagus dong kalo lo kenapa-napa jadi Andromeda damai sejahtera," celetuk Oji.
Moza memutar bola matanya jengah.
"Lo bisa diem gak si?" sewot Moza.
"Gak." Oji mengangkat dagunya tinggi bermaksud menantang Moza yang dibalas toyoran dari gadis itu.
"Seenak jidat lo toyor kepala gue, nanti kalo kepala gue gegar otak gimana?" Oji mengusap lembut kepalanya.
"Bagus. Biar hidup gue damai sejahtera gak ada lo," balas Moza pedas.
Moza dan Oji memang gak ada akhlak. Waktu pembagian akhlak kayaknya mereka datang paling terakhir, makanya dapetnya seupil.
"Lo tuh ya jadi cewek gak ada manis-manisnya. Pengin gue jambak rambut lo yang kayak kandang kutu," ucap Oji mengangkat tangannya bersiap menarik rambut Moza.
Tetapi, tangan besar Liam menahan tangannya untuk menindas gadis bar-bar yang Oji pengin kutuk.
"Gak usah kasar." Aura dingin Liam menguar membuat Oji bergidik ngeri.
"Rambut gue ini aduhay banget jadi gak mungkin kalo ada kutunya." Moza tersenyum mengejek, apalagi Liam membela dirinya.
Sampai di samping motor scrambler berwarna kuning Moza berhenti karena langkah Artha juga terhenti dan mengambil helm miliknya.
"Artha, gu...."
"Diem! Pulang sendiri sana. Lo pikir karna gue tolongin lo tadi gue bakal peduli sama lo? Jangan mimpi!" Bentak Artha.
"Jangan jadi cewek murahan cuma buat dapetin perhatian gue. Gue risih kalo lo selalu deketin gue."
Motor Artha melaju meninggalkan keempat orang yang tengah mematung menatap kepergian Artha.
Liam segera menatap Moza yang menunduk.
"Jangan dengerin."
Moza mengerjap beberapa kali sambil menatap Liam.
"Hah?"
"Maksud Liam jangan dengerin omongan Artha," jelas Regal, setelah menormalkan kekagetannya.
Regal tidak menyangka Artha akan semarah itu pada perempuan. Bahkan, yang Regal tahu Artha lebih memilih menghindar daripada melampiaskan kemarahannya.
"Gak. Gue cuma bingung," ucap Moza.
"Bingung kenapa?" tanya Oji.
"Tadi Artha ngomong apa. Baru kali ini gue denger Artha ngomong panjang dan itu rekor." Moza heboh sendiri.
Apa dengan cara seperti ini Artha akan menganggapnya ada? Dengan membuat cowok itu marah, Artha akan memandangnya?
Kalau iya, Moza akan membuat cowok itu marah terus. Bahkan, setiap hari Moza akan melakukannya. Dalam hati Moza tertawa jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla Latte
Fiksi Remaja"Tentang manis dan pahitnya hidup." Moza Varischa, siswi baru di SMA Andromeda. Pencinta cogan, tetapi gak cinta-cinta amat, kecuali dengan Artha. Pemilik hati yang gak pernah dipanasin alias beku. Penampilannya yang terlihat nerd tidak membuatnya...