07• Tidak Terduga

58 7 0
                                    

Hadirnya kamu adalah bentuk terindah yang Tuhan berikan kepadaku. Tuhan begitu baik telah mempertemukan diriku dengan dirimu.
______________________________________

"Kamu bener gak pa-pa?"

"Iya, gue gak pa-pa, Killa," decak Moza.

Ini sudah kali ketiga Killa menanyakan kondisi dirinya. Moza sudah mengatakan bahwa dia tidak apa-apa, tetapi temannya itu tidak percaya dan terus mengulang pertanyaan yang sama membuat kepala Moza semakin pening.

"Kalo kamu gak pa-pa, kenapa bisa pingsan kayak tadi?" tanya Killa. Tadi saat jam pelajaran kedua penjaga UKS datang membawa surat ijin atas nama Moza Varischa. Killa sempat panik takut temannya itu kenapa-napa, jadi saat bel istirahat dia memutuskan untuk datang menjenguk Moza.

Dan berakhir di sini bersama Moza yang sedang memainkan benda pipih miliknya.

"Tadi gue bangun kesiangan, gak sempat buat sarapan. Eh dateng ke sekolah malah di suruh lari, makanya gue di sini saking gak kuatnya," jelas Moza.

Dia tidak mau membuat Killa semakin khawatir terhadap dirinya. Moza senang Killa peduli padanya.

"Makanya jangan begadang, kamu itu sering banget tidur sampe larut malam."

"Hehe, gak janji." Moza tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi rapinya.

Killa geleng-geleng tidak habis pikir dengan kebiasaan Moza yang suka begadang.

"Tapi siapa yang bawa kamu ke sini?" Bukannya tadi kamu bilang lagi dihukum karena terlambat?"

Gerakan tangan Moza seketika terhenti. Dia baru saja teringat sesuatu membuat bibirnya berkedut menahan senyum. Pikirannya melayang pada sosok yang membawanya ke UKS. Memberikan secercah harapan untuk Moza bisa bersanding dengan cowok dingin yang sudah memikatnya sejak awal mereka bertemu.

Moza harus memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasihnya. Apalagi hari ini dia belum memberikan susu dan roti untuk Artha.

"Killa," panggil Moza.

"Iya." Killa duduk di bangku yang ada di UKS, memandang Moza dengan raut bertanya. Apalagi melihat binar mata gadis berkacamata bulat itu.

"Bisa gue minta tolong?" Killa mengangguk.

"Tolong kasih susu sama roti cokelat yang ada di tas gue buat Artha."

"Kalo gue udah sembuh gak mungkin gue minta tolong lo buat kasih itu ke Artha. Itu sama aja menyia-nyiakan kesempatan buat ketemu Artha. Tapi lo tau kalo gue lagi sakit, lemes banget buat jalan. Cuma bisa duduk sambil main hp gini," lanjut Moza sambil menggoyangkan ponselnya.

Berharap Killa mau membantu dirinya.

Bolehkah Killa menolak? Tetapi, raut wajah Moza yang memelas serta binar matanya yang menunjukkan bahwa dia ingin Killa mengantar makanan itu kepada Artha, membuat Killa tidak enak hati.

Killa menghela napas pelan. Sebelum mengangguk. Terlihat jelas kalau Killa ragu mengiyakan permintaan Moza yang satu ini.

"Gue tau lo pasti gak akan nolak. Makasih, Killa. Gue sayang sama lo," ucap Moza merentangkan kedua tangannya bermaksud untuk memeluk Killa dan disambut dengan baik oleh gadis berkucir kuda itu.

"Nanti kalo lo kasih itu ke Artha, lo bilang sama dia kalo gue udah sembuh. Gue gak mau bikin Artha khawatir karena gue pingsan." Moza dengan percaya diri mengatakan bahwa Artha akan khawatir pada dirinya.

Nyatanya, waktu menunggu Moza sadar Artha malah berspekulasi bahwa Moza hanya pura-pura pingsan untuk menarik perhatiannya.

Artha muak dengan hadirnya Moza dalam di hidup cowok itu. Tetapi, yang namanya Moza dia malah semakin mendekat dan semakin membuat Artha membenci gadis itu.

"Kamu beneran suka sama Artha?" Killa menatap Moza yang tersenyum dengan matanya yang menatap langit UKS yang putih bersih.

"Iya. Malah gue udah jatuh cinta sama dia, pesona Artha itu gak bisa disepelein."

"Apa yang kamu suka dari Artha?"

"Gantengnya?"

Moza menatap Killa aneh, kenapa juga dia menanyakan hal ini. Bukankan waktu itu Moza sudah mengatakan jika Artha mempunyai daya tarik tersendiri.

"Aku tanya kayak gini karna aku masih penasaran aja. Kok bisa kamu cinta Artha dalam waktu dekat," jelas Killa seolah tahu apa yang Moza pikirkan.

"Hanya dibutuhkan beberapa detik untuk jatuh cinta, tapi seumur hidup untuk membuktikannya."

"Wah, kamu ternyata puitis juga kayak Mario Teguh. Nggak nyontekkan?"

"Nyontek. Punya Mario Teguh."

***

Moza menunggu Killa yang tengah menemui Artha. Setelah meyakinkan kembali Killa mau untuk mengantar susu dan roti cokelat yang tadi pagi Moza beli.

Sebenarnya Moza terlambat karena dia mampir ke supermarket terlebih dahulu.

Moza itu gobloknya gak nanggung-nanggung. Sudah ditolak bukannya pergi atau menghindar, ini malah semakin mendekat dan membuat ulah. Bikin Artha tambah ilfeel.

"Gimana, udah dikasih ke Artha?" tanya Moza ketika netranya menangkap Killa yang masuk ke UKS.

"Udah. Artha bilang makasih buat roti sama susunya." Killa kembali duduk di bangku dekat brangkar yang Moza tiduri.

"Artha bilang makasih?" Moza hanya memastikan jika pendengarannya tidak salah.

"Iya, dia bilang makasih, Moza. Kenapa kok kayaknya kamu gak percaya?" Killa mengernyitkan dahinya bingung.

Seharusnya Moza senang Artha mengatakan itu. Tandanya dia sudah menerima kehadiran Moza di hidup cowok itu.

Tetapi, Moza justru ragu. Kenapa dia begitu terbuka dengan Killa? Kenapa tidak ada penolakan dari cowok itu ketika Killa memberikan susu dan roti yang sering Moza berikan.

Moza segera menepis pikirannya yang sudah ngawur ke mana-mana.

"Thanks, Kill, lo udah mau bantu gue buat kasih ke Artha."

"Iya, sama-sama."

"Kill," panggil Moza dibalas deheman gadis yang tengah fokus membaca novelnya.

"Gue masih gak nyangka Artha bilang makasih. Gue, ah gue seneng banget, Killa," pekik Moza tertahan.

Killa mendongak menatap Moza yang tersenyum, bisa dilihat betapa bahagianya gadis itu hanya dengan ucapan 'terima kasih' dari Artha. Killa tersenyum kecil.

Jani Oh Jani

Jangan gampang percaya sama orang. Apalagi, lo gak tau mereka tulus atau gak sama lo.

Semangat buat dapetin Aa Artha.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vanilla LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang