"PAK INI SAMPE KAPAN SIH? LARI MULU DAH KAGA KELAR-KELAR, PANAS NIH" Pekik Hana yang masih berlari kecil. Ia dan Andin memilih memelankan langkahnya, olahraga dengan santai menurut mereka berdua lebih baik. Tidak banyak menguras energi, ya walaupun ujung-ujungnya capek juga.
"Tau nih, olahraga kalo nggak lari ya senam, itu mulu. Bapak kaga bosen apa" Protes Yara saat berlari melewati Pak Untung.
Kelas mereka saat ini sedang ada jadwal olahraga. Pelajaran yang paling malas empat cewe itu ikuti. Selain ngebosenin mereka juga males banget harus di lapangan di waktu seterik ini, matahari benar-benar bersinar di atas sana.
Mereka udah berniat bolos di pelajaran kali ini, tapi tetap aja gagal, karena Pak Untung sudah tau rencana nggak ada akhlak mereka itu.
"Jangan ngeluh mulu kalian, lari cepet!" Teriak Pak Untung dari pinggir lapangan.
"Bapak mah enak diem aja nontonin kita dari sono, kita nih yang capek!" Jawab Yara lagi. Tentu saja dengan nada kesalnya.
Andin dan Hana masih berlari berdampingan. Masih berlari dengan santai. "Adel mana Na?"
Hana melirik Andin sekilas, "Noh di depan, cepet banget anjir dia, dah gila"
"Dia lagi kenapa? Lo ngerasa gak ada yang aneh?" Tanya Andin. Kemudian Hana mengangguk, "Status dia galau mulu dari semalem, gak tau ada masalah sama yang mana" Ucap Hana.
Andin menatap Hana sekilas dan mengerutkan dahinya bingung, "Maksud lo sama yang mana apaan?"
"Ya nggak tau, bisa aja galau karena Dimas atau karena Rakas. Pakgirl kita yang satu itu kan labil" Andin tergelak, "Anjir pakgirl banget ya"
"Heran gue, Rakas serius kok disia-siain, pen gue bedah otaknya Adel serius"
"Udah bucin sama satu orang ya susah Na, kayak lo" Hana spontan menatap Andin, "Apaan gue?"
Andin nggak ngejawab, dia memilih berlari mendahului Hana dan berkumpul ke pinggir lapangan karena perintah dari Pak Untung.
"LO JUGA DIN, NGACA"
-
Brak
Andin dan Hana yang memang tenga sibuk berbicara berdua mengerjap karena Adelia yang tiba-tiba datang dan membanting ponselnya dengan keras ke atas meja. Wajahnya terlihat kusut.
"Kenapa?" Andin menoleh ke Yara dengan mulut terbuka, dia baru saja ingin menanyakan hal yang sama, tapi Yara sudah lebih dulu melontarkan pertanyaan.
"Brengsek! Kalo tau begini ngapain pacaran."
Hana dan Andin saling bertukar pandang.
"Maksudnya?" Tanya Yara lagi.
Adelia menoleh ke Yara, "Ra, wajar gak sih kalo gue capek sama Dimas?" Tanyanya.
Yara mengangguk. "Wajar. Di lihat dari status pacaran lo yang gak jelas gini, kelihatan kalo lo ngebatin." Jawab Yara dengan frontalnya.
Adelia menghela napas, "Gue bahagia tapi gue juga sakit, gue bingung harus apa" Ucapnya.
"Ngapain bingung? Sama yang pasti-pasti aja lah. Jangan berharap lebih sama manusia." Ucap Andin sambil membolak-balikkan lembar buku tulisnya.
"Del?" Panggil Andin. Adelia menoleh, "Apa?"
"Lo pernah gak sih ngerasain yang namanya cinta tapi gak terbalaskan? Alias cinta bertepuk sebelah tangan. Pernah nggak?" Tanya Andin.
"Enggak." Jawab Adelia cepat.
Yara berdecak, "Lo masih gak sadar? Lo ini sekarang lagi ngalamin itu, Del, cinta bertepuk sebelah tangan. Hubungan lo sama Dimas emang pacaran, tapi itu cuma status, gak lebih. Lo kenapa gak sadar-sadar, sih?"
"Lo udah tau pahitnya diabaikan, lo udah tau gak enaknya di tolak, kenapa sih lo masih gak mau buka mata lo? Buka mata lo lebar-lebar, Del." Geram Hana.
Adelia mengerutkan dahinya bingung, "Gimana? Gue gak paham"
"Apa yang lo rasain sekarang, udah Rakas rasain dari satu bulan belakangan ini, lo masih gak nyadar?" Adelia menggeleng pelan, "Serah lo deh, gue capek ngasih taunya, bego." Kesal Yara.
"Lo lagi ada masalah sama siapa?" Tanya Andin tiba-tiba, "Dimas" Jawab Adelia singkat.
"Kenapa lagi dia?"
Adelia menghela napas, mengingat bagaimana suramnya kisah percintaannya, "Dia gak ada ngabarin gue selama seminggu, padahal handphonenya udah dibalikin sama Bu Neneng." Jelasnya.
"Terus lo diem aja? Gak mau nanya sama dia alesannya apaan?"
"Udah. Tapi dia bilang, gue sibuk, lagi juga pacaran gak harus setiap hari chatan kan. Lo harus ngertiin kalo gue juga punya kesibukan, hidup gue bukan cuma buat lo."
"Sinting" Umpat Hana.
"Karma buat lo kali, Del"
Adelia menatap Andin dan menaikkan satu alisnya, "Kenapa gue?"
Andin mengangkat bahunya, "Tanya sama diri lo sendiri, gue capek ngasih taunya. Nanti kalo udah waktunya juga lo sadar, gimana rasanya berada di posisi itu"
--
"Rakas."
Rakas yang memang sedang berjalan santai menyusuri koridor menoleh, menyari seseorang yang memanggil namanya tadi. Ia menoleh ke arah kiri dan kanan, setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia tersenyum tipis. "Apa?" Tanyanya.
Adelia berlari kecil menghampiri Rakas. Ah, rasanya sudah lama sekali tidak berbincang dengan Rakas, Adelia rindu masa-masa itu. "Mau ke mana?" Terkesan basa-basi memang tapi jujur, Adelia tidak pernah secanggung ini dengan Rakas.
Rakas mengangkat buku tulisnya ke depan wajah Adelia, "Ngasih buku ke Miss Lina" Adelia langsung mengangguk paham.
"Mau gue temenin gak?" Tawar Adelia. Rakas yang bingung hanya memberikam respon bingung dan menaikkan satu alisnya, "Ke kantor doang, ngapain pake di temenin" Kemudian ia terkekeh. Berbeda dengan Adelia yang menjadi canggung karena tawarannya beberapa menit lalu.
"Ya enggak papa, sekalian aja gue temenin, lagi juga kelas kita satu arah" Lagi-lagi Rakas terkekeh, kemudian setelahnya ia mengangguk, "Ya udah, ayok" Adelia langsung menyunggingkan senyumnya. Persetan kalau Dimas tau atau bagaimana, yang pasti sekarang ia mau melepaskan rindunya dengan Rakas, hanya itu.
Sebenarnya Adelia sadar, kalau Rakas memang sedikit menjauh dan memberikan jarak pada dirinya dari beberapa hari belakangan ini. Adelia juga sadar ini karena salahnya, salahnya karena mulai melupakan teman-temannya. Jadian dengan Dimas membuatnya senang, senang sekali, Adelia tidak pernah se-senang ini sebelumnya. Tapi, ia juga sedih karena mulai merasa jauh dengan teman-temannya, teman-temannya yang lebih dulu ia kenal ketimbang Dimas. Jujur dia sendiri bingung harus prioritaskan yang mana.
Adelia mengekori Rakas, mirip seperti anak ayam yang sedang mengikuti induknya. Ia mengamati pria yang ada di depannya itu. Tanpa sadar, senyum terulas di bibirnya. Rasanya ia ingin menghentikan waktu.
"Tunggu di sini aja, ya, gue bentaran doang kok"
Adelia yang tersadar kalau Rakas sudah berbalik ke arahnya membuat dirinya salah tingkah. Laki-laki itu menatapnya, membuat Adelia menjadi canggung sendiri karena kepergok sedang menatap Rakas, "Dia liat gue senyam-senyum gak ya? Anjir malu." Sementara Rakas masuk ke dalam ruangan, Adelia memukul kepalanya pelan, merutuk dirinya sendiri karena membuat malu.
"Udah, yuk"
"Kas"
Rakas membalikkan badannya dan menatap gadis itu, "Apa?"
Adelia tampak ragu, ia mengambil napasnya dalam dan menghembuskannya, "Lusa sibuk gak? Nongkrong yuk. Tapi berdua aja, gak sama anak-anak. Kalo lo gak mau juga gak papa, asli, gue cuma nawarin lo doang hehehe, iseng." Ia langsung menundukkan kepalanya, malu.
"Oke"
Kepalanya seketika terangkat. Senyuman di bibirnya sudah tidak bisa lagi ia tutupi.
Entah Adelia sudah menyadari perasaannya kepada Rakas atau belum, Rakas mau waktu saja yang menjawabnya.
Hari itu, Adelia merasa sesuatu yang hilang akhirnya kembali lagi.
TBC
YOU ARE READING
LEAVE
Non-FictionJangan menyia-nyiakan dia hanya demi seseorang yang gak mungkin untuk kamu gapai. Pikirkan baik-baik keputusan yang kamu ambil sekarang ini. Ingat, yang namanya penyesalan gak mungkin ada di awal. Jadi, jangan sampai menyesal. "Del, pacaran yok?" -R...