"Tissue lo taruh dimana?"
"Ini handuknya jangan taruh di situ!"
"Ribet banget lo jadi cowok, ah!"
BET!
"Sialan!"
"Tuh tangan enteng banget ya nyabet orang."
Angin tertawa, matanya menyipit. Banyu yang melihat itu ingin sekali rasanya menabok Angin. Tapi Banyu ingat sebentar lagi orang di depannya itu akan melakukan perlombaan untuk sekolahnya. Lebih tepatnya sebentar lagi Angin akan melawan SMA TuBang untuk final yang menentukan juara satu dan dua.
Hari ini Banyu cukup sabar dalam menghadapi pria satu ini. Walaupun sejak tadi Banyu selalu mengumpat dalam hati. Banyu mengambil tissue dan duduk tepat di samping Angin. Tangan kanannya mengambil dua lembar tissue dan mendekatkannya ke wajah Angin.
Belum sempat tissue itu mengenai wajah Angin, seseorang sudah memanggil namanya terlebih dahulu. Banyu mengalihkan pandangannya ke asal suara.
"Iya, Jes?" Banyu kembali meletakkan tissue yang tadi di pegangnya.
"Di panggil Pak Agus." Jesi berjalan mendekati Banyu dan Angin yang memang lebih memilih untuk duduk sedikit jauh. Sebenarnya mereka tidak hanya berdua, ada juga beberapa anak yang lain.
"Oh, oke. Thanks ya." Banyu mengangguk kemudian bangkit dan meninggalkan Angin dan Jesi.
Jesi duduk di samping Angin, tepat bekas Banyu duduk. Senyuman terukir di bibirnya, tangannya mengambil alih tissue yang tadi Banyu letakkan. Angin hanya diam mengamati kepergian Banyu.
Angin tersentak ketika ada sesuatu yang menempel pada dahinya. Angin menggeser duduknya untuk menghindari tangan Jesi yang mencoba menyeka keringatnya.
"Lo ngapain?" ucap Angin risih.
Jesi tersenyum, menurunkan tangannya sejenak kemudian mengarahkan lagi ke wajah Angin. "Banyu kan lagi pergi, jadi gue gantiin."
Angin memegang tangan Jesi untuk menjauhkannya dari wajah Angin. Tapi yang Jesi lakukan malah menahan tangan Angin. Tepat saat kejadian itu, Banyu sudah kembali dengan membawa dua botol air mineral. Ternyata Pak Agus hanya meminta Banyu untuk mengambil air mineral milik Angin.
Banyu menatap keduanya kikuk. "Sorry, kayaknya gue ganggu deh."
Jesi yang mendengar suara Banyu langsung bangkit dari duduknya. "Sorry, Nyu. Gue cuma bantu Kak Angin."
Banyu memberikan satu botol air mineral kepada Angin kemudian kembali duduk di tempatnya. Banyu sedikit merasa kesal ketika Angin memegang tangan Jesi. Entah, Banyu juga tidak tahu kenapa, tapi—ah sudahlah.
"Ngapain lo buka tutup botol kalo gak lo minum airnya?"
Banyu menolehkan kepalanya menatap Angin dengan wajah kesal. "Kata siapa?"
"Jesi kan pacar Fiko," ucap Angin melenceng pada topik.
"Siapa yang kesel sama Jesi!"
Angin kembali menatap Banyu, senyum jahil tercetak di wajahnya. Banyu tersadar, bibirnya terkatup rapat. Kenapa Banyu malah menjawab seperti itu? Sangat memalukan.
"Lo kesel sama Jesi?"
Banyu kembali menolehkan kepalanya menatap Angin. Tanpa di sangka, Angin juga ternyata sedang menunduk untuk menatapnya. Dahi Banyu dan Angin hampir menyatu ketika Banyu menatap Angin.
Keduanya sama sama terdiam tidak bisa berkata kata lagi. Angin tersenyum jahil, tangannya mencolek singkat hidung Banyu. Banyu yang diperlukan seperti itu lagi lagi hanya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND GENERATION [ON GOING]
Teen FictionKisah ini dimulai sejak awal masuk SMA. Kisah yang selalu menjadi tontonan semua siswa dan para guru. Dan kisah yang terjadi untuk kedua kalinya. Bisa dikatakan kalau ini adalah Second Generation. Apa jadinya jika seorang adik kelas sangat membenci...