"Kak Gio, kapan mau kenalin aku ke pacar Kakak?" ucap seorang gadis kepada Kakak laki lakinya.
Gio mengelus pelan pucuk kepala Banyu yang sedang memeluknya. Kini mereka berdua sedang berada di teras rumah dengan dua cangkir susu coklat yang menemaninya.
"Kalau Kakak lulus kuliah." Banyu mendengkus.
Banyu melepaskan pelukannya, dia menatap Gio. "Masih lama dong."
Gio mengngguk kemudian menyeruput susu coklatnya. "Kenapa emangnya?"
"Gak papa sih, aku penasaran aja."
"Kamu sendiri udah punya cowok?" ucap Gio sedikit menggoda Banyu.
"Belum lah! Rafa kali yang udah," elak Banyu.
"Gue aja terus, Nyu."
Banyu menolehkan kepalanya ketika mendengar suara itu. Ternyata Rafa sejak tadi menguping pembicaraannya dengan Gio. Jelas Banyu tahu karena Rafa sedang menyenderkan punggungnya di pintu dengan toples yang dipeluknya.
"Kuping lo gede banget, Raf." sindir Banyu kepada Rafa. Sementara Rafa dia hanya mengedikkan bahu tidak peduli.
"Kamu gak mau cerita sama Kakak?" ucap Gio setelah Rafa masuk ke dalam rumah.
Banyu mengerutkan dahinya. "Cerita apa?"
Gio mengambil tangan Banyu dan menggenggamnya. "Tadi Kakak denger kamu ngomong sama Rafa."
"Aku gak mau bahas itu, Kak." Banyu mengalihkan pandangannya. Banyu tahu apa maksud Gio, dan Banyu tidak ingin membahas itu lagi.
"Oke, Kakak gak akan bahas itu. Tapi kamu harus janji sama Kakak buat gak larut dalam masalah ini." ucap Gio menatap kedua mata Banyu. Gio dapat melihat kesedihan di mata itu, sebelumnya Banyu tidak pernah seperti ini.
"Gak ada salahnya kok suka sama lawan jenis. Asal tau batasannya, jangan sampai rasa suka itu jadi obsesi." Banyu tersenyum menatap Gio, dia kembali memeluknya.
"Makasih ya, Kak."
"BANYU! HP LO BUNYI!" suara Rafa terdengar sampai luar. Bisa bisanya Rafa teriak malam malam, untung saja semua yang ada di rumah sedang pergi kecuali mereka bertiga. Kalau sampai Dita ada di rumah, sudah habis Rafa ditangannya.
Banyu bangkit meninggalkan Gio di teras sendiri. Ingin sekali rasanya Banyu menjejalkan cabai ke mulut Rafa, tapi sepertinya itu tidak akan berguna. Banyu mengambil ponselnya yang dia letakkan di meja depan televisi.
Banyu mengerutkan dahinya ketika melihat nomor yang tak dikenalnya. Sebenarnya Banyu sedikit takut untuk mengangkat telepon itu, tapi Banyu berpikir dua kali siapa tahu ini penting. Dengan tanpa ragu Banyu memencet tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo." ucap Banyu memulai.
O_o
Di dalam ruangan terlihat seorang lelaki dengan kaos hitam dan celana kolornya sedang memandangi sebuah bingkai dengan satu foto yang tak asing lagi dilihatnya. Sesekali dia tersenyum ketika mengingat kejadian kejadian absurd yang dialaminya dengan gadis yang berada di foto.
Angin teringat sesuatu, tadi dia sempat meminta nomor ponsel Banyu kepada Tantenya. Untung saja Tantenya itu tidak cerewet dan bertanya tanya kenapa dirinya meminta nomor ponsel Banyu.
Suara knop pintu yang dipaksa terbuka mengalihkan perhatian Angin. Sejak tadi dirinya berangkat dan pulang latihan, pintu kamarnya sengaja dikunci. Karena Angin tidak mau Hanin memasuki kamarnya lagi.
"Woi ayam! Buka pintu lo!" suara Hanin yang cetar membahana itu terdengar jelas di telinga Angin. Kakaknya itu memang tidak bisa diam sejak dulu.
Angin berdecak dan bangkit dari duduknya. "Apa?" ucapnya setelah membuka pintu dan mendapati Hanin ikut tertarik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND GENERATION [ON GOING]
Ficção AdolescenteKisah ini dimulai sejak awal masuk SMA. Kisah yang selalu menjadi tontonan semua siswa dan para guru. Dan kisah yang terjadi untuk kedua kalinya. Bisa dikatakan kalau ini adalah Second Generation. Apa jadinya jika seorang adik kelas sangat membenci...