Bab 20. Bayu: Masalah Baru

334 21 0
                                    


“Kenapa, Bay? Tumben cari aku,” tanya Dion yang baru saja duduk di sebelahku. Seperti biasa Dion datang terlambat.

“Aku butuh bantuanmu,” ucapku sambil menundukkan kepala. Ya, sebetulnya aku malu meminta bantuan Dion, sudah seusia 36 tahun saja masih belum berpengalaman dengan wanita. Yah, mau bagaimana lagi? Kondisiku yang sulit jatuh cinta membuatku hanya pernah mencintai dua wanita, yang pertama Siska dan sekarang Ayu.

“Bantuan apa?” tanya Dion bingung. “Restoran makanan sehat bukannya sudah berjalan dengan baik? Apa ada kendala teknis di lapangan? Atau keluhan pelanggan mengenai variasi menu?”

Aku mengerang frustasi, “Aku butuh nasihat tentang wanita.” Dengan latar belakang Dion yang seorang playboy tentunya dia bisa memberikan sebuah solusi. Aku tidak mau bertanya pada Janu, yang juga sahabatku dan seorang playboy karena dia tidak bisa menjaga rahasia. Nanti yang ada aku akan kehilangan muka di depan seluruh pegawai restoran.

Dion tertawa mendengar kata-kataku. Tampaknya dia bahagia sekali melihat temannya kesusahan.
Aku memberikannya pelototan setajam mungkin sampai dia menghentikan tawanya. “Sori, sori,” ucapnya dengan sisa-sisa tawa yang ada. “Hubunganmu dengan Ayu kenapa? Bukannya kamu bilang kalau semuanya berjalan dengan baik?” tanyanya penasaran.

Dion memang sudah mengetahui hubunganku dengan Ayu karena aku langsung bercerita padanya setelah Ayu menerima cintaku.

Masih kuingat dengan jelas wajah Ayu yang tersipu malu saat mengatakan bersedia menjalin hubungan denganku. Bodohnya aku yang tidak menyangka kalau dia akan langsung mengiyakan, malah bengong dan memintanya untuk menjawab sekali lagi. Setelah dia menjawab ‘iya’ sekali lagi, aku langsung tersenyum lebar dengan hati yang dipenuhi kebahagiaan.

“Nah itu dia, Yon. Aku juga bingung. Aku merasa sikapnya berubah, seperti menjaga jarak. Tadinya setiap aku meneleponnya, kami bisa mengobrol panjang lebar. Sekarang dia hanya menjawab seperlunya dan selalu memiliki alasan untuk tidak berlama-lama di telepon.”

“Mungkin dia memang lagi sibuk di kantor, Bay,” jawan Dion menenangkan.

“Tapi kemarin ini dia sengaja menghindariku, Yon. Aku menjemputnya pulang seperti biasa dan kau tau apa? Tau-tau dia mengabariku kalau dia sudah sampai di apartemen dengan menebeng Ressy. Dia tidak mungkin tidak tahu kalau aku menunggunya di parkiran,” ucapku frustasi. “Apakah ini akhir dari hubungan kami? Apa ada yang salah denganku?” tanyaku sambil menjambak rambutku keras hingga terasa sakit di kulit kepala.

“Mungkin juga bukan salahmu. Terkadang para wanita bisa menjadi aneh jika mereka PMS. Jadi berdoalah benar PMS penyebabnya. Positifnya, itu berarti keanehannya hanya sementara. Negatifnya, kamu akan mengalami hal yang sama setiap bulan seumur hidupmu.” Dion tertawa sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Sial!” Aku menonjok pelan bahunya.

“Intinya semua bisa dibicarakan, Bay. Jangan negative thinking dulu.”

**

Akhirnya setelah memikirkan saran Dion baik-baik, aku meminta Ayu untuk bertemu. Aku menjemputnya di apartemen seperti biasa dan membawanya ke cafe langgananku. Aku berpikir mungkin saja memang seperti yang Dion katakan kalau sebetulnya masalah yang ada di antara Ayu dan aku tidak sebesar itu. Aku juga yakin semua masalah bisa terselesaikan jika dibicarakan secara baik-baik.

“Yu-“

“Mas-“

“Eh, kamu ngomong duluan deh, Yu.”

“Tadi Mas mau ngomong apa?”

“Enggak apa-apa, kamu duluan saja.”

“Aku mau minta maaf. Aku menghindari Mas beberapa waktu belakangan ini. Maafkan aku,” ujarnya sambil menundukkan kepala.

“Kalau boleh tahu ada apa, Yu? Mas pikir hubungan kita baik-baik saja. Apa ada kesalahan yang Mas lakukan tanpa kusadari? Jika iya tolong beri tahu, supaya Mas tahu dan di kemudian hari kesalahan itu tidak terulang kembali.”

“Tidak. Aku yang salah.”

Aku mengernyitkan keningku bingung. Apa betul kata Dion kalau PMS penyebabnya? Dia yang salah terus dia yang menghindariku? Wanita memang sulit dipahami.

“Maksudnya, Yu?”

Ayu menceritakan kalau latar belakang keluargaku yang membuatnya ragu. Ternyata dia memiliki luka mendalam pada pernikahannya yang dulu dan sialnya posisiku dalam keluarga mirip seperti mantan suaminya dulu. Anak laki-laki satu-satunya dan berasal dari keluarga kaya.

Ayu juga menceritakan kalau dia adalah penganut paham childfree yang masih menjadi hal tabu di negara tercinta Indonesia. Aku memiliki beberapa teman yang seperti Ayu dan aku juga tahu betapa mereka mengalami kesulitan dengan pilihan hidup mereka. Banyak orang yang akhirnya membicarakan mereka seakan-akan mereka aneh dan tidak waras.

Banyak di antara temanku itu yang akhirnya kalah oleh tuntutan dan cibiran dari masyarakat. Kebanyakan dari mereka terpaksa menikah, memiliki anak lalu menjadi tidak bahagia dalam perannya sebagai seorang ibu. Apalagi jika suaminya ternyata sama sekali tidak mau terlibat dalam hal pengasuhan anak.

“Bagaimana, Mas, setelah mendengar cerita Ayu? Aku tidak apa-apa jika Mas ingin mengakhiri hubungan kita. Aku paham kalau memang bagi kebanyakan orang, anak merupakan sumber kebahagiaan dalam keluarga dan aku tidak bisa memberikannya. Ini adalah prinsip hidupku,” tegas Ayu.

Aku mengambil kedua tangannya dan menatapnya tepat di mata. “Mas tidak masalah dengan itu, bahkan Mas kagum dengan ketetapan hatimu. Tidak mudah memiliki prinsip hidup seperti itu di tengah masyarakat yang masih mengagungkan kehadiran anak sebagai kunci kesuksesan rumah tangga.” Aku mengecup lembut punggung tangannya.

Mata Ayu melebar karena terkejut dengan ucapanku. “Mas betul tidak masalah? Atau jangan-jangan Mas akan seperti Anton, mantan suamiku yang awalnya bilang bisa menerima prinsip hidupku tapi belakangan kalah oleh desakan orang tuanya.”

Aku merasa ada sembilu yang menusuk hatiku. Rasanya aku sama seperti Anton dulu, bedanya dari awal Siska tidak mengatakan kalau dia penganut childfree. Akhirnya aku mendesaknya memiliki anak yang berujung pada kehilangan dia untuk selamanya.

“Kenapa, Mas?” tanya Ayu. Mungkin dia bingung melihatku yang hanya diam saja.

Aku kemudian menceritakan kisah masa laluku dengan Siska. Tidak ada yang kututupi. Aku juga memiliki dosa masa lalu yang harus Ayu tahu. Di akhir ceritaku, Ayu terkesiap lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia pasti berpikir buruk mengenai aku.

“Jujur saja, Yu, setelah kejadian tragis yang menimpa Siska, aku memang terpikir untuk tidak memiliki anak. Aku tidak mau kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya.” Aku menarik napas dan membuangnya pelan sebelum melanjutkan ceritaku. “Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta, Yu. Itu sebabnya aku sudah menduda lima tahun sebelum aku bertemu denganmu. Di saat aku berpikir kalau aku akan menduda untuk selamanya, kamu tiba-tiba muncul dan memporakporandakan hatiku dengan perilakumu yang membuatku kesal setengah mati. Aku bahkan sempat menyematkan label ‘Yang Terhormat’ di belakang namamu.”

Ayu tertawa mendengar kalimat terakhirku. “Menjadi Ibu Ayu Yang Terhormat, begitu?”

“Iya, betul.”

Kami lalu tertawa bersama

“Tapi aku juga berpikir kalau Mas Bayu akhlaknya minus karena menawariku komisi jika aku meloloskan pinjaman Mas.”

“Jadi kita satu sama?” tanyaku menggodanya.

“Iya,” jawabnya lalu kami kembali tertawa bersama.

Setelah tawa kami habis aku mengambil tangannya untuk digenggam erat dan menatap matanya lama sebelum bertanya mengeni kelanjutan hubungan kami. “Jadi, Yu, maukah kamu tetap menjadi pacarku?” tanyaku dengan lembut dan senyuman semanis mungkin untuk menggugah hatinya.

Ayu terlihat tersipu malu sebelum dia mengangguk. “Tapi, Mas Bayu janji ya tidak akan meminta anak dariku?”

“Iya, kalau kamu mau menikah denganku,” godaku.

Wajah Ayu terlihat semakin memerah mendengar kata-kataku.

“Tapi, Yu. Sejujurnya ada satu masalah lagi,” ucapku serius.

“Apa itu. Mas?”

“Jujur saja Mama mengejar-ngejarku untuk menikah karena menginginkan anak dariku. Dia menginginkan cucu perempuan karena kakakku tidak mampu memberikannya.” Kuceritakan pada Ayu kondisi Kak Santi yang sudah di steril dan ketiga anaknya semua laki-laki. “Belum lagi ayahku yang jelas-jelas menginginkan seorang pewaris dariku setelah aku menolak untuk meneruskan usahanya yang dibangun dari nol.” Aku mengusap wajahku kasar. “Jadi Mas mau tanya apakah Ayu masih mau menjalani hubungan ini?” Bom sudah kujatuhkan dan sekarang tinggal menanti respon Ayu.

Melihatnya yang diam saja dan tidak merespon apa-apa hatiku mulai dipenuhi ketakutan. Mungkinkah Ayu akan meninggalkanku setelah ini?

“Yu? Tolong katakan sesuatu,” ucapku sambil meraih tangannya untuk kugenggam. Ayu berusaha melepaskan tangannya dariku tapi kutahan.

“Jadi mau Mas bagaimana?”

“Aku mau bersama denganmu karena aku tidak bisa membohongi perasaanku kalau aku sudah sejatuh-jatuhnya ke dalam pesonamu,” jawabku cepat.

“Lalu bagaimana dengan orang tua Mas? Karena Mas pati tahu kalau aku tidak mungkin mengubah prinsip hidupku demi orang lain, bahkan tidak untuk atas nama cinta. Meskipun sejujurnya kuakui kalau aku juga sudah terlanjur menyimpan Mas di dalam hatiku.”

“Mas akan memperjuangkan kamu jika Ayu mau bertahan di sisi Mas selamanya. Untuk membuktikan kata-kataku, aku akan mengajakmu bertemu orang tuaku. Apakah kamu bersedia?”

Ayu terlihat ragu sejenak sebelum menganggukkan kepalanya.

“Tapi itu artinya no turning back, Yu.”

“Maksudnya, Mas?” tanyanya bingung.

“Kalau kamu bersedia bertemu kedua orang tuaku maka artinya kamu bersedia menghabiskan hari tua bersamaku dan aku berjanji kalau aku tidak akan pernah melepaskan tanganmu di sepanjang sisa hidup kita, meskipun kamu yang memintanya.”

Wajah Ayu memerah dan dengan tersipu malu dia menganggukkan kepalanya pelan.

**

Hari ini adalah hari yang sudah disepakati aku dan Ayu untuk bertemu kedua orang tuaku. Aku sudah menelepon Mama untuk memberi tahu perihal kedatanganku yang membaca calon menantu untuknya. Namun, aku belum memberitahunya mengenai prinsip hidup Ayu. Kupikir lebih baik Mama mengenali dulu sosok perempuan yang sudah membuat hatiku jatuh sedalam-dalamnya.

Kurasakan tangan Ayu yang dingin dan lembab di dalam genggaman tanganku. Dia pasti sangat tegang dan cemas.

“Mamaku bukan piranha kok, Yu,” bisikku di telinganya. Aku berusaha melucu untuk membuatnya santai tapi tampaknya tidak berhasil karena kulihat Ayu hanya tersenyum kaku, tidak seperti biasanya.

Aku mengetuk pintu rumah yang langsung dibukakan oleh Bik Ijah.

“Mama di mana, Bik?” tanyaku setelah meletakkan pantatku di sofa empuk di ruang tamu.

“Di dapur, Den, sedang memasak masakan kesukaan Den Bayu,” ucapnya sopan sambil sedikit membungkukkan badan.

“Ya sudah, aku tunggu di sini saja. Tolong beri tahu Mama aku sudah datang ya dan tolong buatkan minuman.”

“Iya, Den. Saya permisi dulu,” ujarnya membungkukkan tubuh lalu berjalan menuju dapur untuk memberitahukan Mama mengenai kedatanganku dan Ayu.

Kulihat Ayu duduk dengan kaku dan bulir-bulir keringat memenuhi kening Ayu. Aku mengecup lembut punggung tangannya yang kugenggam dan sedikit meremasnya untuk memberikan sedikit kekuatan. Sebenarnya aku juga cemas Mama akan menolak Ayu jika tahu prinsip hidupnya, tapi toh tidak akan kuberi tahu sekarang jadi aku merasa sedikit lebih santai.

Sosok tubuh Mama terlihat mendekati ruang tamu dan membuatku menerbitkan sebuah senyuman. “Bay, Maaf ya Mama barusan memeriksa masakan Mama. Mama masak makanan kesukaan kamu dan makanan spesial untuk-.“ Ucapan Mama langsung terhenti begitu melihat wajah Ayu. Kulihat keterkejutan tampak jelas di sana. “Kamu!” Mama mengarahkan telunjuknya ke arah Ayu. Serta merta wajahnya berubah menjadi marah.
Ayu sendiri kulihat menjadi pucat setelah tadi sempat tersenyum. Ada apa ini?

“Apa ini wanita pilihanmu?” tanya Mama marah sambil melihat ke arahku.

Aku yang kebingungan menjawab, “I-iya, Ma. Ada apa?” Aku melihat wajah Mama dan Ayu secara bergantian. Kulihat Ayu sudah menunduk dalam dan tangannya sedikit bergetar.

“Dia adalah wanita mandul dan sampai kapan pun Mama tidak akan menyetujui hubungan kalian,” teriak Mama dengan suara penuh amarah.

“Maaf Mas, tapi Ayu tidak bisa berada di sini lagi,” ucap Ayu sebelum menarik tangannya dari genggamanku dan berlari keluar rumah. Aku mengenyampingkan kebingunganku untuk sesaat dan langsung mengejar Ayu diiringi suara teriakan Mama yang memanggil-manggil namaku dan perintahnya untuk berhenti mengejar Ayu.

❤❤❤❤❤

Bayu udah launching guys. Duh pria yang sulit jatuh cinta tuh sekalinya cinta lgsg jadi bucin 🙈🙈🙈

Bab ini ditulis oleh saya ya. Ada masukan? Saran? Tulis aja di bawah ya 😁

Hany,

Jakarta, 21/11/20
 

Childfree (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang