Hari hari biasa Nut dimulai. Tapi pikirannya masih belum lepas dari kejadian malam itu. Saat juniornya tampak ketakutan tapi tak diketahui penyebabnya. Toon bahkan sudah memanggil berkali kali pria tersebut. Tapi Nut tidak ada sama sekali. Geram melihat pemandangan tersebut, Gulf yang berada di sebelah Nut. Menepuk punggung pria di sampingnya keras membuyarkan lamunan Nut.
"Dari tadi gue panggil kaga nyaut, njir!! Nice tabokan Gulf!" Kesal Toon tapi Nut tak peduli.
"Aelah si kampret malah di kacangin!!" Gerutu Toon menyumpah serapahi temannya tersebut.
Gulf lebih pintar dari teman cerewetnya itu. Ia bisa menerka nerka kenapa Nut bersikap seperti ini. Ada beberapa hal yang bisa membuatnya begini, tapi yang pasti hal itu menyangkut Petch. Entah hanya Gulf yang sadar atau yang lain juga sadar. Pria dingin dan angkuh ini sekarang lebih sering tersenyum walau samar samar. Wajahnya lumayan bersahabat walau masih datar. Setidaknya karena bertemu Petch, Nut mulai berubah kearah yang lebih baik.
***
Pukul lima sore hujan turun dengan derasnya. Bahkan kilat nampak bersaut sautan seolah membicarakan tentang dunia. Sinar matahari bahkan tak terlihat karena awan hitam menghiasi angkasa. Nut berjalan santai tanpa memikirkan cuaca, karena kepalanya sedang penuh dengan Petch. Toon dan Gulf kebetulan sudah pergi beberapa jam lalu sebelum hujan. Kini tersisa dirinya tengah berjalan di koridor universitas.
Sampai netra Nut menangkap pria dengan kacamata bulat nampak gelisah dan khawatir secara bersamaan. Ia adalah Singto Prachaya Ruangroj kakak dari Petch, sekaligus guru les Ohm. Netra Singto juga menatap kearah Nut. Mereka hanya berdua saja di koridor dengan suara hujan. Tiba tiba pria berkacamata itu menghampiri Nut dengan tumpukan berkas dan dokumen di tangannya.
"Nut bukan?" Tanya Singto memastikan, pria dingin itu mengangguk.
"Kita berada di kelas yang sama, kau kenal adikku?" Nut mengangguk lagi sebagai jawaban.
"Boleh aku meminta bantuan?"
"Bantuan apa?" Kali ini Nut bersuara.
"Petch berada di rumah sendiri. Sebenarnya dari jam empat tadi aku harusnya sudah pulang. Tapi tiba tiba dosen ku memanggil. Baterai ku habis, aku belum mengabari Petch. Bisakah kau ke rumah melihat keadaannya?" Singto nampak bertele tele menjelaskan. Bukan kah Petch pria dewasa? Ia bisa menjaga diri sendiri bukan? Kenapa Singto terlihat gelisah, pasti ada sesuatu yang lain.
"Kenapa aku harus kesana?" Walau dengan senang hati Nut bisa melakukan permintaan Singto. Tapi dirinya juga masih penasaran dengan gelagat pria itu dari tadi. Singto akhirnya menyerah kemudian menjelaskan.
"Petch takut dengan petir--" Singto belum menyelesaikan kalimatnya tapi pria tinggi itu sudah berlari pergi.
Nut rasa semuanya akhirnya terhubung. Tubuh gemetar juniornya saat itu karena ia takut dengan petir. Jadi Nut harus segera ketempat Petch. Terlebih sedari tadi petir masih saling bersahut sahutan. Setidaknya dengan kehadiran Nut akan sedikit mengurangi ketakutan Petch. Pria dingin itu menerobos hujan yang sedingin dirinya. Dalam keadaan basah kuyup, segera menaiki mobil mewah miliknya dan membelah jalan.
***
Sesampainya di depan rumah minimalis tersebut. Nut segera berlari masuk kesana. Namun pagar rumah itu terkunci. Beruntung tak terlalu tinggi, jadi Nut dapat melewatinya dengan melompat. Anehnya pintu rumah tersebut tak dikunci. Tanpa pikir panjang pria itu segera masuk. Mencari juniornya di dalam sana sembari meneriakkan nama pria manis itu. Nut bahkan sudah masuk kedalam berbagai ruangan, tapi belum menemukan Petch. Hingga ruangan terakhir yaitu kamar mandi. Apa mungkin pria yang dicari ada disana? Ia tak akan tau sebelumnya melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's you, only you [ NutxPetch ] [ END ]
Fiksi PenggemarNut Supanut namanya, seorang putra sulung keluarga jongcheveevat. Keluarga yang memiliki pengaruh besar di dunia ini, memiliki kisah kelam di dalamnya. Dunia Nut yang gelap kembali terang karena senyum manis fotografer paruh waktu bernama Petch. Bag...