"Oi, Nut lu tidur aja di kamar gue. Gue mau keluar bayar utang sekalian cari makan." Gulf membuka pintu kamarnya mendorong perlahan sahabatnya tersebut kedalam. Nut menerima semua perlakuan Gulf dalam diam. Setelah temannya tersebut pergi. Pria dingin itu keluar dari kamar.
Hujan nampak turun dengan derasnya. Petir saling bersahut sahutan. Mengingatkan Nut pada pria manis yang takut akan petir. Sedang apa Petch saat ini? Apa dia meringkuk di bathup lagi? Nut harap pria manis itu baik baik saja.
Putra sulung keluarga Jongcheveevat itu mengikuti nalurinya masuk ke kamar mandi. Meringkuk dia atas bathub keras seperti Petch saat itu. Padahal Nut pernah bersumpah bahwa ia tak akan pernah tidur di atas bathup lagi. Jika tidak bersama Petch. Tapi entahlah, nalurinya meminta ia melakukan itu. Rasanya dingin, hingga menjalar ke bagian saraf. Tempat tersebut sempit membuat Nut merasa di peluk hangat. Padahal dingin tengah menyeruak.
Nut mempertanyakan tentang semua hal yang ia lakukan sampai saat ini. Untuk apa ia melakukannya? Untuk siapa ia melakukannya? Nut nampak sangat frustasi. Bahkan tak sadar air mata yang jarang ia keluarkan kini mengalir bebas, terjun membasahi pipinya.
Gulf yang baru tiba nampak gelagapan tak menemukan temannya tersebut di dalam kamar. Pikirannya bergerliya menampilkan bagian bagian buruk yang bisa terjadi. Hingga pria tersebut membuka pintu kamar mandi. Menampilkan Nut di sana dalam keadaan yang memilukan. Ia menangis dalam diam, memeluk kedua lututnya.
Gulf tak tega hati melihat hal tersebut. Ia mengigit bibir bawahnya, mencoba kuat. Tangan rampingnya mengambil ponsel hendak menelepon Petch. Pria yang saat ini sangat di butuhkan Nut. Tapi sedetik kemudian ia ragu. Gulf tak bisa seenak hati menyeret Petch dalam masalah ini. Walau juniornya tersebut telah terseret tanpa sadar.
Ponsel yang awalnya terangkat kini kembali di masukkan kedalam kantong celana. Gulf melangkahkan kakinya menuju Nut. Ia berjongkok menyesuaikan tinggi mereka. Pria itu memeluk Nut yang masih setia terisak dalam tangis pilunya. Tak tega akan hal itu Gulf makin mengeratkan pelukannya.
"Lu gak sendirian, paNut!!
***
"Kantin kuy!" Teriak Boss mengalahkan suara toa masjid. Hingga James harus menutup kedua telinganya agar tak tuli mendadak.
"Paan sih lebay!" Kesal Boss.
"Eeh, gue gak bisa. Mau nganterin buku P'Singto yang tadi ketinggalan." Sahut Petch.
"Yaudah makan di fakultas bisnis aja!" Tanpa basa basi dan persetujuan mereka. Boss menggeret kedua sahabatnya menuju fakultas bisnis.
***
"GILA BANGET, ANJIR!" teriak Toon frustasi setelah mendengar penjelasan Gulf. Nut sendiri sedang tak ada disana karena masih dalam suasana terpuruk.
Tiga sejoli yang baru sampai di fakultas bisnis. Kini terkejut menatap calon dokter yang salah fakultas tersebut. Mata Gulf yang awalnya fokus pada Toon, tak sengaja bertemu dengan milik Petch. Toon yang menyadari itu mengikuti arah pandangan sahabatnya. Segera pria tersebut berjalan menuju Petch nampak mengebu-ngebu.
"Toon!" Tarik Gulf pada tangan sahabatnya.
"Gulf lepas! Dia juga perlu tau, dalam masalah ini mau sadar atau tidak sadar. Namanya sudah terbawa!" Geram Toon frustasi, ia merasa sangat kesal pada Mew. Tapi hal tersebut seperti akan ia tumpahkan pada Petch.
Gulf tersentak sebentar, untuk pertama kalinya ia melihat Toon benar benar marah. Gulf sadar bahwa Petch memang harus tau. Tapi masih ada rasa ragu. Takut Petch terbebani atau malah menjauh dari Nut. Pria dengan wajah galak ini jika bisa memilih. Ia akan menyelesaikan masalah tersebut diam diam. Kemudian semuanya akan kembali normal. Tapi sayang, Gulf tak akan mampu.
"Aku yang akan menjelaskan padanya!" Perintah mutlak Gulf di angguki Toon.
"Petch, bisa kita berbicara sebentar?" Tanya Gulf yang sudah berada di depan tiga sejoli tersebut. Petch yang paham Gulf hanya mengajaknya. Mengangguk setuju, lalu meninggalkan Boss dan James dengan buku milik Singto.
"Eeeh, kampret kok main tinggal aja!"
***
Di kafe luar universitas, Gulf menceritakan segalanya. Tanggapan Petch cukup membuat Toon dan Gulf terkejut.
"Lalu dimana P'Nut?" Tanyanya setenang mungkin, walau terbesit rasa khawatir disana. Gulf pikir ia akan meninggalkan Nut, atau kalang kabut termakan emosi. Tak disangka Petch bahkan bisa lebih tenang dari Toon.
"Petch, lu mau ketemu Nut? Setelah ini gue gak bisa jamin keselamatan lu, bahkan Singto." Toon menjelaskan dengan lugas.
"Iya P' aku tau. Tapi P'Sing pernah bilang. Kalo aku boleh egois jika tau waktu yang tepat. Aku rasa ini waktu yang tepat. Aku juga ingin menanyakan pada P'Nut perasaannya padaku." Jelas Petch tak lupa melukis senyum di wajah manisnya.
"Jadi perasaan lu buat Nut gimana!" Tanya Gulf penasaran.
"Ku rasa bukan P' yang pertama kali harus tau. Kumohon biarkan P'Nut yang pertama kali mendengarnya."
Gulf sontak diam tak mau bertanya kembali begitu pula Toon. Mereka rasa Petch memang pantas untuknya.
***
"Nut ada di dalem, ntah dia di kasur atau di dalam lemari. Cari aja, kita bakal kasih ruang buat kalian." Ujar Gulf yang meninggalkan Petch di depan pintu kamarnya.
Pria manis itu memantapkan tekad, melukis kembali senyum tulus di wajah. Kemudian kaki jenjang milik Petch melangkah mulus kedalam kamar bernuansa biru laut. Nampak pria dingin yang selalu ia pikirkan. Sedang duduk menatap kaca dalam hampa. Langkah kaki Petch menyadarkan lamunan Nut.
Deg!
Darah Nut berdesir hebat, bahkan kini bulu tubuhnya meremang nampak terkejut. Rasanya Nut ingin meloncat dari ranjang memeluk pria di depannya seolah tak ada hari esok. Tapi kakinya tercekat saat ingat dengan perkataan Mew kemarin. Ia mundur perlahan tak berani menatap Petch.
"Saat ini gue cuma mau bilang. Nut itu gak pernah suka sama orang. Dia bakal ragu sama perasaannya. Tapi gue rasa lu gak akan ragu. Jadi gue percaya sama lu, Petch." Kalimat Gulf terngiang di kepala Petch. Walau tau akan hal itu. Tapi hati kecilnya juga nampak tergores melihat Nut yang menjauhinya.
"Dia gak pernah nentang perkataan Mew."
Tanpa pikir panjang, Petch menubruk badan Nut, hingga jatuh ke belakang. Pria manis itu berada di atas Nut, mengukuhnya. Nut menatap Petch tak percaya dengan apa yang di lakukan. Sedangkan pelaku juga menatap Nut dengan tersenyum. Membuat pria dingin tersebut harus mengalihkan wajah bersemunya, malu.
Petch menjatuhkan tubuhnya diatas Nut. Membuat Nuti tak bisa pergi dari sana. Pria manis itu mendengarkan detak jantung Nut yang tak karuan. Tapi kemudian berangsur tenang. Tiba tiba Petch berdiri kemudian menarik Nut untuk melakukan hal yang sama.
"P' aku... Aku mencintaimu!" Kecupnya ringan pada bibir Nut. Membuat sistem saraf korbannya nampak berhenti sesaat. Nut bahkan lupa cara bernapas. Walau Petch hanya menempelkan bibirnya. Hal itu membuat Nut siap mati seketika.
Ia menatap Petch yang juga menatapnya, menunggu jawaban dari pria tersebut. Wajah juniornya tersebut nampak memerah padam. Bahkan tangannya yang kini menggenggam Nut terasa berkeringat. Nut tak paham apa yang ia rasakan. Tapi satu hal yang ia yakini, bahwa perasaan miliknya sama dengan milik Petch.
"Aku juga mencintaimu, Petch."
End
![](https://img.wattpad.com/cover/245933166-288-k906842.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
it's you, only you [ NutxPetch ] [ END ]
Fiksi PenggemarNut Supanut namanya, seorang putra sulung keluarga jongcheveevat. Keluarga yang memiliki pengaruh besar di dunia ini, memiliki kisah kelam di dalamnya. Dunia Nut yang gelap kembali terang karena senyum manis fotografer paruh waktu bernama Petch. Bag...