Ananda Hydan Galuhejan

2.6K 731 113
                                    

How's your day?
Jangan lupa vote dan comment ya✨✨

How's your day? Jangan lupa vote dan comment ya✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

§§§

Mata gelap penuh kilatan yang dapat mengintimidasi siapa saja sedang merenung memperhatikan sebuah tangkai bunga yang sudah layu. Dibawah rembulan cantik yang bercahaya memancarkan sinar nya, tangan pria tersebut meremas tangkai bunga hingga patah. Dengan cepat, pot bunga tersebut ia tendang hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

'Mama sama Papa sayang sama kamu, Hydan.'

'Iya sayang, nanti Mama sama Papa beliin mainan ya untuk kamu.'

'Hydan jangan nangis ya? Papa pergi cuma sebentar kok.'

'Janji, Mama sama Papa akan pulang secepat mungkin.'

Deru nafas pemuda berwajah seperti pangeran sudah tidak karuan. Dia menarik jaket berwarna hitam yang berada di balik pintu. Kamar Hydan berada di lantai dua rumah, dia menuruni tangga secepat mungkin agar kilatan kilatan kenangan ketiga orang yang dulu berbahagia dibawah atap yang sama terusir dari pikiran nya. Rumah yang sepi tanpa ada percikan kebahagiaan sungguh menyesakkan bagi Hydan.

Setelah mengunci pintu rumah, Hydan pergi keluar. Pukul sepuluh malam ia berjalan tanpa tujuan. Kepala nya tertunduk, wajah nya tersembunyi dibalik tudung jaket berwarna hitam nya. Mata sendu Hydan menatap jalanan yang tengah ia lewati.

Pasti, Hydan benci ada kata pasti yang terselip dalam aspek kehidupan. Kata pembohong yang dulu Hydan selalu percaya. Kata yang sering kali mereka berdua ucapkan kepada Hydan. Semuanya selalu bermakna pasti hingga Hydan sadar jika selama ini dirinya terlalu percaya jika semua perkataan kedua orang yang telah membesarkan nya adalah hal yang pasti, tidak akan bisa diubah bahkan jika tuhan bertindak.

Dalam lamunan suram nya, butir air mata jatuh melewati wajah ukiran sempurna tuhan. Air mata yang penuh dengan rasa marah, kecewa, dan rindu yang mendalam hingga Hydan tidak tahu harus melampiaskan nya dengan apa.

"Woy Hydan!"

Langkah kaki Hydan terhenti saat sekelompok remaja menghadang jalan nya. Dia Denial, mungkin lelaki itu masih dendam dengan Hydan. Mulut Hydan terkatup rapat rapat tanpa ada minat untuk mengeluarkan satu dua kata suara.

"bangsat! Ini nih oknum sok ganteng yang berani mukulin temen temen gua!"

Penuturan Denial tidak membuat Hydan gentar sedikit pun. Emosi nya sama sekali tidak terpacu mendengar kalimat Denial. Dirinya masih terpaku masuk kedalam kilasan memori lama dengan harapan yang tak pernah terwujud. Masih terpaku bagaimana diri Hydan belum pernah menyentuh yang bernama rokok.

Emosi Hydan tertarik keluar saat Denial membuka tudung jaket nya sambil berujar,

"yah nangis! Liat nih! Kapan lagi lo pada liat Hydan nangis?! Gua denger denger juga mak bapak nya udah mati ye, gila gila, pantes anak nya jadi--"

LAKUNA ₍ₜᵣₑₐₛᵤᵣₑ ₀₂'ₛ₋₀₄'ₛ₎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang