How's your day?
Jangan lupa vote dan comment ya✨✨
§§§
Pukul tiga sore Adam tengah terduduk didepan meja belajar nya, tangan nya tengah memegang gitar. Matanya menatap bingkai foto yang berisikan dirinya dengan seorang wanita. Wanita yang teramat Adam sayangi. Wanita yang kini sudah tenang diatas sana, wanita yang memilki senyum sangat menenangkan bagai hujan tanpa air.
Bunda, dulu, dia sering bernyanyi untuk Adam saat Adam menangis karena Ayah nya. Saat Adam menangis kenapa dia begitu berbeda. Saat Adam menangis kenapa tidak ada seorang anak pun yang ingin berteman dengan Adam. Bunda selalu tersenyum, menyeka air mata Adam lalu memeluk lelaki tersebut. Tangan Bunda juga selalu mengusap lembut rambut Adam sambil berujar,
Kamu itu berharga untuk bunda, boleh menangis, tapi jangan terlalu lama. Bunda nanti sedih.
Tangan Adam mulai memetik senar gitar, membuat nada nada indah yang berisikan rindu yang teramat sangat untuk bunda. Membuat melodi yang bisa kapan saja membuat orang yang mendengar merasakan sesak. Adam ingat, Diyaz memilki suara yang sangat bagus. Adam dan Diyaz sering bermain musik bersama. Diyaz yang menyanyi dan Adam yang membuat melodi.
Dalam lubuk hati nya terdalam, Adam ingin mendengar suara nya saat bernyanyi. Mendengar bagaimana suara nya yang bernyanyi diiringi suara musik dari gitar.
Pintu tiba tiba saja terbuka dengan lebar yang membuat tubuh Adam tersentak. Dia melihat Ayah nya yang menatap Adam penuh emosi.
"Kamu keluar lagi?! Anak tidak tahu di untung! Masih bagus saya mengizinkan kamu menumpang hidup disini!"
"mas, sudah, Adam juga butuh waktu untuk ber--"
"diam! Ini urusan saya dan dia!"
Kepala Adam tertunduk tidak berani menatap balik lelaki berjas didepan nya ini. Sebuah kepalan tangan meraih rambut Adam hingga membuat kepala Adam dengan terpaksa mendongak. Dapat Adam lihat jika lelaki yang Adam anggap ayah nya itu sangat membenci nya.
"seharusnya kamu mati dalam kecelakaan itu! Selama hidup disini, kamu hanya buat saya malu tahu tidak?! Anak cacat, apa yang bisa saya banggakan dari kamu?"
Brugh...
Tubuh Adam didorong hingga dia terjatuh dari kursi roda nya. Mata nya menatap nanar lantai yang sangat dingin bagi tubuh ringkih nya saat ini. Adam tidak bisa melawan, dia bahkan tidak bisa berteriak berhenti atau setidaknya merintih kesakitan. Hari dilalui Adam seperti hari lalu, sebuah kepala ikat pinggang yang cukup tajam menghantam tubuh Adam membuat suara benturan yang terdengar keras.
Diambang pintu, ada Mama Dista yang sedang menangis sambil memohon kepada suami nya untuk menghentikan aksi menyiksa anak kandung nya sendiri itu. Pukulan demi pukulan Adam terima hingga Adam merasakan perih yang teramat sangat pada sekujur tubuh nya.
Air mata Adam sudah tidak berarti bagi nya, dia hanya bisa berteriak tanpa suara. Menit hingga menit berlalu hingga Adam benar benar tidak merasakan pukulan di tubuh nya. Dia termenung tanpa perasaan, apakah ini takdir yang tuhan berikan untuk nya?
Sebuah tubuh memeluk Adam dengan hangat. Dapat Adam dengar suara tangis dan penuturan maaf dari Mama Dista. Punggung Adam seperti mati rasa, dengan baju yang tadinya berwarna biru berubah menjadi keunguan karena darah yang keluar dari luka luka tersebut.
"tunggu sebentar ya, mama ambil kotak p3k dulu."
Mama Dista berlari secepat yang ia bisa untuk mengambil kotak p3k yang ia maksud. Keheningan kembali menyapa Adam, hening yang selalu hadir menemani diri Adam tanpa mau beranjak pergi. Hening yang seakan akan mengingatkan Adam jika ia hanyalah manusia tak berguna.
Saat Bunda masih ada, dia selalu mengajarkan Adam untuk tidak mengeluh pada hidup karena jauh diluar sana. Banyak sekali orang yang hidup nya jauh lebih sulit dari Adam. Dulu, Adam patuhi ajaran bunda. Dia masih punya bunda yang selalu ada untuk Adam, pikir nya dulu. Namun sekarang, Adam sering kali bertanya pada semesta kapan mereka akan menyelesaikan skenario hidup Adam.
Smartphone Adam yang tergeletak begitu saja di lantai menampilkan pesan yang masuk dari Diyaz.
'siap siap kedatengan dua bekantan, oh iye, kita juga beli makanan sama satu kue kecil. Hari ini lu ulang tahun kan? HBD bro.'
Sejak keempat nya berkumpul dibawah pohon, mereka tiba tiba menjadi dekat apalagi saat Diyaz menemukan fakta jika Hydan dan Ryan satu sekolah dengan nya. Ah, hari ini hari ulang tahun Adam. Bagaimana ia bisa lupa dengan hari ulang tahun nya sendiri dan malah orang lain yang memberitahu diri Adam?
Tidak lama kemudian, Mama Dista datang membantu Yedam duduk di sisi kasur. Dengan telaten, Mama Dista membuka baju Adam dan membersihkan darah yang keluar dari punggung Adam. Tidak sekali dua kali Adam mendengar isak tangis Mama Dista yang keluar akibat tidak tega melihat anak tiri nya di pelakukan semena mena oleh ayah kandung nya sendiri yang sekarang berstatus sebagai suami nya.
Mata Adam berbalik, dia menarik kedua sudut bibir nya membentuk senyuman sendu yang Mama Dista tahu senyuman tersebut hanya alat untuk membuat Mama Dista sedikit tenang.
'Mama jangan menangis, Adam baik baik saja.'
Adam membentuk untaian kalimat tersebut dengan tangan nya sebagai alat komunikasi Adam dirumah. Tangis Mama Dista kembali menjadi jadi, dia bahkan sudah menutup wajah nya sendiri. Dalam benak nya, mama Dista benar benar tidak pernah menyangka bertemu anak sekuat Adam. Anak yang di berikan cobaan begitu berat sampai sampai mama Dista selalu khawatir jika Adam terlalu lelah atau terlalu kesepian.
Bukannya mengobati Adam, mama Dista malah menjadi oknum yang di peluk oleh remaja berusia genap delapan belas tahun ini. Harapan mama Dista hari ini hanya ingin melihat Adam tersenyum, bahkan mama Dista rela berhari hari belajar membuat sebuah cake untuk hari ulang tahun Adam hari ini. Sebuah cake sederhana yang di lapisi coklat sudah. Mama Dista simpan di dalam kulkas untuk nanti ia keluarkan saat Diyaz dan dua teman baru nya datang merayakan ulang tahun Adam.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA ₍ₜᵣₑₐₛᵤᵣₑ ₀₂'ₛ₋₀₄'ₛ₎
Fiksi Penggemar[ᴸᵒᵏᵃˡ] Ft. Yedam Doyoung Haruto Jeongwoo Hidup tidak akan sempurna tanpa masalah. ᵂʳⁱᵗᵉʳ:ᵈˢᵗⁿᶻʰʳ ˢᵗᵃʳᵗᵉᵈ:²⁰²⁰/¹¹/⁴ ᶠⁱⁿⁱˢʰᵉᵈ:²⁰²⁰/¹²/⁵